Akhir-akhir ini, banyak sekali peristiwa mengenai laki-laki berseragam yang terlibat berbagai permasalahan. Hal ini tentu saja membuat publik merasa geram atas kesewenangan yang dipertontonkan oleh laki-laki berseragam.
Dalam hal ini, saya tidak menyebut institusi apapun. Yang jelas, laki-laki berseragam menganggap dirinya sebagai ksatria, dan hal ini adalah sebuah bahaya yang nyata. Bagaimanapun, orang-orang yang berseragam, sebagai petugas Negara, tidak seharusnya menganggap dirinya lebih mulia dengan rakyat jelata!
Banyak sekali laki-laki berseragam, memanfaatkan seragamnya sebagai alat dalam memenuhi kepentingan personalnya. Dan anehnya, selama ini hal tersebut benar-benar terjadi. Walaupun, seragam yang dikenakan merupakan simbol bahwa ia adalah bagian dari aparatur Negara.
Terdapat banyak sekali penyelewengan yang dilakukan dengan seragam sebagai senjata utamanya. Namun, kali ini saya lebih spesifik membahas keterkaitan laki-laki berseragam dengan tindak pelecehan seksual. Bukan tanpa sebab saya membahas hal ini, alasan yang paling utama adalah dikarenakan para laki-laki berseragam kian meresahkan.
Maksud saya ialah bahwa laki-laki berseragam yang saya maksud, mempunyai hasrat seksual yang tersalurkan melalui jalan yang salah dan buruk. Perilaku itu berasal dari seragam yang menandakan bahwa ia merupakan aparatur Negara, yang dalam hal ini merasa mempunyai kekuatan lebih untuk memperdaya perempuan dengan semaunya.
Bajingan-bajingan ini, laki-laki berseragam yang tidak mempunyai etika dalam bertugas maksud saya, menggunakan identitasnya secara berlebihan untuk menunjukkan bahwa ia merupakan sosok yang perlu dihormati oleh masyarakat.
Dalam hal ini, masyarakat yang menghormati aparatur Negara, tidak sepenuhnya salah. Aparatur Negara, begitu pintar membuat citra baik yang menyebabkan masyarakat merasa kagum. Padahal, tidak semua yang dilakukan oleh aparatur Negara itu benar, kadang kala mereka berbuat sewenang-wenang dengan mengatasnamakan Negara!
Berbagai tindakan asusila yang dilakukan oleh laki-laki berseragam, tentu merupakan sebuah permasalahan sosial yang perlu tindakan solusi untuk mencegahnya. Bagaimana mungkin aparatur Negara dapat melanggar norma-norma yang berlaku di Indonesia, sedangkan mereka merupakan garda terdepan dalam merawat norma-norma itu sendiri.
Maka dari itu, diperlukan suatu Undang-Undang yang jelas mengenai hal ini. Bagaimanapun, tanpa adanya suatu Undang-Undang yang jelas, tindak kekerasan seksual akan semakin meresahkan perempuan. Padahal, perempuan merupakan simbol kemajuan peradaban.
Tanpa adanya Undang-Undang yang menjaga kehormatan dan memenuhi hak-hak perempuan, perempuan akan terintimidasi oleh laki-laki. Perempuan juga perlu berkreasi menyalurkan potensinya dalam berbagai hal. Maka, Undang-Undang tersebut sangat dibutuhkan oleh perempuan sebagai alat pelindung dari kesewenangan yang dilakukan oleh laki-laki.
Harus kita akui bahwa hal ini merupakan sebuah masalah tentang moralitas. Kita memang sedang mengalami krisis moralitas, terutama dengan laki-laki berseragam yang kian sering kali melanggar moralitas itu sendiri. Padahal, laki-laki berseragam harus selalu memerhatikan moralitasnya yang berdampak terhadap kinerjanya sebagai aparatur Negara.
Moralitas berperan penting dalam menjaga rasa kemanusiaan terhadap manusia. Dengan moralitas, manusia akan menggunakan rasa humanisnya, sehingga manusia dapat menjalani kesehariannya tanpa gangguan dari manusia lainnya. Dengan begitu, kehidupan akan terasa nyaman dengan adanya moralitas yang dijalankan oleh manusia.
Laki-laki berseragam apapun institusinya, sering kali menggunakan jabatan dan tentunya seragamnya sebagai alat untuk memperdaya perempuan. Padahal, hal tersebut tidaklah etis. Sering kali kita jumpai laki-laki berseragam yang melakukan pendekatan kepada perempuan yang disukainya dengan melebihkan seragam yang ia kenakan.
Tidak hanya itu, laki-laki berseragam sering kali menarik perhatian para perempuan dengan cara melebih-lebihkan gajinya sebagai aparatur Negara, dengan memperdaya para perempuan bahwa laki-laki berseragam mempunyai masa depan yang terjamin, daripada laki-laki lain yang bekerja dengan tidak mempunyai gaji tetap.
Padahal, gaji tersebut merupakan hasil dari pajak masyarakat. Maka, tidak seharusnya laki-laki berseragam tanpa rasa malu, memamerkan gajinya untuk menarik perhatian perempuan. Bukankah selama ini hal tersebut telah lumrah terjadi?
Seharusnya, sebagai aparatur Negara, laki-laki berseragam dapat menjadi contoh bagi masyarakat dengan cara hidup secara sederhana. Dengan memamerkan gaji yang laki-laki berseragam dapatkan, secara tidak langsung laki-laki berseragam akan hidup dengan hedonis. Padahal, masih banyak masyarakat yang hidup jauh dari kata layak.
Maka dari itu, para perempuan jangan sampai termakan bujuk rayu laki-laki berseragam yang hanya menggunakan seragamnya sebagai kebanggaan yang berlebihan. Bahkan membanggakan gajinya yang dibayar, padahal gajinya berasal dari pajak masyarakat.
Dengan demikian, kekerasan seksual dapat dialami oleh siapa saja, di manapun bahkan pelakunya merupakan sosok yang tak terduga. Maka, waspada adalah kuncinya. Di samping diperlukan regulasi yang telah saya paparkan sebelumnya, di mana regulasi tersebut dapat menjadi kunci kenyamanan para perempuan dan agar terhindar dari kekerasan seksual yang kian marak terjadi.
Oleh karena itu, laki-laki berseragam seharusnya memegang teguh prinsip moralitas agar tidak terjadi lagi laki-laki berseragam yang menjadi pelaku kekerasan seksual. Sisi maskulinitas yang berlebihan, dapat mengarah terhadap sikap patriarki yang tidak sejalan dengan prinsip humanisme.
Maka dari itu, laki-laki berseragam harus mengontrol sisi maskulinitasnya agar dapat menghargai hak-hak yang dimiliki oleh perempuan. Maka dengan demikian, sekali lagi saya ingatkan, jangan pernah percaya dengan laki-laki berseragam