Pada Sabtu 8 Oktober 2022 Sleman dikejutkan dengan kabar mahasiswa Fisipol UGM berusia 18 tahun yang meninggal setelah jatuh dari lantai 11 Hotel Porta, Colombo, Depok, Sleman. Polisi membenarkan bahwa siswa tersebut bunuh diri karena gangguan psikologis.
Kabar ini sangat ramai dan tersebar dimana-mana, terutama di jejaring sosial yang mengumpulkan komentar dari warga negara Indonesia. Banyak orang juga berspekulasi tentang apa yang sebenarnya memotivasi dia untuk bunuh diri. UGM sedang menyelidiki dan menyelidiki dalam kasus ini juga.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Kemasyarakatan, dan Alumni Arie Sujito mengatakan, korban memiliki masalah pribadi. “Kemarin kita memang berhadapan dengan fakta bahwa masalah ini benar-benar pribadi dan kita tidak ingin mengambil keuntungan darinya, tetapi pihak universitas menganggap ini masalah penting,” kata Arie kepada wartawan, Selasa (10/11/2022). Dalam kasus ini, universitas mencoba menawarkan pencegahan kepada mahasiswa, seperti diagnosis kepada mahasiswa.
Fakultas lain juga mulai melakukan ini. "Universitas berusaha untuk mencegah diagnosis situasi medis dan sosial baik pada keluarga maupun mahasiswa," katanya. “Dan sejujurnya, beberapa fakultas sudah mencoba menawarkan penyuluhan kepada semua orang karena mungkin saja kemungkinan (bunuh diri) bisa terjadi pada siapa saja,” imbuhnya. Oleh karena itu, Arie meminta dekan merumuskan langkah-langkah bantuan, selain itu pihak kampus akan memperkuat peran masyarakat.
Meninggalnya mahasiswa semester pertama di UGM menambah jumlah kasus bunuh diri di Indonesia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019, angka bunuh diri di Indonesia adalah 2,4 per 100.000 orang. Angka ini menunjukkan bahwa dua dari setiap 100.000 orang melakukan bunuh diri di Indonesia tahun ini.
Berdasarkan jumlah penduduk 270 juta jiwa, estimasi jumlah kasus bunuh diri tahun ini adalah 6480. Namun, dibandingkan dengan negara lain, Indonesia merupakan negara dengan angka bunuh diri yang relatif rendah.
Tapi kita juga tidak boleh meremehkannya. Saat tersiar kabar penyebab bunuh diri mahasiswa UGM ini, netizen pun semakin heboh dan berspekulasi serta mencari tahu apa yang menyebabkan mahasiswa tersebut depresi hingga bunuh diri. Sayang sekali, karena mahasiswa tersebut masih tergolong muda yaitu 18 tahun dan juga banyak yang mengatakan bahwa ia cukup pintar dan juga mahasiswa yang ceria.
Ada yang menduga karena masalah keluarga dan sebagainya. Diketahui mahasiswa UGM ini menemui psikiater, sehingga dapat disimpulkan bahwa ia menyimpan semuanya sendiri, yang kemudian membawanya ke puncak tanpa jalan keluar, sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Kehendak buta, hidup adalah kejahatan dan penderitaan, kecemasan dan ketiadaan
Dengan banyaknya kasus-kasus kriminal, bunuh diri dan kasus kejahatan lainnya membuat sebagian dari kita berpikir bahwa hidup hanyalah sebuah kejahatan dan penderitaan. Setiap orang yang mengalami kasus kejahatan sepenuh hidupnya akan merasakan penderitaan.
Sehingga membuat orang tersebut trauma yang bisa berakhir bunuh diri, atau bahkan memiliki dendam yang akhirnya ia juga akan melakukan kejahatan dan menimbulkan penderitaan bagi korbannya. Perputaran ini tidak akan berhenti, akan semakin berlanjut terus menerus jika kita sebagai manusia menganggap Hidup adalah Kejahatan dan Penderitaan.
Arthur Schopenhauer, salah satu filsuf paling terkenal, mengungkapkan pendapatnya tentang konsep "Hidup itu kejahatan dan penderitaan". Menurutnya, kehidupan manusia diatur oleh kehendak yang tak terbatas, sedangkan pemenuhannya terbatas. Akhirnya, kehendak membuat hidup manusia penuh dengan penderitaan, yang membuat manusia tidak bahagia.
