Dalam masa pembangunan saat ini, Indonesia berorientasi kepada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu tujuannya adalah memperbaiki serta membangun negara ini dalam bidang perekonomian dengan harapan mampu bersaing di tingkat internasional. Pembangunan infrastruktur di setiap pedesaan yang ada di seluruh Indonesia merupakan bukti nyata bahwa pemerintah bertanggung jawab atas tugas yang diembannya.
Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam membangun infrastruktur desa merupakan suatu apresiasi di mana upaya pemerintah ditunjukkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, tanpa memandang perlu melakukan perubahan-perubahan penting dan substansial terhadap struktur sosial dan pemilikan tanah.
Pembangunan infrastruktur desa bukanlah hanya sebatas janji manis pemerintah saja, tetapi kita bisa lihat impormasi dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia bahwa setiap tahunnya pemerintah pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada tiap desa.
Keberhasilannya tersebut tentu telah banyak manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, terlebih lagi masyarakat Papua yang selama ini luput dari perhatian pemerintah. Masyarakat Papua yang puluhan tahun terzalimi oleh bangsanya sendiri, akhirnya di masa kepemimpinan Bapak Jokowi, mereka mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Mulai dari pemerataan harga bahan pangan, BBM, pelayanan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur yang merata.
Secara kasat mata, kebijakan dalam kepemimpinan Presiden Jokowi, mulai dari pembangunan jalan tol, pembangunan infrastruktur di tiap desa, pembangunan beberapa bendungan air di tiap daerah, dan pemerataan harga BBM di seluruh penjuru nusantara, layak diacungkan jempol.
Merujuk dari program kinerjanya, Jokowi adalah sosok pemimpin yang berwibawa, pemimpin yang mempunyai elektabilitas tinggi. Lewat prinsip kerja nyatanya mampu menggalang banyak orang.
Tapi apakah ia telah menjawab inti dari permasalahan yang dihadapi bangsa ini? Apakah telah berhasil mengantarkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang sejahterah, masyarakat yang berkeadilan sosial sebagaimana yang diamanatkan oleh nilai-nilai pancasila?
Penulis pikir, sampai saat ini, Indonesia masih dipenuhi dari berbagai ragam masalah dan masyarakat yang sejahterah, damai, tenteram, masih hanya sebatas mimpi belaka. Berbicara masalah, tentu datang dari berbagai sisi, mulai dari politik, agama, teroris, isu SARA, ekonomi, dan pendidikan yang buruk.
Oleh karena itu, bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin yang berintegritas tinggi, kaya akan pengetahuan, bijaksana, serta mampu memprioritaskan apa yang menjadi inti dari permasalahan yang dihadapi bangsa ini untuk segera diselesaikan.
Memahami seorang Jokowi, ia adalah salah satu pemimpin terbaik bangsa ini. Datang dari kalangan orang biasa. Penampilannya yang sederhana membuat ia dikagumi banyak orang awam. Kekaguman tersebut semakin hari semakin bergeser hingga membius sebagian besar orang-orang yang memiliki nama, meskipun pada dasarnya mereka kagum berdasarkan prinsip hidup seadannya, yaitu dalam kaca perpolitikan adalah mencari yang terbaik dari yang terburuk.
Jokowi sebagai pemain catur adalah orang yang cerdik, petarung, butuh pertimbangan untuk mengalahkannya. Dalam struktur catur, ia sebagai raja yang penuh karisma, strateginya sulit dibaca, hingga musuh buntuh memahami gerak-geriknya. Ia menyerang secara tiba-tiba tanpa lawannya menyadari, itulah jati diri seorang Jokowi.
Tapi sebagai raja yang disegani,ia gagal melindungi pionnya. Ia sebagai raja hanya dapat mempertontonkan pionnya dicabik-cabik sebegitu hina. Ketika dibenturkan dalam kedudukan, katanya; raja hanya dapat duduk dalam singasana. Ia tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya menyaksikan pionnya di perlakukan secara tidak adil dan sadis, ditambah lagi kebebasan sang raja hanya dapat selangkah untuk melangkah dan sudah menjadi hukumnya.
Begitulah penulis memandang seorang Jokowi dalam kebijaksanaannya memimpin. Sebab satu orang yang benar lebih berharga dari seribu orang yang bodoh. Jadi, selama hukum di negeri ini belum ditegakkan, maka tidak ada artinya segala kebijakan yang telah diperbuat.
Apa rasanya makanan enak jika kita berada di bawah tekanan, ancaman, dan perlakuan diskriminasi untuk menikmati hidangan tersebut? Terlebih lagi seorang raja dengan segenap kebijaksanaannya tidak boleh intervensi terhadap hukum yang lebih memprioritaskan jumlah dibandingkan kebenaran dan fungsi serta tujuan hukum itu sendiri.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau bersuara terhadap mereka yang benar. Pemimpin yang tidak mempersoalkan jumlah akan tetapi melihat kebenaran meski dengan jumlah yang jauh lebih kecil. Pemimpin yang memihak kepada mereka yang teraniaya oleh ketidakadilan tanpa harus melihat perbedaan.
Itulah pemimpin sejati, pemimpin yang mau menegakkan hukum itu seadil-adilnya. Berdasarkan hal itu, kepada bapak yang terhormat; Jokowi, tegakkanlah hukum di negeri ini, maka engkau akan kuangkat menjadi manusia setengah Dewa.