Yups, saat saya menulis kata Harvard, kita semua tentu tahu, bahwa itu adalah salah satu Universitas Terbaik dunia saat ini. Website resmi THE WUR (World University Rangkings) tahun 2023 menempatkan Harvard University di urutan ke-2 setelah University of Oxford dari 1,799 universitas yang tersebar di 104 negara. Menariknya, salah satu indikator penilaian tersebut adalah sumbangsih penelitian yang relevan.
Penelitian, sederhananya adalah proses pengumpulan, pengolahan serta analisis data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan sebuah masalah. Tentang definisi aslinya, kamu boleh membacanya di buku-buku metode penelitian. Karena saya tidak sedang mengkuliahkan kamu tentang metodologi penelitian.
Jum’at pagi 2023, menjelang jam 10:25 WIB, saya membaca beberapa artikel menarik di CNBC yang membahas tentang Psychology and Relationships. Lalu, muncullah sebuah artikel yang mengalihkan pandangan saya. Judulnya “An 85-year Harvard study found the No. 1 thing that makes us happy in life: It helps us ‘live longer’”.
Artikel yang dipublish pada Jum’at 10 Februari 2023 tersebut, merupakan hasil pikiran dari penelitian Robert Waldinger dan Marc Schulz, kolaborasi apik antara seorang professor psychiatry dan seorang peneliti adult development yang juga penulis buku “The Good Life”
Nah, tentang pertanyaan “What makes us happy in life?” kita semua mendapat jawaban yang beragam dari setiap orang.
Para sufistik menjawab, kebahagiaan ditemukan saat dirimu tenggelam dalam lautan cinta kepada Tuhan. Para penganut filsuf stoic menjawab, kebahagiaan hidup ditemukan saat kamu tidak berkeinginan untuk tidak mengontrol apa yang tidak bisa kamu kontrol.
Pembaca buku Ikigai dari Miralles dan Garcia akan mengatakan, kebahagiaan bukanlah kemampuan mendapatkan yang paling banyak, tapi kemampuan untuk menghabiskan banyak waktu membiarkan dirimu ‘mengalir’.
Para motivator mengatakan, kebahagiaan memang bukan banyaknya uang yang kita punya, tapi tanpa uang, kita tidak akan bahagia.
Tidak ada yang salah dari semua jawaban di tiga paragraf sebelumnya. Karena, setiap orang akan berkata sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang ia dapatkan. Entah itu melalui bacaan atau mengalami secara langsung.
Harvard University, melalui Robert Waldinger dan Marc Schulz meneliti tentang apa yang membuat manusia bahagia, selama 85 tahun. Penelitian yang dimulai sejak tahun 1938 ini mengumpulkan 724 orang dari seluruh dunia untuk bertanya secara detail tentang kehidupan mereka.
Hasilnya adalah, jawaban yang paling konsisten bukanlah capaian karier, uang, atau olahraga, melainkan “Positive Relationships”. Membangun hubungan positif dengan orang lain akan membuat kita lebih bahagia, lebih sehat, dan hidup lebih lama.
Wow, sebuah kata yang sedari dulu menjadi budaya kita di Indonesia, yang kita namakan “gotong royong”. Lebih lanjut, sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa melakukan apapun secara sendirian, kita butuh orang lain untuk saling membantu. Dan dalam sebuah hubungan yang positif, menurut Robert dan Marc, kuncinya ada tujuh.
Pertama, Safety and Security; Siapa yang kamu butuh saat takut atau mendapatkan masalah?. Kedua, Learning and Growth; siapa yang mendorongmu mengejar mimpi? Ketiga, Emotional closeness and Confiding; Siapa yang tahu tentang kamu, dan pada siapa kamu bercerita saat sedih? Keempat, Shared experience; pada siapa kamu berbagi pengalaman? Kelima, Romantic Intimacy; dengan siapa kamu merasa romantis dalam hidup? Keenam, Help; siapa yang kamu butuh untuk menyelesaikan masalahmu, dan ketujuh, Fun and Relaxation; siapa yang membuatmu tertawa dan menonton bersama?
Tujuh kata yang menjadi support manusia bahagia ini, bukan hanya dipraktekan pada sesama manusia. Sesuai adat ketimuran, saya merasa, ini juga bisa dipakai untuk membangun hubungan positif dengan Tuhan. Mungkin, itu yang dimaksud para sufistik tadi, hubungan positif dengan Tuhan, membuat mereka tenggelam dalam cinta kepada-Nya. Tentu, setelah kita memenuhi kewajiban sebagai manusia.
Para penganut stoic, mereka telah membangun hubungan yang positif dengan diri mereka sendiri, bersahabat dengan diri mereka, akhirnya lebih banyak mengevaluasi diri ketimbang berusaha membicarakan kekurangan orang lain yang tidak bisa mereka kontrol.
Para pencari Ikigai, mereka juga menemukan ikigainya masing-masing dan membangun hubungan positif dengan ikigai mereka, baik dalam passion, mission, vocation, dan profession. Hingga bersamaan dengan itu, diri mereka mengalir tanpa terdistrak dengan apapun.
Pun para motivator, mereka membangun hubungan positif dengan pengalaman apapun yang mereka dapatkan. Entah itu pengalaman yang buruk ataupun yang baik, sehingga menjadi pelajaran para pendengarnya.
Kabar baik dari Harvard ini, akhirnya membuat kita sadar, bahwa selama ini, kita telah kehilangan hubungan positif. Ada orang tua yang telah kehilangan hubungan positif dengan anaknya, begitupun sebaliknya. Ada tetangga yang kehilangan hubungan positif dengan tetangganya.
Ada teman yang kehilangan hubungan positif dengan temannya. Ada saudara yang kehilangan hubungan positif dengan saudaranya, dan ada kamu yang kehilangan hubungan positif dengan aku. Hehehe. Just kidding.
Kabar baik dari Harvard ini, bisa menjadi perenungan kita bersama untuk kembali menyadari, betapa pentingnya membangun hubungan positif dengan sesama manusia, alam semesta dan Tuhan.
Membuat kita mengerti. bahwa satu-satunya yang layak dibenci di dunia ini, adalah benci (hubungan negatif) itu sendiri. Dan satu-satunya yang layak kita cintai adalah hubungan positif (Cinta) itu sendiri.
Baiklah, kalau kamu sudah membacanya, maka mari, kita bangun hubungan positif antara kita. Kita bangun sebuah dunia, di mana semua orang layak hidup bahagia. Kita bangun dunia yang penuh rasa aman, nyaman dan toleran. Saya pikir, itulah kebahagiaan!
Salam!