Hidup dipandang juga sebagai rasa sakit. Rasa senang hanyalah ”tempat pemberhentian” sementara dari rasa sakit. Serta menurutnya hidup adalah sebuah peperangan, terjadinya berbagai konflik, kompetisi, dsb. Sejalan dengan ungkapan “homo homini lupus” yang berarti serigala bagi manusia lain.
Kegilaan merupakan cara menghindar dari ingatan penderitaan yang terlalu berat sehingga kesenangan muncul dalam hal-hal semu dan membayangkan hal yang sebenarnya tidak ada. Semakin tinggi tingkat organisme (dalam hal ini intelektual/akal budinya), semakin besar penderitaannya. Manusia pada akhirnya akan berhadapan dengan kematian yaitu “ajal yang mengerikan”
Pengaruh konsep Arthur Schopenhauer sendiri menjelaskan perbedaan antara satu orang dengan orang lain dalam cara mereka memandang dunia. Kehendak setiap orang berbeda-beda, sehingga berujung pada sumber penderitaan yang tak berkesudahan.
Kemajuan pengetahuan dan teknologi manusia yang membuat semakin berburu untuk mengejar kehendak untuk memuaskan kenikmatan fisik menambah derita manusia sendiri.
Kehendak buta juga merupakan salah satu istilah yang disebutkan oleh Arthur Schopenhauer, yaitu dorongan kehendak buta yang terus-menerus tanpa tujuan menembus berbagai bidang realitas. Kehendak buta juga bisa berupa nafsu dan naluri (buruk). Sama seperti kita benar-benar tahu di dalam hati kita bahwa itu tidak dibenarkan, tetapi kita mencari alasan untuk memperbaikinya.
Jika kita tidak dapat mempertahankan kemauan dalam diri kita masing-masing, itu akan menjadi bumerang bagi kita dan membuat orang lain kehilangan rasa hormat terhadap kita. Oleh karena itu, kita manusia yang berakal harus bisa mempercayai kehendak dan membedakan antara nafsu baik dan buruk.
Kecemasan dan Ketiadaan menurut Martin Heidegger yaitu menuju eksistensi yang otentik, manusia dihadapkan pada kecemasan. Kecemasan (Angst) adalah kondisi mencekam saat manusia berhadapan dengan ketiadaan (Das Nicht).
Objek kecemasan sesungguhnya adalah “tidak-ada”. Tetapi meskipun “tidak ada”, ketiadaan justru merupakan ancaman yang sangat nyata. Ketiadaan dapat menghancurkan segenap eksistensi, mengancam status dan posisi manusia dalam dunia. Sehingga manusia sangat pandai menutupi kecemasan dengan menggunakan suasana hati (Stimmung).
Alih-alih menyadari keterbatasan atau ketiadaan, manusia berusaha menghindari kecemasannya dengan membuat suasana hatinya sibuk dengan kesehariannya. Sehingga “lupa pada makna Ada” dan memilih larut dalam das mann (manusia membiarkan dirinya jatuh dan terperangkap dalam eksistensi yang sekedar mengikuti orang lain). Yang akhirnya menyebabkan puncak dari ketiadaan yaitu kematian.
Bunuh diri sebagai wujud dari kehendak buta, hidup adalah kejahatan dan penderitaan, serta kecemasan dan ketiadaan
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya seseorang yang merasa bahwa hidupnya hanyalah sebuah penderitaan, merasa cemas akan dirinya sendiri, serta mengikuti kehendak buta yang ada dalam dirinya akan berujung menghabisi dirinya sendiri atau memperlakukan orang lain dengan kurang baik
Mahasiswa UGM itu mengingatkan agar kita bisa lebih menjaga diri agar tidak hanya melihat penderitaan dalam hidup kita, tetapi masih banyak hal lain yang bisa kita syukuri. Mahasiswa UGM ini merasa menderita, sedih dan kecewa, namun sampai saat ini kita tidak tahu pasti mengapa ia menjadi depresi dan pergi ke psikiater.
Namun netizen menilai seorang mahasiswa UGM tidak memiliki tempat untuk mengungkapkan keluh kesahnya, ia selalu berusaha tampil "baik-baik saja" di depan orang lain dan selalu berusaha membahagiakan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri.
