“Hidup bukan hanya permainan semata.” Itu adalah ekspresi yang sering kali dilontarkan oleh para manusia kaku yang tidak bisa menemukan cara dalam menikmati hidupnya. Allah menciptakan dunia sebagai tempat bermain untuk manusia, agar manusia senang, tenang, dan di saat berinteraksi dengan-Nya tidak hanya mengeluh karena sumpeknya dunia, melainkan juga mampu mengucap rasa syukur atas segala fasilitas yang diberikan-Nya. 

Fahruddin Faiz dalam bukunya Menjadi Manusia Menjadi Hamba disebutkannya bahwa salah satu fitrah manusia adalah memiliki selera humor, sebab satu-satunya makhluk yang bisa tertawa hanyalah manusia.  

Ditambah lagi oleh Friedrich Nietzsche ia mengatakan bahwa salah satu ciri Uber mensch atau manusia super ialah seseorang yang bisa merayakan hidupnya dan cara paling mudah untuk merayakannya adalah dengan menertawainya. Belajar untuk tertawa artinya belajar untuk menguasai serta menikmati hidup.

Saya akui bahwa ketika membaca sub-bab Humor dalam buku Fahruddin Faiz yang disebutkan di atas dapat membuat kita sebagai pembaca merasa santai dan menyadari bahwa hidup tidak sesulit itu. 

Namun bukan berarti kita bisa seenaknya berleha-leha tanpa mengusahakan apapun dalam kehidupan. Harus disadari bahwa hidup memang permainan tapi tidak bisa asal dipermainkan, sebab dalam permainan sebenarnya tidak sesantai yang kita kira, di mana kita terserah melakukan apa saja. Permainan pun harus dilakoni dengan serius agar mendapat hasil yang bagus. 

Dalam permainan terdapat aturan main yang harus ditaati agar dapat menjadi pemenang. Ketika aturan atau rule of the game tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sebuah game tidak akan berhasil dimenangkan. 

Jika terus menerus tidak dimenangkan, pada akhirnya pemain akan merasa marah, galau, geram, dan tidak bisa mencapai esensi utama dari sebuah game, yakni mendapat kesenangan. Sekali lagi, hidup adalah permainan tapi menjalaninya tidak boleh main-main. 

Setelah mengetahui bahwa permainan adalah media untuk mendapat kesenangan, namun juga terdapat syarat dan aturan untuk mencapainya, harusnya Anda para pembaca langsung tau akan dibawa ke arah mana tulisan saya ini. Jadi tidak perlu lagi saya menulis bahwa permainan dengan kehidupan yang sedang kita jalani ini sebenarnya memiliki kesamaan.

Seperti yang telah saya sebutkan di awal bahwa kita hidup di dunia ini hanyalah permainan semata. Permainan untuk manusia agar kita bisa senang, tenang, dan selalu tertawa ketika dihadapkan dengan segala kesulitan, sehingga kesulitan tersebut tidak dijadikan alasan untuk tidak menyibukkan diri dalam beriman dan bertakwa kepada-Nya. 

Bukan omong kosong dan hasil kesoktahuan belaka, Allah pun menegaskan di Al-Qur’an surat Muhammad ayat 36 terkait dengan dunia sebagai tempat senda gurau. Silahkan di buka mushaf Qur’annya, siapa tau sudah lama tidak saling sapa. 

Hidup di dunia yang sementara ini tak sepatutnya dijalani dengan serius terus, sesekali harus bisa untuk menertawakan diri serta masalah yang sedang dihadapi. Termasuk juga dalam menanggapi komentar orang terhadap kita, ketika dianggap serius bisa menusuk sampai ke dalam hati bahkan menjadi bahan pikiran sehari-hari. 

Namun berbeda ketika kita menganggap komentar tersebut sebagai guyonan semata, kita akan lebih rileks dan santai, toh itu hanya komedi. Komedi ada untuk ditertawakan bukan?

Tak hanya itu, aktivis Austria bernama Simon Wiesenthal mengatakan bahwa, “Humor itu senjata bagi masyarakat yang tidak punya senjata”. Maksudnya humor dapat membantu masyarakat yang sedang tertindas untuk tetap bisa tersenyum bahkan dalam situasi yang menyakitkan. Dengan canda dan tawa semua yang berat akan terasa lebih ringan.

Humor atau candaan menurut saya masih ambigu untuk dianggap sebagai sesuatu yang mendatangkan pahala atau sebaliknya. Sebab masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa jangan tertawa berlebihan, itu bukan sunnah Nabi, dan sebagainya. 

Padahal Nabi pun dulu sering tertawa dan melontarkan candaan terhadap para sahabat. Tidak mungkin dong dalam 24 jam beliau tidak pernah sekalipun tertawa.

Terdapat salah satu dialog humor antara Nabi dengan Umar bin Khattab dalam buku karya Fahruddin Faiz yang disebutkan di atas. 

Dikisahkan bahwa saat itu Nabi dengan Umar sedang duduk sambil memakan kacang. Umar sengaja menaruh dan menumpuk kulit kacang miliknya di depan Nabi yang di mana di sana juga ada sisa kulit kacang, lalu Rasulullah berkata, “Wah ternyata Nabi sangat suka makan kacang, kacang segitu banyak dimakan sendirian.” Lalu Rasulullah pun menjawab, “Iya, tapi saya masih mending, kulitnya saya tinggal. Saya lihat di depanmu sudah bersih, bahkan kulitnya tidak tersisa. Kamu ikut makan juga ya?”

Hidup kita hanya permainan. Saat senang, harus disadari bahwa hidup ini hanya permainan. Ibarat drama teater, ada peran-peran yang harus ditampilkan. Begitupun hidup kita, ketika sukses, ingat bahwa ini hanya peranmu untuk sekarang bisa jadi nanti peranmu berganti menjadi orang yang gagal. Dan itu adalah hal yang biasa ketika kita menganggap bahwa hidup hanyalah sebuah permainan drama.

Allah akan senang ketika kita menikmati permainan yang disajikan oleh-Nya. Dia akan senang ketika kita menjalankan peran kita dengan sungguh-sungguh dan rela ketika peran kita digantikan oleh orang lain. 

Hari ini kita sukses, besok orang lain yang sukses, kita tidak seharusnya iri dan sedih. Yang memberi peran adalah Allah dan Allah adalah Pembuat Skenario terbaik di kehidupan ini bahkan juga sebelum kehidupan ini dijadikan panggung permainan drama oleh-Nya.