"Aku dan Masa Depanku"

---

Singkat cerita, di pertengahan pandemi yang penuh adegan isolasi, belajar mandiri (daring). Aku tak memiliki tekad maupun niat tuk melanjutkan perguruan tinggi. Semangat hilang ditelan oleh waktu (masa covid)

Namun, Aku sadar...

Ada yang harus diperjuangkan dari jerih payah sosok keluarga yang memiliki harapan pendidikan tinggi untuk putrinya.

Dan inilah yang menjadi pertimbangan bagiku, sebagai anak pertama dari seorang saudara yang masih duduk di bangku SD kelas 4.

Secara perhitungan, kelulusanku adalah awal mula ia beranjak remaja. Dimana kebutuhan jadi tanggung jawabku.

Inilah yang membuatku berpikir, akankah aku melaju atau terhenti. Bagaimana agar aku terlatih ? (Hening, dalam pikiranku beradu asumsi)

Kuat, mandiri bukan seorang diri, ya. Terkadang orang salah mengartikan tingkahku yang pulang pergi, tanpa terdampingi. (Simpulku, dari bisikankan berbagai penjuru)

Inilah diriku, yang terbiasa dengan kesendirian. Bahkan, itulah cara ternyaman bagiku untuk diriku.

Meluangkan waktu untuk diri sendiri cukup mudah diucapkan, namun prakteknya cukup sulit ternyata.

Bodo amat mungkin cara yang handal dalam menyikapi tanpa tersakiti. 

Menganggap semua baik-baik saja, di luar tanggapan buruk berbagai orang. Tak pernah terbayangkan bahwa satu kegagalan membuat orang beradu mulut saling melontarkan ucapan kekalahan.

---

Aku pun mencoba terjun di berbagai jalur pendaftaran lainnya. Tuk menunjukkan kepada dunia bahwa masih ada pilihan di atas rencana-Nya. Meski, pilihanku tak ku gapai. 

Hingga perkataan dari penjuru, ada yang memilu. 

She said "ngapain daftar, kalau ujung-ujungnya kecewa ? Nyesek kan (Tawanya). Lirikku, sambil mengingat perkataannya.

Semangatku tak patah untuk mencoba jalur lain, hingga berbagai gelombang terlewati tanpa memikirkan yang terbaik. Yang kuingat hanya "Cobalah selagi masih ada peluang".

Fase selanjutnya, gelombang jalur ke-2

Alhamdulillah pilihan Tuhan, ternyata jauh lebih baik dari yang ku rancang.

Sulit ?

Tentu. Namun, justru itulah kesempatan bagiku. Tekad belajar dari sesuatu yang baru.

Meski, banyak sambat atau keluh kesah yang selalu ku utarakan dalam diskusi. Dialog antara aku dan alam, tanpa subjek tambahan.

"Selamat Nahya dinyatakan Lolos jalur..." (dilema antara terima atau lepaskan) di saat down karena keadaan. Jiwa belajar yang hilang, namun melihat semangat orang tua dalam mencukupi kehidupan, apakah bisa aku berbalas budi di masa mendatang ?

Sedikit ku mulai pelajari program studi yang buatku dilema ini, ternyata banyak keunikan. 

Ia ajarkanku berbagai hal tentang kehidupan. Mengajakku tadabbur (memperhatikan) sekitar.

Dari-Nya lah ada hidayah maupun hikmah di setiap langkah yang ku pijaki.

Terima kasih atas segala petunjuk-Mu.

Al-Quran, teman terbaikku setelah-Mu.

Mempelajarinya mungkin sulit, sebab minimnya pengetahuanku.

Kau beriku jalan ke titik ini, dipertemukan orang yang benar ada, bukan yang sekedar ada. 

Ketularan yang ternilai dari ketulusan. Sangat jelas raut sosoknya.

---

Harapanku di Masa Mendatang...

Aku mengenal diriku, dari studi yang ku pelajari.

Bukan sekedar pulang pergi, tapi keberhasilan yang ku bawa kembali.

---

Aku Nahya Nur Aini

Mahasiswa Ilmu Al-Quran & Tafsir

Fakultas Ushuluddin, Adab & Humaniora

UIN Salatiga Angkatan 2021,

Tak pernah menyangka akan terjun dunia perkuliahan. Sempat ku berfikir "Pilihan mana yang bisa ku jalani ?"

Di mana diriku dilema akan pilihan-pilihan Tuhan. Meski sempat berfikir salahku aku jika memilih ini ? Sanggupkah aku menyelesaikan pilihan ini ?

Tangi dilema selalu menyelimuti diriku. Hampir setiap malam saat libur perkuliahan usai. 

Tak pernah menyangka, waktu secepat ini menggilir ku terbang kesana kemari seorang diri, mencari jati diri dari ribuan tantangan.

Namun, tetap saja tak bisa ku temui. Banyak harapan tuk bisa melalui kerumitan ini bersama seseorang, namun begitu sulit menemukan sesama frekuensi.

Mengurai berbagai keluh kesah, buatku lupa bahwa masih banyak pertemuan yang perlu di titah, menyeleksi berbagai naluri cerita orang. 

Dunia yang luas, buatku lelah seiring langkah. Cerita diri yang tak bisa diungkap dengam siapapun. Hanya rangkaian kata yang tersalur.

Akankah, ada kepercayaan yang bisa ku dapati setelah diriku sendiri ragu ?

Aku pun tak bisa memastikan. Hanya bisa mencoba ikhtiar kepada Sang Ilahi. Tawasul sejenak, berharap ada suatu petunjuk.

Tuhan, Bolehkah kau beri-ku petunjuk, dimana ada yang mampu mengarahkan jalanku? (Harapku dalam batin).

Aku lelah, dengan langkah kecilku ku yang seorang diri. 

Bisakah kau kirimkan pendengar keluh kesahku, Tuhan ?

meski, aku tau Kau adalah Pendengar Segala Makhluk Alam Semesta. Apa ini caramu, tuk menjagaku ? Membuatku berdamai dengan diri ? Berbagi jiwa dan pikiran tanpa dampingan ?

Tuhan, aku rasa itu terlalu berat. Aku butuh ruang cerita, keluh kesah yang mampu membendung. Meski, aku terlatih dari kecil dengan semua itu hingga terbiasa. Hati kecilku butuh flashback masa tersebut.