Tak ada manusia “gila” selain Einstein yang berhasil merombak pemahaman kita tentang alam yang ditinggali. Gagasannya menyeruak tatkala perang menjadi hal yang begitu melelahkan dan kerinduan akut tentang kejayaan kembali daya pikir manusia.

Mendiang Einstein adalah sosok yang tak pernah ragu dengan pemberontakan pemikiran, dengan lantang mengecam peperangan, walau akhirnya ia adalah penggerak awal paling berpengaruh jatuhnya senjata perang paling mematikan di muka bumi..

Belakangan itu disesalinya, namun sebagaimana waktu adalah entitas tak terbalikkan, kembali ke masa lalu mustahil—merasa bersalah tak terlalu berguna—, beban pikirannya ia alihkan untuk senam intelektual berikutnya. Setelah pensiun dari Institute for Advancved Study, Princeton, akhirnya ia di kantor kecilnya coba menyalakan pencarian yang—terkesan—mustahil.

Ia coba merumuskan segalanya dalam satu persamaan saja. Teori segalanya. Theory of  Everything yang berusaha mengabstraksi semua hukum-hukum fisika ke dalam satu persamaan singkat yang bisa diekstraksi menjadi pemahaman menyeluruh tentang semesta kita.  

Di ranjang kematiannya, cakaran beberapa baris menggugah semangat ke generasi fisikawan setelahnya. Terkesan utopis tapi sebenarnya tidak juga, di kalangan periset fisika teoretis itu menjadi mungkin –dan kabar baiknya—, kemajuan di tahun-tahun mendatang sungguh menggembirakan.

Semasa hidup, ia adalah tokoh yang menghilangkan retakan-retakan fisika klasik. Ia memiliki keberanian, kemampuan imajinasi dan kebebasan berpikir yang lebih dari cukup untuk itu. Yang paling menonjol adalah imajinasi liarnya yang siap melompat jauh melewati batas-batas yang mampu dipikirkan pemikir tradisional.

Empat bulan yang riuh dan sebuah makalah bertajuk relativitas khusus adalah cikal bakalnya.

Bahkan di masa sekarang, menengok sejarah pemikirannya setamsil kenangan indah putusnya belenggu pengetahuan klasik yang kurang menggairahkan dan penuh tambalan. Atas jasanya, kita bisa menatap ke depan jauh di era dimana kreativitas bisa dipupuk demi munculnya inovasi ilmiah.

Kisahnya yang menawan, sebuah harmoni indah antara kebebasan, naluri memberontak-–dalam artian pemikiran dan nilai yang tak disukainya—dan imajinasi.

Maka tak heran, sosoknya menjelma ikon manusia jenius-humanis. Rambut acak-acakan, tatpan mata tajam, semangat terpancar kuat, penolakan pada penindasan, kepedulian tinggi terhadap kemanusiaan dan keyakinan akan keharmonisan alam dalam hukum fisika adalah gambaran tentangnya.

Sebagaimana tokoh-tokoh lain, ia pun tak lepas dengan sisi politik, sisi cinta di samping sisi karir ilmiahnya.  

/2/

Semua diawali si penunggang cahaya. Si penyendiri yang penuh gairah menyingkap misteri semesta.

Ketika usianya masih enam belas tahun khayalannya melambung jauh menunggangi cahaya. Namun jauh ke belakang, ia adalah anak dengan  perkembangan lambat tatkala masih di sekolah dasar. Bahkan kepala sekolahnya menduga Einstein nantinya tak akan menjadi manusia berguna dengan keterbatasannya saat itu. Di keluarganya sendiri ia diejek sebagai anak “hampir terbelakang.”

Walau ia cenderung membesar-besarkannya, menurut Kakek-Neneknya, Einstein sama cerdasnya dengan anak seusianya. Hanya karena kelainan wicara ringan yang disebut Echolalia, lingkungan sekitarnya melabelinya.

Keterbatasan itu ia akali, karena kata-kata tak terlalu mampu memantik imajinya, ia terbiasa menggunakan visualisasi gambar. Termasuk membayangkan dirinya menunggangi cahaya dan melaju melintasi dunia dimana sekelilingnya menjadi lambat.

