Salah satu pertanyaan usil yang pernah diajukan seorang Carl Sagan adalah: "Alam semesta dan segala isinya pasti berevolusi. Lalu bagaimana dengan masa depan umat manusia?"

Sebagai pakar Biologi Luar Angkasa dan seorang astronom yang memiliki bidang riset meluas, mulai dari astronomi, kosmologi hingga filsafat sains dengan minat utama pada asal usul kehidupan di Bumi dan kemungkinan hadirnya kehidupan di tempat lain dalam alam semesta, Carl Sagan meyakini bahwa bahwa evolusi alam semesta di suatu saat akan membawa bumi pada kehancurannya milyaran tahun mendatang.

Mari kita abaikan sejenak evolusi fisik pada wujud bumi. Karena alam semesta tak hanya tentang bumi. Bicara tentang evolusi alam semesta beserta segala isinya, tentu saja termasuk evolusi manusia di dalamnya. 

Kita tidak akan memperdebatkan teori evolusi manusia secara fisik ala Darwin, yang mana manusia adalah wujud evolusi terbaik dari bangsa kera. Karena, andaikan Teori Evolusi Darwin masih berlaku, toh sudah ribuan tahun ini tidak lagi terlihat adanya perubahan fisik yang signifikan sebagai bentuk evolusi manusia.

Mari kita mengawinkan sains dan ilmu sosial dalam pembahasan evolusi manusia modern. Evolusi yang terus terjadi berkesinambungan pada manusia adalah evolusi peradaban. Termasuk di dalamnya adalah perubahan budaya dan gaya hidup yang identik dengan aspek sosial manusia.

Berkembangnya sains dan teknologi sejak revolusi industri di abad ke-18 telah memberi dampak, pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Termasuk memberi efek yang signifikan bagi kondisi budaya, sosial dan terutama ekonomi. Kemajuan teknologi dan sains ini banyak memberi dampak positif yang mendatangkan kemudahan bagi hidup manusia.

Namun di sisi lain juga meninggalkan efek negatif bagi kehidupan di bumi. Misalnya saja, teknologi pemanfaatan minyak bumi yang telah menghasilkan komoditi-komoditi yang membantu kehidupan manusia. Seperti bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor ternyata tak hanya memberi manfaat, tapi juga menimbulkan masalah baru bagi manusia.

Atau teknologi komunikasi yang berubah drastis pasca ditemukannya telepon genggam, dan berlanjut dengan telepon pintar. Akses informasi yang kian mudah diperoleh pun ternyata bak pisau bermata dua. Di satu sisi, komunikasi dan sumber informasi sangat mudah didapat. Namun di sisi lain, tsunami informasi cenderung tanpa filter sehingga informasi terkadang kurang tepat sasaran dan kebutuhan.

Terutama bagi anak-anak, yang kini makin mudah mengakses segala info yang kurang sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya. Misalkan akses pornografi dan konten lain yang sejatinya diperuntukkan bagi kaum dewasa.

 Apapun efek yang timbul dari kemajuan teknologi dan sains, Sagan tetap optimis dan menyatakan bahwa sains dapat menjadi jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dari zaman ke zaman. Tapi sains membutuhkan kedisiplinan dan kesabaran untuk memperoleh jawaban yang dicari. Sains mewajibkan kita untuk selalu kritis dan bertanya.

Pernyataan tersebut menunjukkan keterkaitan yang erat antara sains dengan pertanyaan. Pembahasan tentang sains tentu tak luput dari kata riset dan penelitian ilmiah untuk menemukan jawaban. Kata pertanyaan otomatis membuat saya teringat pada Isaac Newton dan teori Gaya Gravitasi-nya.

Bukan pada isi teorinya. Tetapi pada cerita bagaimana teori tersebut tercipta. Bagaimana Newton mempertanyakan kenapa apel dan semua benda lain selalu jatuh ke bawah. Jika saja saat itu Newton tidak bertanya-tanya dalam hati, tentu teori Gaya Gravitasi tak akan terwujud. 

Tidak hanya Newton, tampaknya hampir semua penemuan berawal dari pertanyaan di benak sang penemu. Seperti yang di katakan Carl Sagan, bahwa pertanyaan adalah wujud dari rasa ingin tahu. Dan rasa keingintahuan inilah yang harus ditanamkan dan dipupuk sejak dini.

Sebagai seorang ibu rumah tangga dan guru, pernyataan Sagan dan sejarah teori Gravitasi Newton cukup menyentil saya. Menanamkan dan memupuk rasa ingin tahu pada generasi muda, minimal kepada anak sendiri, tentunya menjadi salah satu 'kewajiban' saya sebagai orangtua. 

Tak hanya merangsang anak untuk memiliki rasa ingin tahu, tapi juga memicu anak agar mampu mencari jawaban sendiri atas pertanyaan yang muncul di benaknya. Lebih lanjut, adalah untuk merangsang anak agar dapat jeli menemukan masalah (pertanyaan) dan menemukan solusi (jawaban) atas permasalahan yang ditemukannya.

