Masih saya ingat dengan jelas dan baik kejadian unik yang pernah saya alami beberapa tahun lalu. Ketika itu, saya baru saja duduk dibangku SMA dan mendapatkan teman baru yang bernama Ratih. Pada suatu hari Ratih mengajak saya untuk berkunjung ke rumahnya.
Akhirnya pada sore hari di hari Minggu saya memutuskan untuk berkunjung ke rumah Ratih. Saya terus berkeliling di komplek perumahan Ratih yang tergolong cukup elit sambil mencoba menghubungi nomor Ratih karena memang Ratih tidak memberi detail rumahnya.
Hingga akhirnya saya memutuskan untuk bertanya dengan bapak-bapak yang sedang duduk di depan rumahnya “Permisi Pak, rumah Ratih anaknya Pak Widodo yang mana ya?” tanya saya kepada bapak itu karena memang jika saya bertanya nama anaknya saja kebanyakan orang tidak tahu. “Wah Pak Widodo yang mana ya mbak? Saya tidak tahu itu,” Saya masih memakluminya, mungkin saja bapak itu warga baru sehingga belum mengenal semua tetangganya.
Akhirnya saya memutuskan untuk kembali berkeliling di perumahan itu sambal mencoba menghubungi nomornya, hingga akhirnya saya melihat Ratih keluar dari salah satu rumah dan melambaikan tangannya kepada saya.
“Tadi aku tanya bapak-bapak yang rumahnya di situ dia nggak tau rumah kamu yang mana, emangnya dia penduduk baru ta?" Ratih menggelengkan kepalanya. DUAR!!!! Saya heran dengan gelengan kepala Ratih.
Kok bisa ya bapak itu bertetanggaan, tetapi bapak itu tidak kenal dengan tetangganya sendiri? Kok bisa ya bapak itu tidak tahu rumah tetangganya sendiri padahal Ia sudah cukup lama tinggal di perumahan ini? Pertanyaan itu langsung berkeliaran di pikiran saya.
Jika saya lihat-lihat lagi posisi rumah bapak itu dengan rumah Ratih hanya berjarak lima rumah saja. Benar-benar lima rumah saja tidak lebih. Apa bapak itu tidak pernah bersrawung dengan tetangganya atau bagaimana? Apa bapak itu tidak pernah meminta bantuan kepada tetangganya hingga nama tetangganya saja pun Ia tidak tahu. Istilahnya perumahan elit sosialisasi sulit.
Padahal, hakikatnya manusia itu disebut makhluk homo socius yang jelas-jelas kita tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain seperti tetangga.
Tetangga itu bukan orang asing bagi kita, sejatinya tetangga merupakan orang terdekat yang dapat membantu kita jika kita mendapatkan masalah di rumah juga tetangga adalah orang yang pertama kali mengetahui keadaan kita, karena tidak mungkin jika kita meminta bantuan saudara karena jarak rumah yang jauh.
Misal saat kita sedang sakit dan ternyata kita diharuskan pergi ke rumah sakit, karena kita tidak mempunyai mobil maka kita pasti akan membutuhkan tetangga untuk mengantar kita ke rumah sakit. La kalo nggak kenal sama tetangganya sendiri udah pasti bakal susah hidupnya.
Naasnya, saat ini kita sering sekali menemukan kejadian seperti itu, di mana ada orang yang tidak mengenal tetangganya sendiri seperti kejadian yang saya alami. Atau bahkan ada orang yang tidak pernah bertegur sapa bahkan bersosialisasi dengan tetangganya sendiri, dengan alasan malas bersosialisasi.
Jika kalian ketahui, orang-orang jaman dahulu itu bisa saling mengenal warga satu kampung atau bahkan satu kecamatan. Karena hal itu, Indonesia dikenal dengan negara berpenduduk ramah. Akan tetapi, itu dulu sebelum globalisasi masuk dan menyerang negeri ini.
Globalisasi dapat menyebabkan seseorang menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya dan mulai melupakan kodratnya sebagai homo socius yang artinya selalu membutuhkan dan dibutuhkan orang lain, hal itu merupakan suatu kebiasaan buruk yang harus dihentikan bahkan jika bisa dihilangkan. Karena ni merupakan suatu masalah yang besar sehingga dapat merugikan dan harus dihadapi dalam era globalisasi sekarang ini.
Nah, cerita lain yang membuktikan bahwa sifat sosial rakyat Indonesia yang menurun ini juga pernah saya alami. Waktu itu ada salah satu warga desa saya yang akan mengadakan acara hajatan, di mana Ia meminta para remaja karang taruna untuk membantu nyinom.
Betapa herannya saya saat saya datang hanya ada 10 dari 70 anak yang datang membantu. Padahal ketua karang taruna sudah mengingatkan dari kemarin untuk jangan lupa datang, bahkan juga sudah diingatkan beberapa jam sebelumnya.
Bisa-bisanya ada tetangga yang jelas-jelas kerepotan dan membutuhkan bantuan tetapi tidak membantunya. Mungkin sebagian orang sibuk dengan kegiatannya, tetapi sesibuk apapun keadaan itu setidaknya kita harus meluangkan waktu untuk membantu tetangga kita yang memerlukan bantuan karena suatu saat kita pasti juga membutuhkan bantuan tetangga kita. Kita harus selalu ingat untuk mendahulukan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi.
Seperti yang kita tahu saat ini masyarakat Indonesia semakin bersifat rasional, dimana mereka lebih berpikir ke arah mengenai waktu dan lebih memikirkan dirinya sendiri, sehingga waktu untuk mengindahkan kehidupan sosialnya semakin terbatas. Dengan kata lain masyarakat Indonesia saat ini semakin bersifat individualisme. Mereka mempunyai anggapan bahwa orang lain itu bukan masalah ataupun urusan dari mereka.
Saya heran apakah menjadi individualis itu menguntungkan? Bukankah kita sebagai manusia itu membutuhkan kebutuhan bersosialisasi? Karena manusia itu mempunyai hakikat sebagai makhluk sosial bukan makhluk individu yang pastinya senantiasa membutuhkan bantuan orang lain walaupun kita bisa tidak bergantung kepada orang lain, tetapi kita pasti tetap membutuhkan bantuan satu sama lain.