Dalam penulisan esai ini, penulis tidak membahas mengenai teori-teori, prinsip-prinsip maupun ajaran-ajaran mengenai ilmu politik. Penulis di sini hanya memberikan pandangan pribadi penulis sebagai bagian dari generasi muda Indonesia yang masih belum pernah berpartisipasi langsung dalam kegiatan-kegiatan yang berbaur partai politik apa pun di Indonesia.

Sehingga, pandangan penulis berupa sebuah pandangan netral yang mana tidak bisa menggambarkan seluruh persepsi generasi muda Indonesia, tetapi setidaknya bahwa penulis adalah bagian dari mayoritas generasi muda Indonesia, di mana masih belum tersentuh secara langsung doktrin ataupun kepentingan dari partai politik apa pun di Indonesia. 

Penulis pribadi setuju dengan pernyataan bahwa adanya peningkatan sikap apatis masyarakat terhadap partai politik serta sejumlah survei yang menunjukkan kecenderungan semakin rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik. Penulis sendiri semakin sering membaca berita-berita negatif partai politik sehingga juga mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kepercayaan penulis terhadap partai politik.

Hal ini bukan karena adanya inisiatif penulis sendiri dalam menggali berita-berita partai politik, akan tetapi hal ini karena semakin meluasnya penyebaran berita-berita partai politik baik positif maupun negatif di media internet. Contohnya Facebook yang merupakan salah satu media yang semakin mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.

Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ketika menggambarkan partai politik maka selalu diidentikkan dengan “korupsi”. Hal ini tidak hanya serta merta merupakan pandangan penulis pribadi, tetapi juga merupakan pandangan teman-teman nongkrong penulis, tetangga-tetangga, kolega-kolega kerja penulis maupun pedagang-pedagang kaki lima yang penulis jumpa di jalanan.

Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik justru tidak menyurutkkan jiwa masyarakat untuk berpartisipasi dalam peta perpolitikan di Indonesia, justru karena semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik memunculkan gerakan-gerakan.

Salah satunya adalah yang sering dikenal dengan deparpolisasi, yaitu istilah yang sebelumnya sangat heboh ketika munculnya Teman Ahok yang ingin mencalonkan gubernur favoritnya Bapak Ir. Basuki Tjahja Purnama alias Ahok (Gubernur DKI Jakarta saat ini) melalui jalur independen sebagi calon gubernur petahana pada pemilu 2017.

Teman Ahok merupakan bukti nyata menurunnya tingkat kepercayaan generasi muda terhadap partai politik dan juga merupakan bukti konkret bahwa generasi muda semakin partisipatif dalam dinamika perpolitikan di Indonesia, terutama karena sebagian besar relawan Teman Ahok merupakan pemuda.

Meskipun kemudian Bapak Ahok memutuskan untuk maju melalui jalur partai politik, namun dukungan relawan Teman Ahok tidak berhenti begitu saja karena kerja keras relawan yang berhasil mengumpulkan 1 juta KTP menjadi sia-sia, justru relawan Teman Ahok masih tetap aktif dalam mendukung gubernur favoritnya Bapak Ahok beserta partai politik pengusung sebagai calon gubernur pada pemilu tahun 2017.

Teman Ahok membuktikan bahwa sekuat apa pun dan sedominan apa pun sebuah partai politik, tetapi adanya seorang figur yang dipandang berintegritas dan memiliki kinerja kerja di pemerintahan yang bagus dapat melenyapkan dominasi partai politik tersebut.

Kemudian terdapat sebuah hal yang menarik karena ketika Partai Golkar memutuskan untuk mengusung Bapak Ahok sebagai calon gubernur untuk pemilu tahun 2017, stigma negatif penulis dan kawan-kawan penulis terhadap Partai Golkar karena skandal sebelumnya berubah drastis.

Hal ini membuktikan bahwa besarnya pengaruh integritas dan kinerja kader politik terhadap reputasi partai politik itu sendiri, meskipun Bapak Ahok bukan merupakan kader Partai Golkar tetapi dukungan Partai Golkar terhadap Bapak Ahok telah mengurangi stigma negatif Partai Golkar.

Meskipun penulis sendiri tidak tahu bahwa fakta sebenarnya antara Teman Ahok, partai-partai pendukung Bapak Ahok dan Bapak Ahok sendiri terdapat perjanjian seperti apa, namun penulis sebagai masyarakat biasa justru tidak ingin mengetahui banyak, yang penting kinerja era pemerintahan Bapak Ahok telah membuktikan, dan penulis yang sama dengan kebanyakan masyarakat pada umumya hanya membuat keputusan penilaian dengan melihat dari luar saja.

Penulis tidak bermaksud mencantumkan keterangan tendensius dalam tulisan esai ini, namun penulis menggunakan berita Teman Ahok sebagai sebuah analogi atas kenyataan bahwa partisipasi generasi muda Indonesia dalam peta perpolitikan Indonesia justru semakin meningkat dan bukan apatis, serta sedominan apa pun sebuah partai politik tetap akan kalah dengan seorang figur yang benar-benar telah dipercayai masyarakat.

Selanjutnya penulis ingin memberikan gagasan penulis mengenai hal apa yang dapat dilakukan partai politik baru yang saat ini masih bebas dari stigma negatif. Perlu diketahui bahwa partai baru tidak memiliki stigma negatif karena belum ada kader partai politik baru saat ini.

