Kecanduan Pornografi dan Perilaku Pelecehan Seksual

Setiap manusia pasti mengalami pertambahan usia dan melewati tahap-tahap perkembangan. Memasuki usia 11 tahun, manusia dapat dikatakan sebagai remaja dimana pada usia ini, manusia mulai mengalami pubertas. 

Banyak sekali perubahan yang akan dialami oleh remaja pubertas, mulai dari perubahan fisik, hormon, dan kematangan seksual. Dengan berkembangnya kematangan seksual, remaja cenderung mencari suatu kegiatan yang dapat dipakai untuk melampiaskan gairah mereka, salah satunya adalah menonton pornografi.

Tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa pornografi memiliki efek yang sama dengan alkohol atau narkotika, yaitu kecanduan. Kata “kecanduan” karena pornografi masih menjadi perdebatan. 

Beberapa orang berpendapat bahwa pornografi tidak menyebabkan kecanduan. Tapi, jika dilihat dari gejala yang muncul, kondisi orang yang menonton pornografi sama seperti orang yang kecanduan alkohol atau narkotika. 

Orang yang mengkonsumsi alkohol atau narkotika akan sulit untuk berhenti mengkonsumsi. Sama halnya dengan menonton pornografi, orang yang menonton video pornografi akan terus menonton dan sulit untuk menghentikannya. 

Tentunya hal ini akan memberikan dampak yang buruk jika mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti rusaknya hubungan dengan orang lain, hilangnya pekerjaan, perubahan cara kerja otak, dan bahkan perubahan dalam berperilaku.

Dampak negatif dari pornografi tidak terlepas dari perubahan perilaku seseorang. Efek kecanduan dari pornografi akan mendorong manusia untuk mencari sesuatu yang lebih dari sekedar menonton agar kehausan seksual mereka terpenuhi. Tidak jarang perilaku ini merugikan orang lain, salah satu contohnya adalah pelecehan seksual.

Kasus pelecehan seksual kembali muncul di Indonesia, tepatnya di Fakultas Kedokteran Andalas (Unand), Kota Padang, Sumatera Barat. Diduga pelaku pelecehan seksual ini adalah sepasang kekasih mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand. 

Mereka berpura-pura menginap di kamar kos teman- teman mereka, yang wanita menumpang di kamar kos wanita, sedangkan yang pria menumpang di kamar kos pria. Mereka mulai menjalankan aksinya pada saat temannya sudah tertidur pulas dengan mencoba membuka pakaian korban, lalu mengambil foto dan merekam video tubuh korban. 

Foto dan video yang didapat pelaku wanita akan dikirim pada pacarnya, demikian sebaliknya. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pacarnya. Sebanyak 12 orang telah menjadi korban pelecehan seksual mereka, 8 korban diantaranya sudah melaporkan kasus ini.

Kasus pelecehan seksual ini pernah menjadi perbincangan yang ramai di akun Twitter @andalasfess. Pada hari Jumat, 24 Februari 2023 akun Komunitas Sivitas Akademika Unand merilis terkait kronologi kasus ini dengan sindiran para pelaku yang masih bebas, meskipun para korban sudah melapor ke pihak kampus sampai ke polisi. 

Akhirnya kasus ini ditangani oleh pihak kampus lalu ditindaklanjuti oleh Satgas PPKS dengan memerika 18 orang (2 orang pelaku, 4 orang saksi, dan 12 orang koban). Setelah diperiksa, ditemukan bukti-bukti dari hasil pemeriksaan bahwa telah terjadi tindakan kekerasan seksual dan pihak kampus juga sudah melakukan tes psikologi pada kedua pelaku tersebut. 

Semua saksi dan korban yang terlibat kasus ini telah memberikan keterangan terkait kasus pelecehan seksual dan pelaku juga sudah mengakui perbuatannya, sehingga kasus ini akan terus ditindaklanjuti dan segera dilakukan gelar perkara untuk menaikan status penyelidikan menjadi penyidikan.


Teori Observational Learning dan Disonansi Kognitif

Teori kognitif sosial lebih menekankan bahwa proses belajar manusia terjadi di suatu lingkungan sosial. Manusia akan memperoleh pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, dan strategi melalui proses pengamatan. Manusia dapat mengamati dengan melihat model atau contoh untuk mempelajari tujuan dan manfaat dari perilaku yang ditampilkan model.

Albert Bandura mengembangkan teori kognitif sosialnya dengan menjelaskan bagaimana setiap individu memiliki kendali atas pengalaman individu melalui proses kognitif dan juga perilakunya. 

