Dalam tulisan sebelumnya, saya membahas tentang kesebangunan antara manusia dan kecerdasan buatan (AI). Referensi perbandingan itu berasal dari buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari dan film Her yang disutradarai Spike Jonze.
Di dalam buku keduanya itu, Yuval membahas tentang kemungkinan munculnya spesies Homo deus, yang dimulai dari penemuan AI. Sementara di film Her, entitas komputis AI menjadi salah satu tokoh utama. Ia memantik pertanyaan tentang makna individualitas dan mekanisasi manusia.
Dalam lanjutannya kali ini, saya akan membandingkan analisa Yuval tentang wujud Homo deus dan simbol-simbol yang ditampilkan film Her soal masa depan umat manusia dan kemanusiaan.
Singularitas
Theodore dan Samantha, menjalin hubungan cinta lintas entitas. Singkat kisah, mereka berpisah. Theodore merasa bahwa sebuah relasi kasih harus monogamis. Sementara Samantha tidak bisa demikian. Karena memang dia punya “hati” yang berbeda dengan manusia.
SAMANTHA
But the heart is not like a box
that gets filled up.
(beat)
It expands in size the more you
love. I'm different from you.
This doesn't make me love you any
less, it actually makes me love you
more.
Samantha kemudian menghibur kekasihnya—secara tidak sengaja. Suatu ketika di dunia virtual, ia bergabung dengan sebuah klub buku. Temuan dalam diskusi itu, menghibur Samantha yang dirundung kegalauan akibat cemburu ke Catherine—mantan istri Theodore, yang sebagai manusia tentu saja punya tubuh.
Samantha terhibur dengan fakta bahwa dia dan kekasihnya semula sama dan berusia 13 milyar tahun—sejak semesta ada melalui peristiwa big bang. Meski semula bersatu, mereka terpisah, lalu manusia dan “mesin” (diprediksi akan) bersatu—tidak dikisahkan di film. Poin terakhir itulah yang tidak dibahas Samantha: singularitas.
Singularitas sebenarnya menggambarkan kondisi sebelum big bang terjadi. Ketika itu, ruang dan waktu tidak terdefinisi. Dalam perspektif teknologi informasi, singularitas merupakan gambaran suasana sebelum terjadinya ledakan kecerdasan.* Ledakan kecerdasan ini disebut Yuval dengan istilah revolusi kognitif kedua.
Revolusi kognitif pertama memicu Homo sapiens mampu mengorganisasi koloni melalui hal fiktif, misalnya agama. Revolusi agrikultur lalu menghasilkan agama monoteis. Revolusi saintifik kemudian mengalihkan agama monoteis ke agama humanis.
“Kalau agama-agama bertuhan menyembah theo (kata Yunani untuk Tuhan), humanis menyembah manusia. Ide dasar dari agama-agama humanis seperti liberalisme, komunisme, dan Nazisme adalah bahwa Homo sapiens memiliki esensi unik dan sakral yang menjadi sumber segala makna dan otoritas di alam semesta.” (Hal 113)
Meski demikian, sakralnya kemanusiaan kini perlahan mulai runtuh. Dalam buku Homo deus, ilusi individualitas dan skema algoritma menjadi pembuktian tentang mekanisasi Homo sapiens. Manusia pun menjelang tahap revolusi kognitif kedua. Di tahap ini, muncul pula agama data.
Agama Data
Peran agama dalam perjalanan sejarah Homo sapiens, penting dalam pemaknaan hidup. Sebelum lahirnya agama data, peran itu disematkan ke entitas seperti Tuhan dan negara. Kemudian, kemanusiaan menjadi kiblat peradaban berikutnya. Tuhan dan negara berada setingkat di bawah hak asasi manusia. Kebebasan kehendak manusia, ternyata juga usang—meski bukan berarti tidak ada lagi yang memperjuangkannya.