Contohnya Partai Solidaritas Indonesia yang baru terbentuk, yang duduk di bangku pemerintahan. Namun, cepat lambat stigma negatif tetap akan muncul ketika adanya kader partai baru yang duduk di bangku pemerintahan. Meskipun hal demikian tidak bisa dihindari, akan tetapi bisa diminimalisir.

Dalam esai ini, penulis ingin menyarankan bahwa partai baru untuk melakukan terobosan dengan meninggalkan bentuk-bentuk kampanye yang biasa dilakukan oleh partai-partai besar, seperti pengadaan acara dengan berbagai bentuk gotong royong yang disertai undian untuk menarik partisipasi masyarakat, acara selebrasi di gedung-gedung hotel mewah, maupun pembagian uang kepada masyarakat, dan lain-lainnya yang bersifat gratifikasi ataupun kemewahan.

Sebagai partai baru tentunya ada kelemahan, terutama industri saluran televisi di Indonesia didominasi oleh kader-kader partai tertentu yang senantiasa dapat mempromosikan partainya sendiri dengan biaya yang tentu bisa dinego. Namun, sebelumnya Teman Ahok telah membuktikan bahwa ketenaran dan dominasi sebuah partai politik dapat dikalahkan oleh kekuatan relawan yang tidak mengharapkan imbalan apa pun.

Teman Ahok membuktikan bahwa dinamika politik bisa terjadi kapanpun di Indonesia dengan adanya inovasi-inovasi baru. Penulis melalui esai ini, menyarankan partai politik baru untuk meningkatkan partisipsi pemuda dalam partai politik dengan cara menjadikan partai politik tersebut dengan membentuk image dan reputasi sebagaimana sebuah organisasi kemanusiaan.

Partai baru dalam hal ini tidak perlu mengeluarkan dana yang besar untuk kampanye ataupun promosi partai itu sendiri dengan visi-misi dan lain-lainnya. Akan tetapi partai baru dapat mempelopori kegiatan-kegiatan amal berupa bantuan ke panti asuhan, pemberian penyuluhan pendidikan.

Renovasi rumah masyarakat miskin kurang layak serta kegiatan-kegiatan kemanusiaan lainnya dengan mengajak pemuda-pemuda yang merupakan masyarakat umum (nonpartai) untuk berpartisipasi di mana masyarakat yang mampu secara ekonomi dapat mendonasikan uang ataupun barang-barang sedangkan yang lain dapat mengeluarkan tenaga, bukanlah mengandalkan dana yang disediakan partai karena sebanyak apa pun dana partai tidak akanlah cukup.

Kegiatan kemanusiaan demikian hendaknya diadakan sesering mungkin, bukan bersifat sporadis namun secara rutin baik itu mingguan maupun bulanan, mengingat Indonesia merupakan negara yang sangat luas.

Pengiklanan yang dilakukan oleh partai sebaiknya didominasi oleh ajakan ataupun undangan kepada masyarakat untuk berkontribusi dengan turut serta dalam kegiatan amal yang diadakan partai, bukanlah imbauan lain, promosi janji-janji partai yang tidak ada aksi nyata ataupun kritik-kritik terhadap pemerintah.

Justru hal tersebut hanya akan membuat partai tersebut dipandang sebagai bagian dari NATO (No Action, Talk Only), di mana NATO tidak akan mendapatkan dukungan masyarakat yang sebenarnya. Penulis sendiri optimis bahwa kegiatan amal yang dilakukan oleh partai akan mendapatkan banyak dukungan pemuda terutama mahasiswa-mahasiswi yang ke depannya akan meneruskan pembangunan bangsa.

Partisipasi mahasiswa-mahasiswi adalah sebuah kickstart yang dapat dilakukan partai baru karena saat ini banyak mahasiswa-mahasiswi yang terlibat dalam kegiatan kemanusiaan yang difasilitasi kampus ataupun atas inisiatif mahasiswa-mahasiswi itu sendiri.

Melakukan hal demikian tidak hanya membuat partai politik baru menjadi lebih kontributif terhadap pembanguan sosial Indonesia secara nyata tetapi di sisi lain partai politik baru akan mendapatkan kesetiaan dari pendukung baru karena akan dikenal sebagai partai yang tidak mendambakan kekuasaan di pemerintahan tetapi benar-benar ingin membangun bangsa.

Mungkin saran penulis kedengaran terlalu sederhana, namun aksi yang sederhana ini apabila dilakukan dengan optimal dan secara terus menerus (menjadikan sebagai kegiatan utama partai) maka akan memberikan hasil yang luar biasa bagi kredibilitas partai.

Kegiatan demikian yang diadakan partai harus disosialisasikan secara intensif, karena masih banyak generasi muda yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan tetapi tidak tahu harus memulai dari mana dan dengan siapa.

Demikianlah esai yang ditulis oleh penulis, sebagai seorang pemuda, sebagai seorang mahasiswa yang melihat partai politik dari luar. Sebuah pandangan pribadi penulis dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan terhadap pandangan dari orang-orang di sekitar penulis yang merupakan masyarakat biasa.

#LombaEsaiPolitik