Dalam menghadapi krisis global mulai dari krisis pangan, krisis energi, krisis lingkungan, hingga ancaman resesi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong para pemimpin ekonomi APEC untuk memperkuat kerja sama konkrit.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat menyampaikan intervensinya pada pertemuan pimpinan APEC sesi 1 di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok, Jumat pagi, 18 November 2022.
Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi "Dalam jangka pendek, kolaborasi mutlak diperlukan untuk mengatasi inflasi dan menjamin ketahanan pangan." pada APEC Economic Leaders Meeting (AELM) Sesi I Jumat 18 November 2022 di Bangkok, Thailand,.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, Jokowi secara khusus mendorong realisasi Roadmap Ketahanan Pangan APEC Menuju 2030.
Hal ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan melalui teknologi inovatif dan digital, meningkatkan produktivitas dan efisiensi sistem pangan, serta kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.
Untuk jangka panjang, Jokowi mendorong penguatan ekonomi digital dan kemitraan ekonomi hijau.
Presiden meyakini ekonomi digital dan transformasi digital penting untuk pemulihan ekonomi yang inklusif.
Sejak pandemi, manfaat ekonominya semakin terasa, mulai dari telemedicine, layanan pesan antar makanan, pembayaran digital, hingga pelibatan UMKM di marketplace.
“Kita harus membangun ekosistem ekonomi digital yang ramah bagi UMKM dan start-up, terutama melalui penguatan keterampilan dan literasi digital,” ujar Jokowi.
Mewakili hampir tiga juta orang di seluruh dunia dan 60 persen dari produk domestik bruto global , APEC harus terus menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Asia-Pasifik. Selain itu, forum beranggotakan 21 negara itu memiliki porsi sebesar 38 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB) atau sekitar 59 triliun dollar AS.
Ketersediaan pupuk dan pakan ternak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi krisis pangan yang dapat menimpa lebih dari tiga miliar orang.
Terkait penerapan dan praktik ekonomi hijau, Jokowi menilai hal ini penting dalam upaya pemulihan ekonomi daerah.
Presiden Jokowi mengatakan ekonomi hijau adalah masa depan ekonomi kawasan Asia-Pasifik, di mana tercatat lebih dari US$90 miliar telah disalurkan untuk membangun berbagai proyek hijau.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyampaikan menyambut baik inisiatif Thailand 'The Bangkok Goals for the Bio-Circular-Green Economy.' Inisiatif ini akan membuka akses pembiayaan, teknologi, inovasi, dan peningkatan kapasitas.
Ia menekankan, pencapaian ini membutuhkan penguatan kolaborasi antar anggota APEC sebagai kuncinya.
Sebelum memulai sesi pertemuan, Presiden Jokowi disambut langsung oleh Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha sesampainya di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok, dan dilanjutkan dengan sesi foto bersama.
Di Thailand, Presiden Jokowi dijadwalkan melakukan pembicaraan bilateral dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern di Hotel Kimpton Maa-Lai, Bangkok, dan selanjutnya menuju Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok untuk menghadiri Retret APEC ke-29.
Presiden juga dijadwalkan menghadiri sesi Dialog Informal Para Pemimpin dan Undangan APEC. Beberapa pemimpin non-APEC diundang untuk menghadiri sesi tersebut, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, dan putra mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.
Selanjutnya, Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Chief Executive Hong Kong John Lee dilanjutkan dengan makan siang bersama para Pemimpin dan Undangan APEC.
Mengakhiri kunjungan kerja, Presiden Jokowi akan melakukan audiensi dengan Raja Thailand di Aula Singgasana Chakri Maha Prasat kemudian menuju Jakarta dari Bandara Internasional Suvarnabhumi dan tiba di Indonesia pada malam hari.
APEC, sebuah forum perdagangan yang beranggotakan Amerika Serikat dan China, telah menjadi forum yang sulit untuk dilalui di tengah meningkatnya persaingan di antara negara-negara adidaya ekonomi. Dan itu tidak luput dari ketegangan akibat perang Ukraina, karena para pemimpin Barat berjaga-jaga setelah serangan rudal mematikan Selasa lalu yang di berada Polandia.
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mendesak anggota APEC untuk naik di atas perbedaan, jangan sampai kehilangan kesempatan yang tersedia. Prayut menekankan bahwa diskusi tentang transisi menuju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan akan menjadi sangat penting.
Urusan global, iklim dan krisis lainnya tidak hanya mempengaruhi Asia-Pasifik tetapi juga mata pencaharian semua orang di dunia. Kita perlu melihat masa lalu pandemi COVID-19. Kita perlu melihat pemulihan lingkungan.
Mendeklarasikan tema “Open, Connect, Balance” untuk KTT APEC, ketua Thailand berharap untuk memajukan pembentukan Free Trade Area of Asia Pasific (FTAAP). Para ahli telah menyarankan bahwa forum APEC masih memiliki banyak bobot di kawasan, dan bahwa dalam hal transformasi digital, dialog forum telah maju dibandingkan dengan yang ada di G20. Terlepas dari peluang, kepemimpinan Thailand telah bergulat dengan baik tantangan internal maupun eksternal.
Pada hari Jumat, ketika para pemimpin APEC turun ke ibukota Thailand, para aktivis pro-demokrasi berkumpul di sekeliling tempat itu untuk menuntut pengunduran diri Prayuth, menuduh kepemimpinannya tidak sah, karena telah dimenangkan melalui kudeta militer 2014.