Indonesia dan Malaysia adalah kedua negara yang secara geografis merupakan apa yang biasa disebut sebagai negara bertetangga. Tentu saja selain memberikan keuntungan, perbatasan yang berbatasan langsung ini juga menimbulkan konflik tersendiri di antara Malaysia dan Indonesia. 

Terutama karena bagaimana panjangnya perbatasan Indonesia dan Malaysia yang di darat saja bisa mencapai 2004 KM panjangnya yang hampir melewati seluruh provinsi Indonesia yang ada di Pulau Kalimantan.  Perbatasan di lautan sendiri berada di sepanjang Selat Malaka, Laut Cina Selatan hingga Laut Sulawesi.

Pada sejarahnya perbatasan ini adalah hasil dari masa kolonisasi yang pernah terjadi di Indonesia dan Malaysia. Kolonisasi ini dilakukan oleh Kerajaan Belanda di Indonesia dan Kerajaan Inggris di Malaysia.  Dimana di masa itu juga perbatasan sudah menjadi topik yang bisa menimbulkan konflik.

 Kedua Kerajaan Penjajah ini sudah saling berebut terkait dengan kekuasaan wilayah Borneo. Perebutan wilayah Borneo ini kemudianlah yang menghasilkan perjanjian-perjanjian antara Kerajaan Inggris dan juga Kerajaan Belanda. Perjanjian – perjanjian ini  disepakati pada tahun 1891, 1915, dan 1928. 

Kesepakatan inilah yang kemudian membentuk awal perbatasan antara wilayah Malaysia dan Indonesia sebelum mengikuti Hukum Internasional seperti sekarang ini. 

Sebagai negara yang kemudian  merdeka, Indonesia dan Malaysia memang menggunakan perjanjian pada masa lampau itu sebagai sebuah acuan. Namun sebagai negara yang sudah Merdeka kedua negara ini memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan masalah perbatasan ini. 

Oleh karena itu pada beberapa waktu muncullah perdebatan baru salah satu contohnya adalah terkait dengan penentuan batas perbatasan di wilayah maritim.

Perdebatan dan permasalahan penentuan perbatasan di wilayah maritim ini bisa terjadi karena Malaysia dan Indonesia yang memiliki cara menerjemahkan sendiri terkait hukum Internasional yang ada. 

Malaysia dengan pandangannya mengklaim hal – hal seperti Laut territorial, Zona Ekonomi Ekslusif dan Landasan Kontinen. Indonesia dengaan perspektif mereka sendiri juga mengklaim hal – hal seperti Laut territorial, Zona Ekonomi Ekslusif dan Landasan Kontinen. 

Klaim yang sama – sama dibuat oleh Malaysia dan Indonesia ini kemudian membuat wilayah – wilayah yang mereka klaim saling tumpang tindih dan menjadi permasalahan.

Permasalahan di wilayah maritim ini salah satu yang terjadi adalah  terkait klaim Malaysia di wilayah Blok Ambalat. Pada mulanya klaim ini dibuat Malaysia berdasarkan peta yang mereka buat secara sepihak tahun 1979.

 Pembuatan peta secara sepihak tersebut tentu saja tidak terlalu kuat jika dilihat dengan hukum internasional. Namun pada  tahun 2002 terdapat hal yang dapat mendasari Klaim Malaysia tersebut. 

Jadi pada tahun 2002 Malaysia mendapatkan wilayah Sipadan - Ligitan setelah bersengketa dengan Indonesia dan kasus mereka dibawa ke Mahkamah Internasional. Kepemilikikan Wilayah Sipadan dan Ligitan Inilah yang menjadi dasar kuat terhadap klaim – klaim Malaysia di wilayah perairan Blok Ambalat.

Indonesia menganggap bahwa klaim Malaysia atas wilayah perairan di Blok Ambalat ini tidak sesuai dengan UNCLOS. Walaupun begitu sebenarnya dasar dari klaim Malaysia ini juga mereka ambil dari UNCLOS  di mana setiap negara kepulauan berhak atas Laut Teritorial yang ada di sekitar garis Pantai mereka. 