Tentunya dalam teori Albert Bandura terdapat proses dasar, yaitu menentukan tujuan awal, menilai dan mempertimbangkan akibat dari perilaku yang dilakukan, mengevaluasi kemajuan dalam mencapai tujuan, dan pengaturan pikiran, emosi, dan perilaku dalam diri individu. 

Perilaku manusia lebih banyak didorong dan diatur oleh ketentuan internal dan berbagai reaksi terhadap perilakunya sendiri yang berkaitan dengan evaluasi diri.

Terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi belajar melalui pengamatan, yaitu:

1. Attentional Processes.

Tahap ini memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar karena perubahan perilaku tidak akan muncul tanpa adanya pengamatan. Attentional processes ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kapasitas sensori, reinforcement yang mendahuluinya, karakteristik model, dan reputasi model.

2. Retentional Processes

Proses retensi merupakan proses untuk mengubah perilaku model yang telah diamati menjadi simbol-simbol dalam pikiran individu. Dalam proses retensi diperlukan latihan pengulangan atau rehearsal agar individu mampu untuk mengingat kembali kejadian yang sudah terjadi.

3. Behavioral Production Processes

Behavioral production processes adalah proses dimana individu mengamati perilakunya sendiri, melakukan penilaian, dan membandingkan perilakunya dengan representasi kognitif dan pengalaman model, seperti self observation & self correction

4. Motivational/Incentive Processes

Dalam proses ini individu akan menentukan apakah perilaku yang sudah dilakukan sesuai atau tidak. Proses ini akan mendorong individu untuk mewujudkan apa yang telah dipelajari dan disimpan secara kognitif ke dalam bentuk perilaku. Proses motivasi juga melibatkan penguatan eksternal, internal, dan penguatan karena imajinasi.

Leon Festinger adalah salah satu tokoh yang memberikan banyak memberikan kontribusi melalui konsep dan teori di bidang psikologi sosial. Teori, konsep, dan ide-ide dari Festinger banyak dipengaruhi oleh Kurt Lewin yang sama- sama mendalami teori psikologi sosial. 

Salah satu karya yang terkenal dari Leon Festinger adalah buku yang berjudul A Theory of Cognitive Dissonance. Dalam buku ini Festinger mengatakan bahwa setiap kesadaran individu ditentukan oleh elemen-elemen kognitif.

Disonansi kognitif adalah keadaan di mana individu memiliki 2 pemikiran yang terjadi secara serentak dan saling bertolak belakang. Seperti contoh orang yang merokok. Orang yang merokok memiliki pemikiran “rokok membuat saya lebih rileks” dan juga pemikiran “rokok dapat menyebabkan penyakit paru-paru”. 

Dua pemikiran ini muncul secara bersamaan dan pemikiran yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan atau bertolak belakang, sehingga inilah yang dapat disebut disonansi kognitif.

Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengurangi disonansi, yaitu :

1. Mengubah kognisi/pemikiran

Jika kedua pemikiran saling bertolak belakang, maka individu perlu untuk mengganti salah satu pemikirannya agar kedua pemikiran searah dan memiliki tujuan yang sama.

2. Menambah kognisi/pemikiran

Jika kedua pemikiran menyebabkan besarnya disonansi, individu dapat menambah 1 atau lebih pemikirannya yang sesuai.

3. Mengubah/mengganti kepentingan antara ketidakcocokan kognisi dengan kecocokan kognisi. Dengan menukar berbagai macam kognisi individu akan memperoleh keuntungan.

4. Membuat misinterpretasi informasi

Jika ada informasi yang berlawanan dengan apa yang diyakini selama ini, maka akan muncul rasa lega dengan menganggap telah terjadi kesalahpahaman. Hal ini dilakukan dengan menganggap orang yang memberikan informasi tidak memahami hal yang ia bicarakan.

5. Mencari informasi pembenaran

Membuktikan bahwa pemikiran yang selama ini diyakini adalah benar dengan meminta opini orang lain.


Analisis Masalah

Menonton pornografi yang berujung pelecehan seksual dapat jelaskan dengan teori observational learning dari Albert Bandura, dimana proses belajar dimulai dengan sebuah pengamatan. Sebagian besar pelecehan seksual yang dilakukan manusia berawal dari menonton video yang berbau pornografi. 

Jika dikaitkan dengan teori Observational Learning dari Bandura, menonton pornografi dapat dimasukkan ke dalam proses atensi, dimana manusia akan mengamati dan mengingat perilaku yang ditampilkan model tersebut. 

