Sebuah organisasi jika telah dikonstruksi sedemikian buruk kepada kalangan yang belum mengetahui apapun tentangnya akan mendapat respon yang buruk juga. Misalnya “jangan masuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) nanti “SESAT”. Entah kenapa dan sejak kapan, HMI dilabelkan oleh beberapa kalangan sebagai organisasi semacam itu.
Berbagai sudut pandangan begitu bijak dilontarkan ketika membincang HMI. Sebab, umumnya terdapat ruangan besar yang dikhususkan untuk memposisikan HMI.
Baik dari HMI sebagai organisasi yang menyesatkan, HMI sebagai organisasi yang menjadi wadah ‘perjuangan’ bagi kaum intelektual untuk menyelesaikan suatu problem dalam masyarakat dan HMI sebagai organisasi hasil pemikiran yang teruji pada zamannya. Bahkan, bisa jadi 3 hal ini hanya sebatas doktrin untuk menyesatkan, tanpa argumentasi logis.
Pembahasan menyesatkan tidak dapat dilepas dari eksistensi agama. Sebab, kesesatan itu sendiri adalah sebuah ucapan, tindakan dan konsep keyakinan yang menyimpang dari kaidah aturan suatu agama, khususnya pada konsep ketuhanan dalam akal.
Ada beberapa perkara yang penting untuk dicerahkan; dari segi pelaku hingga objek yang dipelajari pelaku dalam beragama. Bahkan di HMI, ada beberapa pemikiran yang berbeda antara satu pemikir dengan pemikir lainnya. Tentu saja dengan berbagai macam argumentasi logis hasil dialektika. Maka, penting untuk mengetahui jarak antara agama dan HMI itu sendiri.
HMI juga cenderung digunakan sebagai metode muhasabah. Sebab, mengingat Allah bagi umat beragama tidak bisa lepas dari fungsi akal. Manusia idealnya mengetahui konsep-konsep ketuhanan yang terdefinisikan dalam pemahamannya melalui pemikiran.
Proses pembentukan konsep ketuhanan dapat diuji melalui dialektika atas logikanya. Jadi, HMI sebagai organisasi hanyalah sebuah wadah yang melanjutkan misinya dalam beragama, dengan visi membentuk pribadi-pribadi yang logis dalam beragama, bukan sekedar doktrin tanpa penalaran.
Namun dalam perkembangan HMI terdapat hal-hal yang menurut kalangan lain bertentangan dengan ajaran agama, khususnya dalam konsep ketuhanan. HMI dalam mengimplementasikan kadernya tentu memiliki metode dalam mengembangkan ilmu bagi kadernya.
Maka ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh 'mereka' sebelum mengatakan HMI sesat. Diantaranya adalah harus mau mempelajari HMI dan memperdalamnya. Tak hanya itu, mereka juga harus menguji kekeliruan HMI dengan pemikiran logisnya.
Misalnya seperti ini; Bagaimana Abdul menyampaikan pemahaman bahwa HMI sesat, jika dia tidak memahami HMI? Logikanya seperti ini; Apakah mungkin seseorang mengatakan tahlilan sesat jika tidak memahami isi dan substansi pelaksanaan tahlilan? Atau bagaimana mungkin orang yang tidak mengerti semua pelajaran biologi bisa mengevaluasi hasil tes yang berisi tentang Proses Fotosintesis Pada Tumbuhan dan Manfaatnya? Tentu saja, ada masalah besar yang diabadikan hingga saat ini yang sangat tidak logis dan tidak berdasar.
Bagaimana tidak, kalau bisa dikatakan HMI sesat, maka perlu ada pemikiran yang logis. Bisa saja HMI yang dipelajari Abdul bukanlah HMI sebagai ilmu dan metode, atau HMI yang dipelajarinya adalah HMI sebagai produk pemikiran yang menyimpang dari prinsip-prinsip tauhid.
Jadi, penting untuk meluruskan ini. Kalaupun ada pemikiran kader HMI yang salah dari prinsip-prinsip logika konsep ketuhanan yang terdapat dalam pemahaman, maka belum tentu dibenarkan jika dilabeli secara umum bahwa HMI sesat. Tentu sangat tidak bijak dan fatal jika hal ini diterapkan. Sebab, ada kekeliruan berpikir yang dinormalisasi bahkan mungkin akan diabadikan dan ini perlu dibongkar.
Jika HMI dikesampingkan sedemikian rupa, maka sangat tidak etis. Bahkan dalam agama, jika ada kesesatan tanpa pemikiran konseptual, maka itu juga tidak masuk akal. Oleh karena itu, perlu dilogikan ulang cara berpikir untuk mewujudkan kebijakan tersebut, termasuk membedah sisi-sisi sesat HMI tanpa melabeli HMI secara umum untuk menemukan sisi positif dan negatifnya.
Dari uraian di atas, penting untuk dipahami bahwa penyesatan HMI adalah kesalahan yang dinormalisasi dan diabadikan. Ini karena agama dan HMI memiliki tujuan yang sama. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku tinggalkan sesuatu untukmu. Jika kamu berpegang teguh padanya, kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku."
Dalam dunia nyata, mau tidak mau, keberadaan dikotomi terhadap HMI tidak sebatas 'ada' tetapi tetap 'ada'. Namun, hal itu tidak akan berpengaruh pada pembentukan generasi baru sebagai manusia sosial penerus generasi kakanda yang memiliki cita-cita luhur.
Inilah prinsip HMI sejak didirikan pada tanggal 5 Februari 1947, yaitu berkomitmen teguh dan utuh untuk memperjuangkan Islam dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian secara ringkas tertuang dalam tujuan HMI yaitu “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang Bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala”. Saya merasa di sinilah HMI itu “SESAT”. Sesat dalam berpikir dan berjuang semaksimal mungkin untuk mewujudkan Masyarakat Adil Makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala.
Pada akhir kutipan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada HMI. Karena begitu banyak makna yang telah diberikan. Dari dia saya juga belajar bagaimana tetap tegar saat gagal. Selamat Milad ke-76 HMI.