Tidak ada pembenaran atas apa yang dilakukan mahasiswa UGM itu karena bukan cara yang tepat untuk mengakhiri hidupnya, mungkin dia merasa bebas dan tidak lagi terbebani di dunia ini tapi kita tidak tahu di dunia selanjutnya. Ia juga tidak memikirkan perasaan keluarganya, orang-orang di sekitarnya yang sangat peduli dan menyayanginya.
Namun karena ia berpikir bahwa ia sendirian dalam setiap permasalahan yang ada, tidak bersyukur atas kehidupannya, dan menganggap hidupnya adalah penderitaan akhirnya membuat Mahasiswa UGM tersebut menutup mata dan telinganya sendiri.
Ia tidak mau tahu apa yang seharusnya bisa dilakukan untuk mengatasi penderitaannya selain mengakhiri hidupnya. Mungkin juga ia berpikir bahwa tidak ada lagi alasan untuk ia bertahan hidup sehingga menganggap bunuh diri adalah jalan terbaik.
Tentu saja orang-orang terdekat mahasiswa UGM itu merasakan kehilangan, apalagi ia dikenal sebagai sosok yang periang. Mungkin juga teman-temannya tidak melihat masalah pada siswa tersebut karena dia selalu menunjukkan sisi baiknya dan hanya menutupi semua penderitaannya dengan dirinya sendiri.
Dia lupa bahwa dia benar-benar ada di dunia ini dan tidak bisa lagi berpikir rasional, sehingga larut dalam kehendak buta dalam dirinya. Bisa jadi jika ia berbicara tentang masalahnya dan lebih terbuka, penderitaan yang dialaminya tidak akan begitu sulit karena akan ada orang lain yang dapat memberinya dukungan, dorongan dan nasehat agar ia tidak merasa sendiri.
Namun bagaimana lagi semuanya sudah terlambat, mahasiswa UGM itu mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya dan menganggap masalahnya sudah selesai.
Kesimpulan
Pandangan Arthur Schopenhauer memang menjelaskan bahwa ada pandangan bahwa hidup adalah sebuah kejahatan dan penderitaan serta adanya dorongan dari kehendak buta yang kita miliki, begitu pula dengan pandangan Martin Heidegger mengenai Kecemasan dan Ketiadaan.
Namun kita harus tetap ingat kita sepenuhnya bertanggung jawab pada diri kita masing-masing, jika kita bisa lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan lain mungkin kita tidak akan hanya terfokus oleh sebuah kesedihan dalam hidup kita.
Perlu kita ingat bahwa kita “ada” di dunia ini dan kita memiliki orang-orang yang menyayangi kita, yang peduli dengan diri kita agar kita pun tidak merasa sendirian yang mengakibatkan kita merasakan “ketiadaan”.
Kita juga sesama manusia, alangkah baiknya jika kita lebih peduli pada orang lain dan terutama pada diri kita sendiri. Berbagi cerita dengan orang lain membuat kita merasakan kehadiran orang lain dalam hidup kita, membantu kita tidak merasa sendirian, dan juga dapat memberikan nasihat ketika kita tidak tahu jalan keluarnya.
Tapi kita tetap perlu mengingat diri kita sendiri. Tentang betapa pentingnya tidak menutup diri. Mungkin suatu saat kita akan berada dalam keadaan tidak nyaman, namun kita sebagai manusia tidak bisa menghindari keadaan ini.
Mereka tidak harus selalu menjadi orang yang kuat, terkadang kita bisa menjadi lemah. Dengan bisa mengekspresikan diri dengan cara ini, kita bisa melepaskan emosi negatif dalam diri kita, sehingga mengurangi beban dalam diri kita.
Oleh karena itu, sebagai manusia, kita tidak hanya harus fokus pada penderitaan, tetapi kita juga harus memahami bahwa dalam hidup kita juga ada kegembiraan, bukan hanya penderitaan dan ketakutan. Masih banyak hal dalam hidup kita yang bisa kita syukuri.
Seperti halnya kita manusia harus memiliki keyakinan sendiri yang dapat kita gunakan sebagai pedoman hidup kita sendiri agar tidak terjerat dan larut hanya dalam penderitaan dan kecemasan, demikian pula kita dapat melihat bahwa hidup memiliki suka dan duka yang berimbang. tapi tergantung bagaimana kita menyikapinya.