Siapa sangka, sebuah band metal asal Garut, Jawa Barat ini telah melangsungkan tur Eropa pertamanya sejak pertama kali debut delapan tahun yang lalu pada 2014. Voice of Baceprot atau yang biasa disingkat sebagai VoB, pada awalnya merupakan kelompok musik yang dibentuk oleh anak sekolahan berumur 14 tahun yang mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiyah di sebuah desa di Garut. Band yang terdiri dari tiga anggota remaja perempuan ini beranggotakan Firdda Marsya Kurnia (Marsya) sebagai gitaris dan vokalis merangkap front liner, Widi Rahmawati (Widi) sebagai bassis, dan Euis Sitti Aisyah (Sitti) sebagai drummer.

Seperti para anak remaja berusia belasan tahun lainnya, Marsya, Widi, dan Sitti juga mengalami masa pencarian jati diri melalui eksplorasi hal-hal yang menarik. Di sekolahnya saat itu, mereka dikenal sebagai remaja perempuan yang sedikit ‘rebel’ dan bahkan tidak jarang menemui guru bimbingan konselingnya, Erza Satia yang saat ini justru menjadi mentor sekaligus manajer VoB. 

Erza yang kerap disapa Abah merupakan orang yang pertama kali mengenalkan alat musik kepada ketiga remaja perempuan anggota ekstrakurikuler teater tersebut sebagai bentuk penyaluran minat dan bakatnya melalui keikutsertaan mereka dalam festival-festival musik. 

Mereka bertiga secara ajaib sama-sama tertarik dengan musik-musik besutan System of A Down, Metallica, Red Hot Chili Peppers, Slipknot, Lamb of God, dan juga Rage Against The Machine yang beraliran cadas. Dari sanalah mereka mulai melakukan cover lagu-lagu idola mereka. Nama Voice of Baceprot juga muncul begitu saja, di mana ‘Baceprot’ dalam bahasa Sunda artinya adalah ‘berisik’, sesuai dengan jenis musik yang mereka gemari.

Pembentukan VoB yang dilakukan secara iseng-iseng ini ternyata memberikan dampak yang luar biasa besar. Diawali dengan unggahan cover lagu-lagu beraliran metal, trio ini berhasil menjadi bahan perbincangan surat kabar lokal maupun internasional seperti BBC, The New York Times, The Guardian, dan lain-lain. 

Sebuah majalah yang memiliki pembahasan terkait musik sejenis, Metal Hammer, bahkan menyebutkan bahwa VoB sebagai the Metal Band the World Needs Right Now. Dalam wawancaranya bersama Metal Hammer, Marsya menyebutkan bahwa tidaklah mudah menjaga eksistensi musik metal di Indonesia sebagai perempuan berhijab yang notabene merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Apalagi mereka lahir dan tumbuh besar di daerah Jawa Barat yang masih kental akan konservatisme dan juga budaya patriarki. 

Selama perjalanannya bersama VoB, Marsya mengungkapkan bahwa ia dan kawan satu grupnya sering mendapatkan tantangan dan bahkan ancaman pembunuhan jika mereka tidak segera membubarkan diri. Bahkan pada awalnya, mereka sempat berlatih secara diam-diam selama satu tahun karena adanya larangan dari orang tuanya setelah menghadiri pertunjukan pertama mereka dalam sebuah acara sekolah.

Dengan berbekal pengalaman-pengalaman pahit tersebut, anggota VoB justru semakin membulatkan tekad untuk menjunjung martabat perempuan, khususnya mereka yang berhijab, bahwa mereka mampu mengalahkan stigma negatif dari norma-norma berbasis gender yang sering kali mendiskriminasi kebebasan dan proses perkembangan para perempuan. Mereka menganggap bahwa jenis musik yang mereka bawakan tidaklah memberikan dampak negatif atas moralnya,

“What doesn’t kill us makes us stronger”, katanya.

Per tahun 2022, VoB telah merilis total empat karya, berjudul School Revolution (2018), God dan Allow Me (Please) to Play Music’ (2021), The Other Side of Metalism, dan [Not] Public Property. 

Selama perilisan karya-karya tersebut, VoB semakin mendapatkan eksposur baik di dalam maupun luar negeri. Karena mengusung tema yang sedikit berbeda dari kebanyakan musisi lainnya, VoB sempat menjadi perbincangan viral di dunia maya Indonesia walaupun tetap menimbulkan pro dan kontra. Selagi menikmati puncak popularitas tersebut, ketiga anggota VoB tidak lekas menyombongkan diri, justru memanfaatkan ketenaran tersebut untuk semakin gencar menyerukan isu-isu sosial dan perempuan melalui karya-karyanya. 

Lagu-lagu sarat kritikan sosial dan lingkungan yang mereka hasilkan berasal dari pengalaman dan juga keresahan-keresahan yang mereka alami, seperti ‘School Revolution’, ‘The Enemy of Earth is You’, ‘Perempuan yang Merdeka Seutuhnya’, dan banyak lainnya.

Dengan pengikutnya di Instagram sebanyak 164 ribu orang, @voiceofbaceprot yang mengawali karirnya di festival-festival lokal tanah Sunda, berhasil menggaet pendengar-pendengar mancanegara. 

Penampilan pembuka jalan mereka di tanah asing adalah di Haarlem, Belanda sebagai pemberhentian pertama tur Eropa mereka. Ya benar, tur konser yang mengelilingi dataran Eropa pada kuartal akhir tahun lalu yang melewati empat negara. 

Setelah rangkaian konser tersebut, tawaran-tawaran untuk tampil di festival-festival ternama di dunia tidak kunjung berhenti. Katakanlah festival Wacken Open Air di Jerman yang turut dihadiri oleh idola-idola mereka sendiri seperti Limp Bizkit dan juga Slipknot bulan Agustus mendatang. Lalu ada pula Valkhof Festival di Belanda, Colours of Ostrava Festival di Republik Ceko, The Deaf Institute di Manchester, dan juga Boston Music Room di London.

Lalu apa saja yang kita dapatkan dari perjalanan karir Voice of Baceprot ini? Kebersamaan, keberanian, revolusi mental, dan kenekatan yang berujung manis bagi ketiga gadis remaja asal Jawa Barat ini memberikan banyak sekali wawasan baru bagi pegiat ilmu sosial, pekerja seni, maupun masyarakat umum lainnya.

Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia berhasil membawa anak bangsanya untuk menunjukkan bakatnya sekaligus keberaniannya dalam menyerukan isu-isu substansif di sekitar kita. Dengan peleburan stigma negatif atas musik metal, Voice of Baceprot berhasil mengkampanyekan kesetaraan terhadap para perempuan sekaligus mempromosikan Indonesia ke kancah dunia internasional.

Well done, sisters!