“Sebenarnya kaum perempuan dalam politik memiliki peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itulah peluang tersebut harus mampu diisi dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.” ~ Jenny RL Berutu saat konfrensi pers di Kabupaten Pakpak Bharat.
Menuju Senayan bukanlah suatu perkara mudah, bukan pula perjuangan yang singkat. Seseorang yang berniat mengabdi kepada masyarakat juga harus mampu menghimpun dan menjaga konstituennya di daerah pemilihan (dapil) di mana dia ditetapkan, tidak terkecuali calon perempuan.
Politik dan perempuan menjadi dua dimensi yang tabu untuk dipersatukan, apalagi di beberapa negara tertinggal atau berkembang. Mungkin di negara maju, perkembangan atas feminisme sudah menuju tahap penyempurnaan. Namun jika kita melihat secara jujur, seperti halnya di Indonesia, terlihat masih sebatas prosedural.
Peraturan atas pemenuhan kuota perempuan di partai politik yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 menghidupkan asa, asa atas ruang partisipatif perempuan dalam proses pengambilan keputusan yang kemudian dapat mengakomodir kepentingan perempuan di dalamnya.
Namun pada realitasnya masih banyak dari para calon perempuan yang kemudian menjadi “permainan” dari sebuah partai politik yang hanya untuk melengkapi kuota saja agar partai dapat memenuhi aturan Zipper System yang mengatur setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan.
Kemudian yang menjadi perhatian penting dalam kondisi seperti ini adalah seberapa banyak calon perempuan yang akan memperjuangkan hak dari konstituennya dan kepentingan masyarakat seluruhnya dibanding dengan jumlah calon perempuan yang mencalonkan atas kebutuhan jumlah keterwakilan perempuan saja di partai politik.
Kesetaraan Hak Politik Perempuan
Berbicara kepentingan perempuan dalam kaitannya dalam ranah publik dan politik menjadi suatu hal yang urgent dan belakangan ini menjadi isu yang hangat dibahas di ranah publik, sebagaimana pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Komnas Perempuan pernah merilis data tentang kekerasan terhadap perempuan seperti berikut ini: pada tahun 2015, sebanyak 6.499 kasus; tahun 2016, 5.785 kasus; dan pada tahun 2017, tercatat ada 2.979 kasus kekerasan seksual di ranah KDRT atau relasi personal serta sebanyak 2.670 kasus di ranah publik atau komunitas.
Artinya dengan ini perlunya keterwakilan perempuan yang secara alamiah akan memperjuangkan apa yang disebut sebagai kepentingan perempuan dalam mewujudkan hak publik perempuan hingga perlindungan hukum yang jelas agar dapat meminimalisasi bentuk-bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Di samping mewujudkan penghapusan praktik kekerasan seksual bagi kaum perempuan, menjamin kepentingan kaum perempuan seperti isu pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, hingga layanan kesehatan menjadi salah satu prioritas.
Jikalau kita masih mengamini praktik politik yang baik, tidak salah pengertian politik oleh filsuf seperti Plato yang menyatakan politik untuk mencapai sebuah kehidupan yang baik (good life) menjadi pedoman para pelaku politik, termasuk kaum perempuan yang berpolitik.
Politik saatnya tidak dipahami semata-mata hanya untuk mencapai puncak kekuasaan, namun lebih jauh lagi esensinya adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Dalam hal ini persoalan tentang bagaimana kaum perempuan dapat berpolitik secara aktif bukan hanya partisipatif dalam kotak suara melainkan maju untuk memperjuangkan hak perempuan.
Setidaknya sudah lama kebudayaan “tertinggal” tersemat dalam kehidupan publik kaum perempuan di mana perempuan hanya sebagai entitas yang melengkapi kebutuhan dari laki-laki dan akses yang sangat terbatas ke ruang publik apalagi politik.
Untuk itu, perjuangan atas kepentingan kaum perempuan di ranah publik menjadi tugas yang tidak kalah penting. Mengingat bagaimana ketimpangan atas pemenuhan hak kaum perempuan dalam bermasyarakat maka mendorong perempuan untuk berpatisipasi aktif dalam politik hingga pada proses pengambilan keputusan menjadi suatu kewajiban.
Perempuan dan laki-laki memiliki bagian yang berimbang dalam politik. Keterwakilan politik perempuan adalah sebagai bentuk emansipasi wanita yang memperjuangkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka kesimpulannya adalah bahwa perempuan dan politik harus seimbang dan berimbang namun tanpa melupakan kodratnya.
Jenny, Perempuan Sumut Menuju Senayan
“Perempuan bangkit melawan ketertindasan.” Setidaknya kata-kata ini sering terucap oleh Jenny RL Berutu, seorang tokoh perempuan Sumatera Utara yang giat menyuarakan kepentingan perempuan, tidak terkecuali ketika dirinya duduk di parlemen sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2014-2019.
Memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam ranah politik, budaya, ekonomi, hingga ruang publik menjadi salah satu konsentrasi dari pokok-pokok perjuangan seorang perempuan Sumut yang akan berjuang demi membawa aspirasi masyarakat ke Senayan ini.
Ya, nama lengkapnya Jenny Riany Lucia Berutu, SH yang kemudian memilih Dapil Sumut III sebagai daerah untuk menghimpun konsituennya dan membawa segala pokok permasalahan, khususnya perempuan, dan juga tentang kesejahteraan rakyat.
Dapil Sumut III yang mencakup Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Tanah Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kota Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan, dan Kota Tanjung Balai.
Kesungguhan atas perjuangan untuk kaum perempuan dia perlihatkan dengan aktif di beberapa organisasi perempuan dan membawa permasalahan perempuan ke ranah parlemen semasa dia menjabat anggota legislatif di DPRD Sumut. Organisasi yang terakhir dia urus adalah GK (Galang Kemajuan) Ladies yang concern terhadap isu perempuan.
Menjabat sebagai ketua GK Ladies Sumut membawanya masuk ke ranah isu-isu perempuan yang lebih spesifik tentang bagaimana kondisi nyata perempuan dalam perspektif kesetaraan gender dalam kaitannya terhadap kehidupan sosial dan politik.
Sebagai seorang yang sudah paham dan telah berpraktik langsung di ranah “politik dan perempuan”, sudah saatnya perjuangan diteruskan ke kontestasi politik nasional demi kepentingan seluruh perempuan di Indonesia. Begitu juga dengan kepentingan perempuan dari dapil-nya. Pilihan yang tepat untuk kaum perempuan tentunya jatuh pada sosok yang satu ini.