Siapa yang tak mengenal klub sepakbola asal Catalunya, Spanyol tersebut? Ya, Barcelona atau yang biasa mendapat julukan Blaugrana, selain itu klub ini memiliki slogan "Mes que un club" yang artinya lebih dari sekedar klub. Sebuah slogan yang cukup mendalam jika dimaknai karena mempunyai latar belakang yang cukup panjang untuk bisa mendapatkan nama tersebut.

Sejarah klub ini diawali oleh Joan Gamper yang tiba di Barcelona lalu bermain sepakbola bersama rekan-rekannya. Kemudian pada Oktober 1899 Joan Gamper memasang sebuah iklan pada majalah Los Deportes untuk menawarkan para pemain dan bergabung membentuk sebuah klub sepakbola.

Hasilnya pada 29 November 1899 Joan Gamper berhasil membuat kesebelasan tim sepakbola yang diisi oleh para pemain seperti Otto Kunzle dan Walter Wild dari Swiss; John Parsons dan William Parsons dari Inggris; Otto Maier dari Jerman; Lluís d’Ossó, Bartomeu Terradas, Enric Ducal, Pere Cabot, Carles Pujol dan Josep Llobet dari Katalan.

Awal Kejayaan

Tak berhenti hanya pada awalnya klub Barcelona dibentuk, perjalanan waktu mengantarkan klub ini mendapatkan titik keberhasilan atau kejayaan atas kerja keras dan disipilin yang kuat dalam membangun sebuah tim yang solid.

Era kejayaan diawali saat sang pria kelahiran asal Spanyol sekaligus mantan pemain Barcelona ini mengambil alih kendali skuad Blaugrana pada tahun 2008 yang sebelumnya dipegang oleh Frank Rijkaard, Josep Guardiola memulai karirnya sebagai pelatih Barcelona berhasil memberikan tiga gelar sekaligus (Treble Winner), yaitu Liga Champion, Liga Spanyol dan Copa del Rey.

Pada era kepelatihan Josep Guardiola alias Pep Guardiola (2008-2012), Barcelona mendapatkan ritme permainan yang sangat menarik untuk ditonton yang dikenal sebagai Tiki Taka, sebuah strategi yang mengandalkan operan pendek membentuk segitiga dari satu pemain ke pemain lainnya, lalu menorobos pertahanan lawan dengan skill dribble dan menggocek yang menghadang.

Siapa yang menyangka pelatih kepala plontos tersebut sangat cerdas menahkodai sebuah klub yang diisi oleh para pemain bintang pada masa itu, seperti; Messi, Thierry Henry, Eto'o dan David Villa sebagai ujung tombak. Xavi, Iniesta dan Sergio Busquet mengatur lini tengah dan Puyol, Pique, Dani Alves, dan Jordi Alba menjaga pertahanan serta Victor Valdes sebagai penjaga gawang.

Musim berganti, jendela transfer pemain dibuka. Barcelona agaknya belum merasa puas atas torehan treble winner yang didapatkannya. Pemain baru datang, pemain lama yang tidak bisa berkontribusi lebih dipaksa harus keluar untuk dijual demi menjaga stabilitas manajemen klub maupun di lapangan.

Setelah musim baru dimulai, Pep Guardiola dan anak asuhnya kembali mencacatkan sejarah bagi dirinya dan Barcelona, hal ini juga menjadi puncak kejayaan bagi klub asal Catalan tersebut, Barcelona.

Pada 2009, Pep Guardiola bersama Barcelona meraih 6 trofi sekaligus (Sextuple) dalam kurun waktu 1 musim, yaitu dengan menjuarai Liga Champion, Liga Spanyol, Copa del Rey, Liga Super Spanyol, Piala Super UEFA dan Piala Dunia Antarklub FIFA.

Tak berselang lama, beberapa tahun kemudian keberhasilan Barcelona pada era kepelatihan Pep Guardiola harus sirna, taktik yang sudah mulai kebaca oleh lawan atau kondisi pemain yang sudah berbeda serta gaya permainan antar pemain yang menjadi faktor turunnya keganasan strategi sang maestro.

Tepat pada 26 April 2012 pelatih kepala plontos tersebut harus meninggalkan Barcelona, mengundurkan diri dari kursi kepelatihan klub berjuluk Blaugrana tersebut. Torehan prestasi yang dibuat menjadi catatan sejarah baru bagi klub sebagai pelatih terbaik sepanjang masa karena telah memenangkan trofi sebanyak 14 gelar dalam kurun waktu 4 tahun melatih.

                                                                         ***

Hilangnya Kekuatan Barcelona

Ditandai dari hengkangnya Pep Guardiola dari Barcelona, klub mengalami banyak perubahan dari sisi manajemen, pemain hingga kepelatihan. Sehingga publik bertanya-tanya, "Apakah Barcelona masih mampu menjadi yang terbaik di Eropa sejak ditinggalkan oleh Pep Guardiola?".

