Sepak bola merupakan olahraga yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Olahraga tersebut sudah dikenal di berbagai kalangan usia baik tua maupun muda. Dari desa hingga perkotaan dan melampaui sekat sekat social. Tak peduli kualitas kompetisi liga dan tim nasional Indonesia. Sepak bola tetap dicintai berbagai lapisan masyarakat.
Seakan sepak bola hanya persoalan rivalitas, kini muncul berbagai masalah baru dibidang tersebut. Kasus yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang tanggal 1 Oktober 2022 menjadi tragedi berdarah dalam sejarah sepak bola Indonesia. Peristiwa yang menyebabkan banyak nyawa melayang bukan dalam situasi bencana atau wabah, melainkan pertandingan rivalitas yang seharusnya menjadi ajang hiburan justru menjadi malapetaka bagi ratusan suporter.
Dalam tragedi ini, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta, menyatakan supporter Arema FC turun ke lapangan setelah mengalami kekalahan tipis atas Persebaya. Hal itu yang membuat turunnya dua supporter di dekat tribun papan skor. Beberapa saat kemudian ada aksi oleh satu Aremania yang memancing reaksi supporter lain hingga membuat ribuan orang turun ke lapangan.
Petugas polisi lalu menembakan gas air mata untuk membubarkan masa. Aparat bukan hanya menembakkan gas air mata ke arah supporter yang masuk ke lapangan, tapi juga ke tribun penonton yang kemudian memicu kepanikan. Hal tersebut membuat massa berdesakkan keluar stadion dan terjadi penumpukan di satu titik.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan informasi bahwa gas air mata yang digunakan aparat kedaluwarsa. Polri mengakui penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa. Mereka mengklaim bahwa gas air mata yang telah kedaluwarsa tidak berbahaya. Pernyataan tersebut didukung oleh Doktor Masayu yang menjelaskan bahwa, gas air mata yang kedaluwarsa tidak sama dengan makanan.
Sebelum tragedi di Kanjuruhan, tercatat dalam laporan Save Our Soccer, setidaknya terdapat 78 suporter yang kehilangan nyawa sejak Januari 1995 sampai Juni 2022. Dengan adanya peristiwa di Kanjuruhan, kini menambah korban jiwa hingga mencapai ratusan orang. Kejadian ini menjadi urutan kedua Deadliest Soccer Matches In History. Menurut CNN Indonesia data terakhir jumlah total korban 705 orang terdiri dari jumlah korban meninggal dunia 131, dan 574 orang luka.
Insiden ini sama halnya dengan kejadian di Estadio Nacional Disaster, Kota Lima Peru dengan jumlah korban jiwa mencapai 328 yang menempati urutan pertama dalam Deadlist Soccer Matches In History. Tragedi ini sama-sama bermula dari pemakaian gas air mata oleh aparat kepolisian saat mengamankan kericuhan supporter. Hal tersebut yang melatarbelakangi FIFA melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion. Dalam peraturan FIFA Pasal 19b tercantum senjata api dan air mata tidak boleh masuk sepak bola.
Polisi juga mengimbau panitia pelaksana untuk mencetak 25 ribu tiket, tapi panitia mencetak sampai 45 ribu tiket. Membludaknya penonton pada pertandingan Arema vs Persebaya juga menjadi salah satu pemicu terjadinya tragedi kanjuruhan. Media Officer Singo Edan, Sumardji kepada wartawan menegaskkan pihaknya hanya mencetak 42 ribu tiket dari kapasitas Stadion Kanjuruhan yang mencapai 45 ribu orang.
Stadion Kanjuruhan yang menjadi kandang Arema FC dinilai tidak memenuhi standar FIFA, usai tragedi yang terjadi pemerintah berencana merobohkan dan menggantinya dengan stadion baru. Hal itu diungkapkan Presiden Joko Widodo usai bertemu Preside FIFA Gianni Infantino di Istana Merdeka.
Selain perbaikan infrastruktur, Presiden Jokowi juga menegaskan pemerintah bersama FIFA akan memperbaiki sistem pengamanan di stadion. Waktu penyelenggaraan pertandingan juga akan diatur agar risiko keamanan bisa ditekan.
Tidak hanya Stadion Kanjuruhan yang tidak memenuhi standar FIFA. Sebagian besar Stadion di Indonesia tidak memenuhi standar keamanan nasional. Akibat peristiwa Kanjuruhan, FIFA akan melakukan upaya transformasi sepak bola Indonesia bersama dengan PSSI.
Pertandingan sepak bola tak jarang dibarengi dengan kelakuan oknum supporter yang tersulut emosi dan menyebabkan ricuh saat pertandingan berlangsung. Kalah ataupun menang adalah hal yang biasa dalam pertandingan. Supporter harus bijak dalam menanggapi kekalahan tersebut. Kejadian supporter merangsek ke lapangan menandakan masih kurangnya sikap menerima kekalahan.
Kecewa ketika mengalami kekalahan merupakan hal yang wajar. Semua ini hanyalah sepak bola yang di dalamnya terdapat momen menang dan kalah. Terlepas dari rivalitas dua tim sepak bola, masih ada kehidupan di luar stadion yang harus mereka jalani.
Pengamanan supporter sepak bola di Indonesia harus kembali di evaluasi. Penggunaan gas air mata untuk pembubaran kerusuhan, dinilai melanggar peraturan FIFA. Kesit B Handoyono, seorang pengamat sepak bola menyebut bahwa tidak pernah ada kerusuhan dalam pertandingan sepak bola di negara lain yang dibubarkan menggunakan gas air mata. Pernyataan tersebut membuktikan, bahwa pengamanan sepak bola di Indonesia masih kurang memadai.
Tragedi Kanjuruhan Malang menjadi pelajaran bagi dunia sepak bola Indonesia. Stadion Kanjuruhan yang akan dirobohkan, menjadi awal era baru sepak bola Indonesia. FIFA yang turut andil dalam membenahi sistem liga Indonesia menjadikan kesempatan untuk merevolusi tatanan baik liga, supporter, maupun infrastruktur. Pembaruan ini dapat membuka era baru, dengan pemikiran baru, harapan baru, agar kualitas sepak bola Indonesia lebih baik.