Sayangnya, kemampuannya berimajinasi tak sebanding dengan kesanggupannya berempati seperti kebanyakan orang saat kanak-kanak dan jatuh cinta pada remaja. Namun seiring waktu, akhirnya ia juga jatuh hati pada seorang wanita dan memiliki sahabat karib dalam kelompok diskusi Olympia.

Semesta Einstein bukan melulu yang njelimet, ndakik-ndakik. Semesta Einstein juga diisi gairah tentang cinta. Di perguruan tinggi, ia jatuh hati pada satu-satunya wanita di kelasnya. Wanita yang tak terlalu cantik, pun jauh dari tubuh seksi dan montok. Seorang wanita asal Serbia, rambutnya gelap dengan kemampuan matematika menawan bernama Mileva Maric.

Kehidupan cintanya dengan Mileva tak berakhir terlalu indah. Pada akhirnya cinta bagi Einstein tak semudah merumuskan .

/3/

Energi sama dengan massa kali kuadrat kecepatan cahaya begitu terkenal. Bahkan menjadi tetanda yang mengarahkan pikiran kita pada kerumitan. Padahal tidak selalu demikian. Analogi populernya, massa sebutir kismis dapat dapat menyuplai listrik untuk kebutuhan energi kota New York sehari.

Rumusannya dipakai sebagai landasan teori reaksi berantai yang menjadi cara kerja bom atom. Massa mengungkung energi besar. Ketika ikatan kuat itu berhasil diputus, energi besar akan muncul.

Tak hanya itu konsep waktu mutlak yang kian tua diganti Einstein dengan konsep lain. Waktu tak lagi mutlak, ia bisa dicerap berbeda bagi setiap orang. Melambatnya waktu karena efek kecepatan yang mendekati cahaya. Terlihat memendeknya panjang kapal ulang-alik bagi pengamat diam namun berbeda dengan pengamat yang ikut bergerak bersama kapal ulang-alik.

Alam menjadi serba relatif. Tergantung titik acuan dan kerangka tinjauan. Lalu dengan gedunken eksperimennya ia coba memahamkan ke kita bagaimana waktu memulur.

Bayangkan ada sepasang manusia kembar. Satunya menetap di bumi dan satunya lagi ikut serta dalam rombongan kapal penjelajah angkasa yang melaju mendekati kecepatan cahaya. Sekelmbalinya ke bumi, mereka bertemu lagi.

Dan tebak apa yang terjadi? Si penjelajah akan menjadi lebih muda dibanding saudaranya yang ada di bumi. Bagi si penjelajah ia hanya menjelajah selama lima tahun, sedangkan bagi sausaranya di Bumi merasa waktu telah berlalu dua puluh tahun.

Ledakan kreativitasnya membawa kita pada revolusi fisika berikutnya. Teori relativitas umum. Sebuah teori yang menjelaskan semesta dalam skalanya yang makro. 

Asal-usul kita di dunia adalah misteri yang coba dipecahkan penggiat teorinya terkhusus di kajian kosmologi. Sebuah ilmu yang mempelajari alam semesta secara menyeluruh, asal-usulnya, evolusinya, kemungkinan mengaAdanya, sejarahnya dan bentuk makro serta batas yang mampu dibayangkan manusia.

Walau kosmologi bukanlah kajian mudah –bahkan di kalangan periset fisika sendiri—dan sederhana. Dibutuhkan lebih dari sekadar imajinasi dan banyaknya referensi. Kekuatan daya pikir dan kemampuan matematika mutlak dibutuhkan di kalangan profesional untuk menelaah dan mengembangkannya. Tapi tak usah takut, selalu ada sisi populer yang bisa dipahami dari sesuatu yang terkesan sulit.

Alam semesta mengembang adalah salah satu dari pengembangan teori Einstein. Jika selama ini bayangan kita tentang semesta secara keseluruhan adalah statis maka Einstein membantai pikiran kita. Konfirmasi bukti ilmiahnya tak susah dijumpai di literatur modern saat ini. Lantas kalau alam semesta mengembang, kapankah pengembangannya berakhir? Apakah suatu saat nanti ia mengerut ke dalam singularitas ataukahmengembang menuju ketiadaan?

Mungkin kita harus menunggu lebih dari beberapa dekade lagi untuk membuktikan implikasi-implikasi dari bayangan awal Einstein tentang semesta.  Itulah Einstein, dan jalan hidup yang ia pilih. Kita mungkin sudah mulai harus melek bahwa semesta Einstein adalah semesta kita.