Guru saya pernah mengatakan, bertemanlah secara wajar-wajar saja, jangan berteman melebihi batas. Jika berteman terlalu dekat dengan seseorang, suatu saat kamu pasti akan membenci orang itu seumur hidupmu. Nasehat yang masih terngiang sampai saat ini.

Perkataan itu rasanya selaras dengan berita pembunuhan Ade Yunia Rizabani atau Icha yang dilakukan oleh temannya sendiri Christian Rudolf Tobing beberapa hari yang lalu.

Seperti yang telah diberitakan, Icha dan Rudolf ini sejatinya berteman dalam suatu circle pertemanan bersama. Berdasarkan pemeriksaan, motif pembunuhan adalah dendam, tapi dendam seperti apa belum diungkap lebih rinci oleh polisi.

Kalau dipikir-pikir dengan akal sehat, bagaimana seseorang bisa membunuh temannya sendiri? Atau saat membunuh ikatan pertemanannya sudah habis masa berlakunya dan berganti permusuhan? Tentunya untuk menjawab semua itu Rudolf yang paling tahu.

Setiap orang dapat menemukan teman saat berada di bangku sekolah, bekerja, ikut kegiatan, ataupun organisasi. Teman sejati adalah teman yang selalu ada di saat temannya dalam kesusahan. Teman yang selalu bisa dimintai pertolongan, dan juga memberi pertolongan saat dibutuhkan, minimal memberi pendapat tentang permasalahannya.

Akan tetapi, dalam berteman juga perlu menggunakan ilmu dan wawasan tertentu agar pertemanan kita tetap langgeng. Saling memahami dan mengerti menjadi salah satu kunci agar hubungan terjalin baik. Teori yang disampaikan guru saya ada benarnya, bahwa menjalin hubungan dengan teman harus wajar dan berimbang, kalau tidak pasti akan terjadi gesekan. Setidaknya saya pernah membuktikan hal tersebut beberapa kali.

Waktu duduk di bangku SMA saya pernah memiliki sahabat yang sangat dekat. Sebut saja Kus. Kedekatan kami melebihi batas, maksudnya bukan ke arah suka sesama lho yhaa. Kemanapun kami pergi, kami harus bersama. Rasanya ada yang kurang kalau tidak dengan Kus bagi saya, sebaliknya juga bagi dia. Pokoknya salah satu dari kami tidak bisa meninggalkan satu sama lain.

Sampai suatu ketika terjadi permasalahan kecil. Waktu itu kami kelas satu, mengikuti kegiatan pramuka di sekolah, dan lagi-lagi satu kelompok. Tiba saatnya pembagian tugas persiapan perlengkapan kemah. Kelompok tersebut sepakat memberi tugas kami berdua mencari pinjaman tenda. Kami pun bergegas, dan segera mendapatkan tenda dari SMP tempat Kus mengenyam pendidikan sebelumnya.

Setelah selesai acara, kami harus mengembalikan tenda tersebut ke asalnya. Terjadi miskomunikasi diantara kami. Saya pikir tenda sudah dikembalikan oleh Kus, ternyata belum. Dia marah-marah sama saya karena tidak segera mengembalikannya, dia merasa tidak enak dengan guru-gurunya di SMP. Padahal, saya sendiri mengira dia sudah mengembalikannya.

Hal sepele ini membuat hubungan kami renggang, sampai satu tahun kami tidak saling menyapa, yaitu selama menjalani pendidikan di kelas dua. Baru di kelas 3 kami berbaikan lagi, tapi dengan kondisi perasaan yang sudah biasa-biasa saja, bukan teman seakrab dulu.

Kisah nyata yang lain juga pernah saya alami ketika duduk di bangku kuliah. Di semester pertama saya memiliki teman yang sangat dekat, namanya Agung. Apapun kami lakukan bersama, selesai perkuliahan pasti kami keluar bersama untuk makan, mengerjakan tugas, nongkrong di Boulevard dan lain sebagainya. Kami juga sering saling berkunjung ke rumah masing-masing. Bahkan, kami pernah melaksanakan usaha bersama-sama, berupa peternakan ikan dan lobster, walaupun akhirnya gulung tikar.

