Jika mendengar kata feminisme ingatan kita akan lansung merujuk pada sejarah gerakan perempuan pada abad ke 19. Sejarah perjuangan perempuan agar mendapat hak pilih, haknya sebagai manusia yang setara dengan laki-laki, tidak dimarginalkan, tidak disubordinasi dan tidak di diskriminasi.
Femisnisme sendiri berasal dari bahasa latin yang artinya sifat keperempuanan. Feminisme berarti sebuah ideologi yang memperjuangkan hak-hak setiap perempuan.
Kualitas-kualitas perempuan secara alamiah dibangun berdasarkan lingkungan yang diciptakan sesuai dengan jenis kelamin. Hal ini dikatakan oleh Mahatma Gandhi sebagai ‘’beban jenis kelamin yang menggantung di leher seseorang.
Kapasitas diri sebagai manusia yang merdeka dibatasi oleh ketentuan jenis kelamin yang melekat. Marginilisasi perempuan juga diperkuat oleh kultur masyarakat, tafsiran agama hingga negara.
Tindakan ini mengharuskan perempuan menjaga dapurnya agar tetap berasap. Akibatnya banyak perempuan yang rentan mendapat kekerasan secara fisik, verbal, pelecehan, hingga pemerkosaan. Baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat hingga tempat kerja.
Kapitalisme dalam tubuh feminisme
Penyebaran paham feminisme di wilayah dunia menunjukan peningkatan kesadaran terhadap ketertindasan perempuan semakin meningkat. Bentuk-bentuk penindasan perempuan pun semakin beragam lewat hegemoni kapitalis tentang nilai-nilai perempuan. Membuat perempuan semakin terperosok dalam jurang penindasan.
Meskipun telah banyak perempuan menempati ruang public, menjadi tenaga produktif, penindasan terhadap perempuan tak terhindarkan, bahkan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Seperti upah murah, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di tempat kerja, pelecehan, pemerkosaan hingga eksploitasi tubuh perempuan untuk mengakumulasi kekayaan kapitalis. Kekerasan yang banyak terjadi ini tidak membuat kapitalis untuk bertanggungjawab.
Kebebasan berekspresi, kesetaraan hak sebagai manusia yang kemudian digaungkan oleh paham feminisme ini mendapat sambutan hangat di setiap kalangan perempuan. Mendapat tempat khusus di hati perempuan. Karena memang dalam sejarah perkembangan manusia perempuan selalu menjadi kalangan yang tertindas, dimarginalkan, dijadikan sebagai budak seks.
Bahkan dalam sejarah kelamnya kaum perempuan, setiap kelahiran perempuan langsung di bunuh karena di anggap sebagai kaum pembawa sial.
Kondisi demikian tentunya tidak diinginkan oleh perempuan siapa saja. Baik yang berkulit putih atau pun hitam. Setiap perempuan mendambakan kebebasan dalam berekspresi, berpakaian bahkan berpikir. Tanpa harus dibatasi oleh kultur budaya, agama dan negara.
Feminisme ini hadir sebagai ideologi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang mengalami ketertindasan baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun tempat kerja. Dalam perkembangan gerakan feminisme tentunya hak-haknya sebagai manusia yang merdeka telah dicapai dalam persatuan pengorganisasian feminis lewat pembentukan pengadilan internasional tentang kejahatan terhadap perempuan pada 1976, meskipun tidak sepenuhnya hingga saat ini.
Lalu bagaimana sebenarnya kapitalis mampu memasuki paham feminisme untuk tetap mempertahankan penindasan dan ekploitasi terhadap perempuan? Lewat modal kebebasan berekpresi menjadi senjata utama kapitalis untuk tetap eksis dalam mencapai Hasrat mengakumulasi kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Hal ini membuka jalan kapitalis menjadikan perempuan sebagai target pasar baru.
Perkembangan teknologi dan informasi juga mempengaruhi cara pandang perempuan dalam berpikir, berpakaian dan bertindak. Perempuan juga mempunyai kebebasan atas tubuhnya sendiri.
Feminisme dalam memperjuangkan hak-hak perempuan agar tidak menjadi bahan diskriminasi, namun dalam waktu bersamaan feminisme justru membiarkan kapitalisme mengendap secara diam-diam menjadikan feminisme menemui jalan akhir untuk keuntungan bagi kapitalis.
Pada tingkat ini kapitalis mendapat dukungan dari perempuan, juga menjadi pelaku pasar untuk kapitalis. Dalam waktu bersamaan perempuan menjadi sasaran serangan dan penganiayaan oleh masyarakat yang konservatif.
Perempuan mengkonsumsi pandangan feminism tentang cara berpakaian, cara berpenampilan ini justru membawa perempuan menjadi masyarakat yang konsumerisme. Perempuan yang konsumerisme ini membuat pola diskriminasi baru terhadap perempuan. Sebagai sasaran komoditas kapitalis untuk semakin mendapat keuntungan lewat eksploitasi tubuh perempuan.
Industry pornografi, nilai-nilai kecantikan (putih, lansing, mancung, rambut lurus) turut menjadi senjata kapitalis dalam mengeksploitasi tubuh perempuan. Namun masalah ini justru dinormalisasikan oleh kebanyakan paham feminis sebagai suatu kebebasan individu. Kekuatan ini semakin mendorong perempuan hidup dalam nilai euphoria.
Kekerasan terhadap perempuan tidak serta merta berakhir setelah memasuki era ekonomi kapitalisme. Sebaliknya perempuan justru menjadi sasaran komoditas setelah SDA.
Kita menyaksikan kekerasan terhadap perempuan lewat modal kebebasan tanpa batas tertanam dalam kebanyakan masyarakat modern. Kondisi ini juga melambangkan ketidakritisan kita terhadap berbagai pola diskriminasi yang dilakukan oleh kapitalisme.
Karena ingin tetap mengikuti kemajuan jaman, maka kapitalisme semakin menjerat perempuan dalam nilai-nilai yang ditanamkan. Tentu setiap kehidupan kita tidak terlepas dari system kapitalisme yang mengikat hari ini. kita semua hidup dalam control penuh system kapitalisme.
Kita mengkonsumsi setiap produk ciptaan kapitalisme yang menjadi bagian dari kebutuhan. Namun bukan berarti menjadi bagian dari masyarakat yang konsumerisme. Kita harus menjadi lebih kritis dalam menggunakan produk kapitalis sesuai dengan kebutuhan, bukan sesuai dengan keinginan.
Semakin besar daya konsumirisme, semakin besar pula akumulasi kekayaan di dapatkan oleh kapitalis. Dan kita semakin tidak menjumpai jalan akhir dari keinginan. Keinginan baru akan dilandasi oleh keinginan-keinginan yang baru.