Pertanyaan tersebut nampaknya benar, sejak saat itu perubahan pemain masuk dan keluar banyak terjadi, kegagalan pembelian dan pemain lama yang belum bisa beradaptasi menjadi masalah utama. Konflik internal manajemen klub hingga kursi kepelatihan yang terus berganti juga menjadi masalah turunnya performa permainan skuad Barcelona di lapangan.

Mulai dari kepelatihan Tito Vilanova, Tata Martino hingga Satien, Barcelona memasuki era transisi dan hanya mendapatkan 1 gelar pada pada musim 2012/2013 di bawah Tito Vilanova dan 2013/2014 di bawah Tata Martino.

Perjalanan mencari pelatih yang cocok bagi Barcelona tidaklah mudah, sehingga membutuhkan pertimbangan yang terbaik sebelum akhirnya menemukan sosok Luis Enrique pada 2014 yang ditunjuk untuk mengambil alih skuad Blaugrana dengan harapan bisa mengembalikan kejayaan.

Nampaknya beban berat harus dipikul oleh Luis Enrique sebagai pelatih baru Barcelona, karena dalam masa kepelatihannya banyak pertandingan dan peristiwa sepakbola yang mengukir sejarah, hal ini juga menandakan mulai berkurangnya kekuatan Barcelona.

Peristiwa yang menjadi tolak ukur mulai berkurangnya kekuatan Barcelona adalah saat tersingkirnya Barcelona setelah dipermalukan habis oleh Bayern Munchen pada Liga Champion dengan skor 8-2 untuk kemenangan Bayern Munchen sehingga mengantarkan klub tersebut maju ke babak selanjutnya.

Tak berhenti disitu, lagi-lagi skuad Blaugrana harus menanggung kekalahan dan tersingkir dari perhelatan akbar kompetisi sepakbola antarklub Eropa tersebut setelah sebelumnya berhasil menang pada leg 1 dengan skor 4-1 oleh AS Roma, justru pada leg 2 Barcelona kena come back dengan skor 3-0 untuk kemenangan AS Roma, yang artinya Barcelona kalah aggregat gol tandang.

Hal yang sama terulang lagi pada pertandingan semifinal Barcelona vs Livepool pada liga Champion 2019, kali ini Blaugrana harus mengubur mimpinya untuk masuk final setelah dikalahkan oleh Liverpool dengan aggregat 4-3, padahal sebelumnya Barcelona berhasil menang dengan skor 3-0 di Camp Nou, lalu harus kalah dengan skor 4-0 setelah bertandang ke markas The Reds tersebut.

Faktor lainnya yang menjadi hilangnya kekuatan Barcelona tidak lain adalah sosok pemain penyandang Ballon d'or 6x tersebut, yaitu Lionel Messi. Kepiwaian dalam mengolah si kulit bundar menjadikan mega bintang Barcelona tersebut adalah salah satu pemain penting dalam memberikan kemenangan di setiap pertandingan.

Namun dalam beberapa tahun belakangan, performa Messi mulai menurun akibat kondisi mentalnya yang selalu mengalami kekalahan pada pertandingan final saat membela negaranya, Argentina. Secara lapangan Messi masih memberikan yang terbaik tapi dalam statistik Messi sudah mulai kekurangan Magisnya, hanya dengan memberikan gol-gol tetapi tidak bisa menjuarai kompetisi.

Pada akhirnya puncak hilangnya kekuatan Barcelona memiliki banyak faktor, yang terbaru adalah harus kehilangan sosok pemain terbaiknya yang baru saja dibahas diatas. Messi harus meninggalkan Barcelona karena manajemen klub sudah tidak ingin mempertahankannya, dan akhirnya Messi bergabung dengan klub asal Prancis, Paris Saint Germain.

Baru saja ditinggal oleh pemain terbaiknya, Lionel Messi. Anak asuh Ronald Koeman harus mengalami kekalahan terbarunya pada 15 September 2021 melawan Bayern Munchen pada Liga Champion dengan skor telak 3-0 untuk kemenangan skuad The Bavarians tersebut, padahal bermain di Camp Nou markas skuad asuhan Ronald Koeman.

Hal ini menjadi pantas, Barcelona sudah mulai kehilangan kekuatan atau kejayaannya, dalam konferensi pers, bahkan mantan Presiden Bayern Munchen Uli Hoeness mengatakan, "Barcelona tidak lagi menjadi panutan bagi kami,". lalu ia menambhkan, "Bayern difavoritkan karena Barcelona tidak bisa tampil maksimal, penyebabnya adalah penjualan pemain penting dan masalah ekonomi mereka," .

Kendati demikian apa yang terlihat oleh publik benar atau salah tentang turunnya dan hilangnya performa Barcelona patut kita tunggu dalam jangka waktu tertentu, karena masih ada harapan bagi pemain-pemain lain yang mungkin bisa membawa Barcelona kembali menuju puncak kejayaannya.