Suatu ketika terjadi permasalahan yang saya anggap juga sepele. Agung seorang yang pintar Bahasa Inggris. Saya berinisiatif meminta Agung mengajari saya dan beberapa teman-teman yang lain. Akhirnya dengan senang hati Agung bersedia.

Pada pertemuan pertama kegiatan belajar bersama, dengan baik Agung menjelaskan materi-materi dasar tentang Bahasa Inggris. Awalnya biasa-biasa saja, sampai saya nyeplos berkata lucu memlesetkan apa yang disampaikan Agung, dan semua teman-teman ikut tertawa. Itulah kebiasaan kami, bercanda untuk setiap saat.

Ternyata, perilaku tersebut membuat Agung tersinggung dan marah. Tiba-tiba dia menutup bukunya, dan langsung pergi keluar ruangan. Kami semua berlarian mengejar dia, tapi tidak diperdulikan. Dia hanya diam, sepatah katapun tidak keluar dari mulutnya. Saya juga berusaha menghadang dia pergi, tapi tidak ada gunanya. Dia hanya diam seribu bahasa.

Keesokan harinya saat kami bertemu di Kampus, sikapnya sangat dingin, terutama kepada saya. Saya sudah berusaha meminta maaf, tapi tidak diperdulikan dan dia tidak menjawab apa-apa. Akhirnya, selama beberapa semester kami tidak bertegur sapa.

Kedua kasus yang saya alami tersebut menggambarkan betapa pertemanan harus dikelola dengan sebaik mungkin. Jangan jadikan satu atau dua temanmu sebagai teman paling spesial. Bersikaplah dengan wajar dan baik kepada semua teman. Rasa cinta yang berlebihan akan menimbulkan kebencian. Bersikaplah secara sedang-sedang saja, sehingga kamu tidak akan merasakan pedihnya tersakiti.

Mungkin kamu masih ingat kasus pembunuhan berencana yang menggemparkan Indonesia. Sekitar tujuh tahun silam, pada 6 Januari 2016, Indonesia digegerkan dengan kabar kematian perempuan bernama Wayan Mirna Salihin usai menenggak kopi yang ternyata mengandung racun sianida.

Dalam pemeriksaan polisi ditemukan 3,75 miligram sianida dalam tubuh Mirna. Setelah melakukan penyelidikan mendalam, polisi kemudian menetapkan teman Mirna, Jessika Kumala Wongso sebagai tersangka. Setelah menjalani proses persidangan yang cukup panjang, akhirnya Jessika divonis hukuman penjara 20 tahun.

Lagi-lagi kasus tersebut adalah kasus teman membunuh teman. Oleh sebab itu, Kita harus bisa bersikap di tengah-tengah (tawassuth) dalam pergaulan. Lebih-lebih kita bisa menjadi orang yang bisa dijadikan seorang penengah saat teman-teman yang lain berselisih.

Dengan menjadi sosok yang baik dalam berteman, tentunya kita menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Khoirunnas Anfa’uhum Linnas. Sikap seperti itu perlu selalu kita kedepankan dalam pergaulan, agar tidak mudah terjadi gesekan diantara teman.

Kita juga harus bisa mengelola candaan dengan baik. Harus bisa melihat situasi dan kondisi saat bercanda. Kadang ada situasi tertentu yang tidak pantas dijadikan tempat bercanda. Dian Sastrowardoyo mengatakan, teman adalah seseorang yang bisa melihat sisi terlemah kita. Ia bisa menerima kita apa adanya tanpa melihat atribut kita.

Kita juga tetap harus berupaya memiliki teman karena hidup tanpa teman ibarat hidup di pulau gersang. Tidak ada yang lebih indah dalam berteman ketika kita memiliki sosok teman penuh pengertian, setia, serta selalu memberi support.

Tapi kita juga harus ingat, bahwa suatu saat kita juga akan kehilangan teman tersebut, maka biasa-biasa sajalah dalam berteman. Seperti kata Aristoteles, menjadi teman siapa saja berarti tidak berteman dengan siapa-siapa.