Pemilihan umum Austria 15 Oktober kemarin menunjukkan perubahan arah politik salah satu negara terkaya di dunia itu. Partai-partai pengusung kebijakan anti-imigran meraih perolehan suara yang signifikan. Partai konservatif ÖVP memimpin perolehan suara dengan total perolehan lebih dari 31 persen.
Pada periode sebelumnya perolehan suara partai ini hanya sebesar 24 persen. Sementara Partai sayap kanan FPÖ yang merupakan partai garis keras dengan kebijakan anti-imigran dan anti-muslimnya menempati posisi ke-3 dalam peraihan suara.
Kebijakan imigrasi seiring dengan krisis imigran di Eropa sejak 2015 masih terus menjadi senjata bagi partai-partai politik di Eropa untuk mendulang suara dalam pemilu. Arus pengungsi yang masuk ke kawasan ini telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi penduduk lokal.
Xenophobia, isu kemanan hingga kecemasan bahwa tunjangan kesejahteraan sosial akan tergerus oleh pendatang menjadi momok bagi sebagian warganya. Partai politik melihat celah itu dan menangkapnya sebagai peluang dalam meraih dukungan. "Create a common enemy" adalah strategi yang selalu laku untuk dijual.
Sebagai upaya menarik pemilih pada pemilu kali ini, ÖVP secara agresif mengolah isu anti-imigran dan radikalisme dalam kampanyenya. Isu yang selama ini lebih banyak digarap oleh FPÖ. Tujuannya jelas, menggaet pemilih yang selama ini mendukung partai garis keras FPÖ.
Adalah Sebastian Kurz, pemimpin baru ÖVP semenjak Mei lalu yang menjadi sosok dibalik perubahan kebijakan agresif partai itu. Dinobatkan sebagai menteri luar negeri Eropa termuda pada 2013, Kurz diuntungkan dengan posisinya yang memungkinkannya untuk membuat berbagai kebijakan strategis terhadap imigran. Poin ini menjadi nilai tambah bagi kampanye partainya.
Sebagai Menteri Luar Negeri dan Integrasi Austria, Kurz menghimbau negara-negara Uni Eropa mengontrol keamanan perbatasan. Selain terlibat secara aktif dalam penutupan rute di Balkan Barat yang merupakan salah satu jalur utama pengungsi untuk masuk ke Eropa, dia juga memberikan dukungan penuh pada Italia untuk menutup jalur pengungsi pada laut mediterania.
Sementara di dalam negeri dalam kapasitasnya sebagai Menteri Integrasi, Kurz menyerukan penutupan Islamic Kindergarten dengan alasan memicu disintegrasi dan kurikulum yang mengajarkan radikalisme.
Kebijakan terhadap imigran ini juga menjadi isu utama dalam kampanyenya. Selain itu Kurz juga menyatakan memerangi "Political Islam" dan menolak budaya yang menurutnya tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal serta mendukung pengetatan larangan pemakaian burqa di tempat umum. Tak berhenti sampai disitu, Kurz meyerukan pemotongan tunjangan bagi para pengungsi dan mengalihkannya untuk kesejahteraan bagi para pensiunan.
Pemotongan pajak hingga 40 persen dan memastikan kesejahteraan sosial akan dinikmati sepenuhnya oleh warga lokal adalah janji lain dari kampanyenya bila ÖVP terpilih sebagai mayoritas dalam pemerintahan.
Satu setengah bulan sebelum pemilu digelar, dukungan terhadap ÖVP yang mengusung slogan mengembalikan kejayaan Austria ini semakin meluas. Kebijakan dan program yang ditawarkan ÖVP telah menarik perhatian warga Austria yang merasa tidak puas dengan kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahan dari partai mayoritas yang tengah berkuasa.
Konsep kampanye yang dikelola dengan apik serta intensifnya upaya meraih dukungan massa yang dilakukan oleh tim pemenangan partai menjadi salah satu faktor penting dalam perolehan suara partai ini. Selain itu tak dapat dipungkiri Kurz sendiri menjadi magnet bagi partainya, usia muda, keluwesan dalam membawakan diri serta kecakapannya dalam berorasi memukau publik.
Di bawah kepemimpinan Kurz, partai konservatif ini mulai mengalami pergeseran agenda politik. Di sisi lain, partai sayap kanan FPÖ adalah partai yang telah lama menyuarakan anti-imigran dan anti-muslim. Partai ini bahkan secara terang-terangan menghimbau penghentian atas apa yang disebutnya sebagai upaya islamisasi dalam kampanyenya.
Secara umum geliat politik kedua partai ini tak hanya merujuk pada penolakan terhadap pengungsi yang memang didominasi kalangan muslim namun juga menyasar 700 ribu komunitas muslim Austria. Namun hal ini pula yang menarik minat kaum populis Austria.
Kini dengan berakhirnya koalisi yang telah berlangsung lama antara ÖVP dan partai sosialis SPÖ pada Mei yang lalu, membuka peluang bagi koalisi ÖVP dan FPÖ. Hampir dipastikan kedua partai dengan agenda kampanye yang nyaris sama ini akan bergabung membentuk pemerintahan.
Setelah sebelumnya lebih sering menjadi partai yang berada diluar pemerintahan, FPÖ kali ini akan menjadi pemegang kunci dalam membentuk pemerintahan. Kesempatan ini tentu tidak akan disia-siakan begitu saja, FPÖ akan memastikan agenda kebijakan partainya diakomodir dalam pemerintahan. Nampaknya beberapa tahun ke depan wajah politik Austria akan jauh dari humanis bagi para pendatang bahkan bagi kalangan komunitas muslim lokalnya sendiri.
Sementara itu Sebastian Kurz selangkah lagi akan menempati posisi sebagai Kanselir Austria. Dalam usia 31 tahun dia tak hanya akan menjadi pemimpin pemerintahan termuda di Eropa, namun juga di dunia.