Anggapan Malaysia sebagai sebuah negara Kepulauan inilah yang kemudian disebut sebagai interpretasi yang keliru di pihak Malaysia. Dimana jika menggunakan  UNCLOS seharusnya Malaysia adalah negara pantai biasa bukanlah sebuah negara kepulauan sehingga tidak berhak atas Laut Teritorial dari Sipadan dan Ligitan.

Konflik perbatasan seperti inilah yang kemudian menjadi akibat dari jarak antar perbatasan Indonesia dan Malaysia yang saling bersentuhan. Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi dan berasas politik luar negeri yang bebas aktif tentunya tidak menginginkan peristiwa seperti ini terus terjadi. 

Oleh karena itulah kemudian pemerintahan Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah perbatasan ini.

Pada sisi preventif Indonesia sebagai sebuah Negara yang memiliki Angkatan bersenjata kemudian mengadakan patroli rutin di sekitar perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Patroli rutin ini terutama dilakukan didaerah yang rentan akan konflik seperti yang terjadi di Blok Ambalat. 

TNI Angkatan Laut sesuai dengan Undang – Undang nomor 34 tahun 2004 berpatroli di wilayah tersebut untuk menjaga hak – hak Indonesia di wilayah tersebut. Selain itu TNI yang berpatroli ini  bertugas untuk menjaga agar hukum laut internasional seperti UNCLOS tidak dilanggar oleh masing masing negara.

Indonesia adalah sebuah negara demokratis bentuk negara ini kemudian juga mencerminkan bagaimana Indonesia bersikap saat menemui sebuah masalah. Dalam kasus perbatasan Malaysia ini Indonesia sebagai negara demokratis pun berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dengan demokratis juga.

Hal ini Indonesia tunjukkan dengan mengirimkan Nota Protes Diplomatik kepada Malaysia seperti yang pernah Indonesia lakukan pada masalah di Blok Ambalat. Seperti yang dijelaskan Deplu Indonesia pada saat itu Teuku Faizyah dimana Deplu sudah mengirimkan sebuah Nota Protes ke Kuala Lumpur. 

Nota Protes itu berisikan penegasan bahwa ketidaksetujuan Indonesia terhadap klaim Malaysia terhadap wilayah perairan di Blok Ambalat. Indonesia juga menegaskan bahwa wilayah Blok Ambalat secara legal adalah wilayah Indonesia sepenuhnya.

Nota Protes Diplomatik tersebut kemudian dilanjutkan dengan pertemuan – pertemuan teknis kedua negara. Pertemuan ini tentu saja karena kedua negara mengetahui bahwa tidak diperlukannya keterlibatan militer untuk menyelesaikan masalah Blok Ambalat ini. 

Mentri Luar Negeri yang bertugas saat itu Hasan Wirayudha juga menegaskan bahwa perundingan tersebut diadakan untuk mengurangi kehadiran kapal perang tidak penting di wilayah Blok Ambalat. 

Pada pertemuan tanggal 25-16 Mei 2005 Indonesia berunding dengan Malaysia agar pihak mereka mengakui keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan seperti yang tercantum di UNCLOS tahun 1982. Indonesia menginginkan agar adanya pemahaman yang sama diantara Indonesia dan Malaysia.

Dilihat dari dua  kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia saja sudah terlihat bagaimana garis besar politik luar negeri yang Indonesia ingin jalankan. 

Indonesia terlihat selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah yang terjadi secara diplomatik dan sebisa mungkin meminimalkan penggunaan militer dalam permasalahan yang ada. Penggunaan militer hanya dibatasi untuk tindakan prefentif saja bukan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.

Penyelesaian – penyelesaian secara diplomatis ini besar dipengaruhi oleh bagaimana Indonesia mengerti bahwa Malaysia adalah sekutu yang penting.

Sama – sama berstatus sebagai bagian dari ASEAN Indonesia tahu bahwa konflik yang terjadi dengan Malaysia akan berkaitan langsung dengan keberlangsungan ASEAN. 

Alasan – alasan dimana sebuah konflik bersenjata hanya akan menimbulkan banyak kerugian inilah yang membuat Indonesia berusaha untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan Malaysia selalu dengan cara yang Diplomatis.