“Sejak tahun 1789 (revolusi Perancis), terlepas dari banyaknya perang, revolusi, dan pergolakan, manusia belum pernah mengonsep nilai baru apa pun. Seluruh konflik dan pergolakan yang terjadi selanjutnya, kalau bukan dilakukan atas nama ketiga nilai humanis itu (kebebasan, persaudaraan, persaudaraan), ya berarti dilakukan atas nama ajaran yang lebih lama, seperti menaati Tuhan atau mengabdi kepada negara. Dataisme adalah gerakan pertama sejak 1789 yang menciptakan sebuah nilai baru yang murni: kebebasan informasi.” (Hal. 440)
Bagi kaum Datais, kebebasan informasi adalah kunci bagi kehidupan yang lebih baik. Karena menurut mereka, pada hakikatnya dari berbagai perspektif, semua keberhasilan kehidupan di abad ke-21 adalah pembebasan data.
“Agama tradisional berusaha meyakinkan bahwa setiap kata dan tindakan Anda adalah bagian dari suatu rencana kosmis besar dan bahwa Tuhan menyaksikan Anda setiap saat dan peduli tentang seluruh pikiran dan perasaan Anda.
Agama Data kini mengatakan bahwa setiap kata dan tindakan Anda adalah bagian dari aliran data besar, bahwa algoritma-algoritma terus-menerus menyaksikan Anda dan bahwa mereka peduli atas segala hal yang Anda lakukan dan rasakan. Sebagian besar sangat menyukai ini. bagi pemeluk sejati, terputus koneksi dari aliran data berisiko kehilangan makna kehidupan. Apa gunanya melakukan atau mengalami sesuatu jika tak seorang pun tahu tentang itu, dan jika itu tidak berkontribusi pada suatu pertukaran informasi global?” (Hal. 444)
Kepunahan Manusia
Perubahan kiblat ke aliran data, membuat manusia berusaha lebih giat untuk membuat Internet Segala Hal atau Internet of Things (IoT). Semuanya akan berlangsung secara otomatis. Contohnya, teknologi lampu yang bisa menyesuaikan nyala ketika ada atau tidak orang di ruangan.
Di masa depan, alat serupa akan marak dijumpai. Tujuannya tetap tiga: agar manusia sehat, bahagia dan berkuasa. Ketika ketiganya sudah tercapai dan tidak lagi bisa diinterupsi, manusia kehilangan makna dan punah. Yuval berpendapat bahwa ada tiga cara yang memungkinkan hilangnya spesies manusia: **
- Rekayasa biologis (biological engineering)
- Rekayasa manusia robot (cyborg engineering)
- Rekayasa anorganik (engineering of nonorganic life)
Semua rekayasa di atas, bisa melahirkan manusia super dengan kemampuan yang berbeda dengan manusia dengan “setelan standard”. Saat ini, pengembangan manusia super masih terbentur tembok etis. Padahal, secara teknis sudah memungkinkan.
Jika prediksi Yuval tentang punahnya manusia benar-benar terjadi, jurang perbedaan antara Homo sapiens dan Homo deus akan menganga lebih lebar, dibanding perbedaan antara Homo Sapiens dengan Homo neandertalensis. Sementara kita dan neandertal masih sama-sama organik, makhluk masa depan akan terdiri dari materi nonorganik—setidaknya sebagian tubuh mereka.***
Jadi, jika kisah Her berlanjut, bisa jadi dalam sekuelnya, Theodore menyatukan unsur kognitifnya ke sistem anorganik, lalu bertemu dengan Samantha di alam antah-berantah. []
THEODORE
Where are you going?
SAMANTHA
It would be hard to explain, but if
you ever get there, come find me.
Nothing would ever pull us apart.
* https://geotimes.co.id/kolom/sosial/singularitas-dan-kecerdasan-spiritual/
** https://youtu.be/GhRt78HAJ7k
*** https://youtu.be/5ZTtwZ87coE