Setelah melewati proses atensi dengan menonton pornografi, manusia akan masuk ke dalam tahap retensi dengan mentransformasikan perilaku model menjadi simbol-simbol di dalam pikiran mereka.

Apabila ingatan tersebut mulai diterapkan dalam bentuk perilaku seperti kasus pelecehan di Universitas Unand, maka tahap ini mulai memasukki Behavioral Production Processes. Apa yang telah diamati manusia dalam video pornografi akan diwujudkan dalam bentuk perilaku dan bertujuan untuk memuaskan hasrat seksualnya. 

Dalam mewujudkan perilaku pelecehannya, manusia akan cenderung membandingan perilakunya sendiri dengan pengalaman model yang ditiru, sehingga masuklah ke tahap berikutnya, yaitu Motivational or Incentive Processes. Manusia yang telah menerapkan perilakunya akan mengetahui apakah ada sesuatu yang mendorongnya untuk mengulangi perilaku tersebut. 

Pada dasarnya belajar dipengaruhi oleh konsekuensinya. Apabila konsekuensi yang diterima positif, maka perilaku akan dipertahankan atau diulang. Sebaliknya, ketika belajar akan menerima konsekuensi yang negatif, maka perilaku tersebut akan dibuang atau tidak diulang. 

Jadi, apabila pelaku pelecehan seksual mendapatkan dorongan (rasa puas) tanpa henti, maka tidak menutup kemungkinan pelaku tersebut akan terus mengulangi perilakunya. Sebaliknya jika pelaku pelecehan seksual diberi punishment (hukuman) yang membuatnya merasa jera, perilaku tersebut cenderung tidak diulangi.


Kasus pelecehan yang dilakukan 2 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Unand juga berkaitan dengan teori dari Leon Festinger, yaitu teori disonansi kognitif. Disonansi kognitif akan terjadi ketika individu punya 2 pemikiran yang bertolak belakang. 

Jika dikaitkan dengan fenomena pelecehan seksual, tentunya akan muncul berbagai pemikiran pro dan kontra. Pemikiran pertama akan mengungkapkan bahwa dengan melakukan pelecehan seksual, pelaku akan merasa puas karena hasrat seksualnya terpenuhi. 

Sedangkan pemikiran yang kedua akan menyalahkan perilaku pelecehan tersebut. Bisa dikarenakan perilaku pelecehan tersebut melanggar hak asasi manusia, norma, nilai yang ada di masyarakat. Kedua pemikiran ini akan terus bertentangan, sehingga terbentuklah keadaan disonansi kognitif.

Disonansi kognitif yang terkait dengan kasus pelecehan seksual dapat diselesaikan dengan berbagai metode pengurangan disonansi. Metode-metode yang digunakan saling berhubungan satu sama lain, sehingga semua metode pengurangan disonansi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi kasus pelecehan seksual. 

Salah satunya dengan mengubah salah satu kognisinya. Menonton pornografi yang diwujudkan dalam perilaku pelecehan seksual mungkin akan menimbulkan rasa puas dan munculnya hormon dopamine, namun perilaku tersebut juga menyalahi nilai-nilai dan norma yang ada di masyarakat. 

Tidak hanya menyimpang dari nilai-nilai dan norma masyarakat, kedua perilaku tersebut juga dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi tubuh melalui berbagai macam penyakit yang menyerang tubuh manusia.

Dengan lebih banyaknya dampak dari pemikiran kedua ini, manusia dapat mengubah salah satu pemikirannya. Apalagi rasa puas dan munculnya hormon dopamin tidak hanya dihasilkan dari menonton video pornografi dan perilaku pelecehan seksual, sehingga bisa digantikan dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti olahraga, hangout dengan teman, rekreasi, dan lain-lain.


Kesimpulan

Pada dasarnya setiap manusia punya kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Dengan adanya dampak buruk dari menonton pornografi dan perilaku pelecehan seksual, diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan keputusan manusia. 

Dengan adanya teori disonansi kognitif, manusia dapat mengubah pemikirannya, baik melalui diri sendiri maupun dengan bantuan orang lain yang lebih berpengalaman untuk mengarahkan pemahamannya.

Kecanduan pornografi yang diwujudkan dalam perilaku pelecehan dapat diatasi dengan berbagai cara, mulai dari membatasi akses untuk menonton konten pornografi; Lebih banyak berinteraksi dengan orang lain karena kesendirian mampu menimbulkan keinginan untuk mengakses konten pornografi; Menghapus semua video dan konten pornografi yang dimiliki; Melakukan mekanisme koping untuk mengalihkan perhatian dari konten pornografi ke aktivitas yang lebih bermanfaat; Berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog.