Menanggapi tulisan Bang Edison Butar-butar, saya jadi tertarik untuk menelisik apakah homoseksualitas/LGBT memang secara alami adalah musuh kapitalisme. Karena Abang menggunakan jargon “perjuangan kelas”, “sosialisme” dan Marx, maka saya menganggap bahwa homoseksualitas dan sosialisme adalah musuh bersama kapitalisme. Jadi secara alami pula, sudah seharusnya (atau sewajarnya), sosialisme mendukung LGBT.
Benarkah demikian? Mari kita menengok sejarah para leluhur dan masyarakat sosialisme. Mohon maaf jika sumber yang saya gunakan adalah Wikipedia. Tetapi di laman tersebut ada beberapa referensi asal yang bisa dipakai juga.
Bapak sosialisme, Karl Marx dan Friedrich Engels, nyaris tidak pernah menyinggung masalah seksualitas, apalagi dalam konsep perjuangan kelas. Engels bahkan terang-terangan menganggap homoseksualitas sebagai warisan budaya Yunani kuno.
Tetapi ada beberapa tokoh sosialis dan anarkis non-mainstream yang menganggap kebebasan seksual (termasuk homoseksual) sebagai bagian dari masyarakat egaliter. Misalnya Charles Fourier, Oscar Wilde, Edward Carpenter dan Karl-Heinrich Ulrichs. Yang terakhir ini mengusulkan idenya pada Marx dan Engels. Engels menolaknya dengan jijik.
Negara sosialis pertama di dunia, Uni Soviet, setelah revolusi menghapuskan semua undang-undang peninggalan Tsar, termasuk yang mengkriminalisasi homoseksual. Tetapi hal ini semata dalam rangka penghapusan imperialisme, bukan pembebasan homoseksualitas itu sendiri.
Anehnya, pemerintah Stalin mengembalikannya ke dalam KUHP Soviet pasal 121 tahun 1933. Salah satu alasannya adalah anggapan bahwa homoseksualitas adalah budaya kaum fasis dan ningrat.
Bahkan setelah undang-undang itu dicabut pasca runtuhnya Uni Soviet, sikap terhadap homoseksual masih saja sama. Tidak ada homoseks yang terbuka (openly gay) yang menjadi pejabat publik atau tentara.
Tahun 2013, Duma (parlemen) meloloskan undang-undang yang melarang propaganda “hubungan seks yang tidak wajar” kepada anak-anak. Dengan semakin tegangnya hubungan dengan Barat, banyak orang Rusia menganggap LGBT sebagai pengaruh Barat untuk melemahkan negaranya.
Kuba memang mengkriminalisasi homoseksualitas sebelum revolusi 1959. Tetapi di masa itu, bordil gay merupakan bagian besar dari pariwisata seks di Kuba, untuk melayani wisatawan gay dari AS.
Malah setelah Fidel Castro berkuasa, kaum homoseks dianggap sebagai “antek imperialis” dan “anti-revolusi”. Baru belakangan ini saja, setelah ia pensiun, Castro meminta maaf atas sikapnya pada kaum homoseks di masa lalu. Sekarang homoseksualitas sudah dihilangkan dari hukum pidana Kuba.
China baru menghilangkan homoseksual dari hukum pidana tahun 1997, dan tidak dianggap lagi sebagai kelainan tahun 2002. Vietnam, meskipun tidak pernah mengkriminalisasi, melarang kumpul kebo apapun jenis kelaminnya sampai tahun 2000. Tetapi mereka berbalik drastis setelah tahun 2010, dan tahun 2015 mensahkan pernikahan sesama jenis.
Korea Utara tidak punya hukum yang melarang LGBT, tetapi jangankan soal homoseksual, saya juga bingung apa ada yang bebas di negara aneh itu. Albania terang-terangan melarang homoseksual sampai dengan runtuhnya komunisme. Jerman Timur juga tidak lagi mengkriminalisasi homoseks sejak 1967, tetapi melarang materi dan kegiatan homoseks dipublikasikan.
Negara dengan pemerintahan sosialis baru di Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia dan Uruguay memang sudah mencabut kriminalisasi LGBT, tetapi (kecuali Uruguay yang sejarahnya memang sekuler) pandangan negatif terhadap mereka tidak banyak berubah. Pengganti Hugo Chavez, Nicolas Maduro, kerap menyerang lawan politiknya dengan tuduhan gay.
Beberapa ormas dan partai sosialis/komunis di negara-negara kapitalis seperti AS dan Inggris ternyata juga mengawali hidupnya dengan menganggap homoseksualitas sebagai propaganda imperialis dan kapitalis. Baru setelah millenium ke-3 saja mereka mengubah pandangannya. Itupun tidak semua.
Pandangan bahwa homoseksualitas adalah “antek komunis” sebenarnya baru mengemuka ketika Hitler berkuasa di Jerman tahun 1933. Prinsipnya bukanlah untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja, tetapi pemurnian ras dan doktrin. (Ingat, Nazi adalah partai sosialis.) Menjelang Perang Dingin tahun 1950-an di AS, Senator Joseph McCarthy dengan McCarthyism-nya yang terkenal kontroversial itu kembali menggembar-gemborkan pandangan ini.
Menurut saya, hipotesis Bang Edison bahwa perjuangan kaum LGBT masih ‘terpisah’ dari perjuangan kelas melawan kapitalisme ada benarnya. Saya melihat homoseksualitas/LGBT hanyalah isu ‘seksi’ yang digunakan baik kaum sosialis maupun kapitalis untuk menarik simpati sesuai perkembangan jaman, entah itu pro atau kontra. Tetapi mengatakan homoseksualitas adalah musuh alami kapitalisme rasanya agak kurang tepat.
Seperti kata Paus Fransiskus, homoseksual dari jaman kuda gigit besi juga sudah ada. Artinya kalau mau dikaitkan dengan pendekatan historis Marx, variasi seksual sudah ada sejak jaman pra-industri, di mana kelas-kelas masyarakat masih berbeda dengan kelas buruh vs majikan. Dengan kata lain, seksualitas, apapun variasinya, tidak melulu berkaitan dengan kapitalisme, atau bahkan paham politik apapun juga.
Saya harus jujur mengatakan bahwa dalam beberapa hal, saya berbeda jalan dengan Bang Edison. Apakah orang-orang LGBT harus dibebaskan dari diskriminasi? Tentu saja. Apakah pasangan sesama jenis boleh menikah dan mengasuh anak? Saya tidak sependapat, tetapi saya tidak merasa perlu berbantah-bantah. Ini lebih ke arah konsep saya tentang pernikahan dan keluarga. Saya bukan pemerintah, apalagi Tuhan.
Apakah perlu ada keadilan sosial? Setuju sekali. Penghancuran strata dan sekat antar kelas? Yes. Apakah itu berarti menghilangkan perusahaan swasta? Hati-hati dengan definisi ini. Korea Utara menganggap orang yang berkebun di rumahnya sendiri sebagai kapitalis. Nanti semua start-up business rintisan anak muda miskin yang kemudian berkembang besar dianggap sebagai penindas juga.
Mungkin kalau bisa saya simpulkan sedikit, apapun itu, pangkalnya adalah bagaimana kita memanusiakan sesama manusia. Paham boleh saja beragam, ada kalanya mereka bersatu, lain waktu berpisah jalan. Tetapi seperti kata Kingsley Shacklebolt dalam buku Harry Potter, “Kita semua adalah manusia, dan semua manusia layak untuk hidup.”
Saya rasa demikian saja Bang, sedikit masukan dari saya. Monggo kalau ada pengetahuan Marxisme saya yang perlu dikoreksi. Salam.