Setiap tanggal 16 Oktober dunia memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS). Tujuan peringatan ini untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian penduduk dunia akan pentingnya penanganan masalah pangan baik di tingkat nasional, regional maupun global.
Pada tahun 2016, tema HPS Internasional adalah “Climate is Changing, Food Agriculture Must Too”, sementara HPS Nasional bertemakan “Membangun Kedaulatan Pangan Berkelanjutan Mengantisipasi Era Perubahan Iklim”. Tema-tema HPS tersebut bertujuan untuk memfokuskan pada bagian terpenting dari dunia pangan yang sedang membutuhkan perhatian ekstra.
Indonesia sebagai negara agraris tentunya mengambil bagian dalam peringatan HPS untuk semakin memperbaiki kondisi pangannya. Usaha perbaikan tersebut tercermin dalam tema HPS tahun ini yang berisikan Kedaulatan Pangan. Tetapi yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana pemerintah mengartikan kedaulatan pangan? Tentu kita tidak ingin kembali terkecoh oleh pemahaman pemerintah.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan redistribusi lahan pada 21 Provinsi di Indonesia yang kemudian disebut sebagai langkah dalam mewujudkan “Reforma Agraria”. Kenyataannya, pemahaman tersebut sangat berbeda dengan praktik yang terjadi, di mana makna kata “redistribusi” diputar menjadi “melegitimasi” lahan yang sudah menjadi milik petani sebelumnya.
Kedaulatan Pangan sejatinya merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan berkualitas baik yang sesuai dengan budaya, dan diproduksi dengan sistem pertanian berkelanjutan. Konsep Kedaulatan Pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada.
Kedaulatan Pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang menekankan pada prinsip solidaritas.
Agenda besar Kedaulatan Pangan dimaknai sebagai peningkatan produksi pangan dengan mendistribusikan tanah kepada petani. Petani selanjutnya akan menjadi tulang punggung untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yang kemudian akan mendorong peningkatan kesejahteraan mereka.
Akan menjadi penantian besar nantinya bagaimana pemerintah mengejahwantahkan konsep kedaulatan pangan. Apakah sesuai dengan hakikat Kedaulatan Pangan, atau pemerintah kembali berimprovisasi dalam mengartikan serta menjalankannya.
Sampai saat ini, yang jelas kegiatan pangan Indonesia belum mengarah pada “Kedaulatan Pangan”. Hal ini bisa dilihat dari masih tergantungnya Indonesia terhadap pangan impor. Pada tahun 2015 saja tercatat beberapa komoditas pangan seperti beras, jagung, dan kedelai mengalami kenaikan impor yang cukup signifikan.
Sudah selayaknya pemerintah menegaskan kiblatnya dalam urusan pangan, apakah menghadap kepentingan pasar atau Kedaulatan Pangan sejati. Rakyat sudah sangat jengah dengan manipulasi yang dilakukan pemerintah seperti mengelukan slogan Kedaulatan Pangan, Reforma Agraria dan lainnya, tetapi tidak pernah menjalankan slogan tersebut sesuai dengan hakikatnya.
Satu hal yang jelas, jika pemerintah berani mengambil sikap tegas untuk bersunguh-sungguh dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, maka kesejahteraan negara ini dapat tercapai.
Kedaulatan Pangan yang dicantumkan dalam tema HPS sudah seharusnya tidak menjadi tulisan saja. Harus ada upaya jelas dan konkret dari pemerintah dan seluruh stake holder bangsa untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia Sejahtera, dan itu dimulai dari mewujudkan Kedaulatan Pangan.
Selamat Hari Pangan Sedunia!