Pemikiran Sagan dan sejarah teori Gravitasi Newton kemudian menginspirasi saya untuk merumuskan konsep Ask to Solve (AtS), sebuah kegiatan sederhana untuk melatih anak mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban atas pertanyaannya.

Aturan main ATS sangat sederhana:
? Berikan satu keywords (dapat berbentuk gambar, dongeng, tayangan dll) pada anak.

? Minta anak untuk membuat beberapa pertanyaan berkaitan dengan keywords yang diberikan.

? Seluruh pertanyaan yang terkumpul akan dibahas bersama.

? Sebutkan pertanyaan satu per satu, dan tawarkan pada anak-anak apakah ada yang mau/bisa menjawab.

? Jika tidak ada yang bisa menjawab, maka jawaban akan dicari bersama dengan bantuan media literasi yang ada (buku bacaan, internet dll)

Beberapa tahun terakhir, konsep ini saya coba terapkan di rumah dan pada para siswa di sekolah, serta beberapa kali mendapat kesempatan untuk memberikan mini workshop konsep ATS ini pada anak-anak.

Dan kreativitas berpikir anak yang muncul dari kegiatan ini ternyata sangat luar biasa. Misalnya saja ketika suatu saat saya membawakan materi ATS dengan peserta anak usia 6-10 tahun di Bekasi. Salah satu tema yang dibahas adalah tentang Singa. Semua peserta diminta memikirkan dan mengajukan pertanyaan tentang Singa.

Salah satu pertanyaan yang muncul adalah:

"Jika terjadi pertarungan antara singa dan harimau, siapakah yang akan menjadi pemenang?"

Para peserta kemudian berdiskusi untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, dengan bantuan buku-buku serta laptop untuk mencari sumber literasi. Bahkan di laman mesin pencari internet pun mereka tidak dapat menemukan artikel yang menyebutkan pemenang dalam pertarungan singa melawan harimau.

Namun hebatnya, saat sesi presentasi menjawab pertanyaan, para bocah usia 6-10 tahun ini sepakat menjawab Singa sebagai pemenang. Bagaimana bisa?

Ternyata, walaupun mereka tidak dapat menemukan informasi yang gamblang tentang siapa yang lebih unggul, singa atau harimau, namun ada data lain yang mereka dapatkan. Melalui penelusuran mesin pencari, para bocah ini menemukan info bahwa harimau adalah hewan soliter, sedangkan singa adalah hewan yang berkelompok.

Harimau cenderung melakukan segala hal tanpa teman. Sedangkan singa kerap bergerombol kemana pun pergi. Atas dasar itu, anak-anak ini lalu menyimpulkan, bahwa jika terjadi pertarungan antara singa melawan harimau, maka sang singa tidak akan bertarung secara individu, akan ada bantuan dari kawanan singa yang lain. Sehingga berpotensi keluar sebagai pemenang dalam pertarungan tersebut.

Di lain kesempatan, seorang bocah 10 tahun mengajukan pertanyaan, "Bagaimana cara menghitung luas dan volume bangun berbentuk love/heart? Sebab saat aku dewasa nanti, ingin membuat kolam renang dengan bentuk love. Maka aku harus tahu luas dan volume-nya untuk memperkirakan kebutuhan bahan dan biayanya."

Saat rekan-rekannya tak ada yang bisa memberikan jawaban, sebab belum pernah diajarkan di sekolah, bocah tersebut kemudian sibuk membolak-balik potongan kertas origami berbentuk love/heart. Hingga akhirnya, dia sendiri-lah yang menemukan jawaban atas pertanyaannya.

Setelah membolak-balik dan melipat kertas origami tersebut, bocah itu menyadari bahwa bentuk love terdiri dari gabungan 2 buah bangun setengah lingkaran dan 2 buah segitiga siku-siku. Dan kemudian dengan gembira berkata, "Jadi kita bisa pakai rumus lingkaran dan segitiga siku-siku untuk menghitung luas dan volume bangun berbentuk love."

Saya tak pernah berhenti dibuat terkagum oleh pertanyaan, ide dan penalaran para bocah ini dalam mencari jawaban. Betapa dahsyatnya kekuatan bertanya. Dan pertanyaan-pertanyaan berkualitas inilah yang harus ditumbuhkan dengan subur dalam benak setiap anak.

Karena pertanyaan-pertanyaan para bocah ini yang akan menjadi awal terjadinya riset dan penelitian, yang kemudian berpeluang akan bermuara pada inovasi dan teknologi baru. Pertanyaan adalah wujud kepekaan dalam mendeteksi dan mengenali masalah yang ada. Setelah masalah ditemukan dan disadari, maka pasti akan ada seseorang yang berpikir mencari jawaban dan solusinya. 

Pertanyaan dan masalah hidup manusia yang terus berkembang dan mengalami mutasi akan membawa manusia pada perputaran evolusi peradaban. Betapa dahsyatnya kekuatan bertanya bagi evolusi peradaban manusia.