Harap tenang, ujian sedang berlangsung! Begitu tulisan baliho yang kulihat di sekolah-sekolah yang sedang melaksanakan ujian. Baliho ini menjadi penanda kalau ujian sedang diselenggarakan di sekolah tersebut dan diharapkan orang lain tenang karena ada ujian.
Melaksanakan ujian dengan tenang? Bisakah?
Namun, ujian bukan hanya berlangsung di sekolah, tapi juga di alam kehidupan kita ini. Kita pun sedang melangsungkan dan mengalami banyak ujian. Kita sering mendengar atau bahkan membaca kata-kata seperti berikut ini:
Jangan buat keributan, ini ujian bagi bangsa kita; Kita (bangsa) sedang diuji (oleh) Tuhan; Mohon bersabar, ini ujian; Tersenyumlah menghadapi ujian-Nya; Bagaimanapun, aku harus siap menghadapinya, ini ujian Tuhan untukku; Tuhan tidak akan menguji sesuatu yang lebih dari kesanggupan hamba-Nya; Tuhan akan mengganti yang lebih baik melalui ujian ini; Puasa adalah ujian bagi keberimanan kita; dan lain sebagainya.
Ketika kita sedang melaksanakan ujian hidup dari Tuhan, kita diharapkan tenang, tidak ribut. Bisa tersenyum, bisa bersabar, dan menahan diri karena setelah itu akan ada pengganti dari Tuhan. Namun, dasarnya adalah kita harus ikhlas menghadapi ketetapan Tuhan.
Seperti status temanku, Noy, di WhatsApp, bagaimana dia menyikapi arti hidup setelah mendapat ujian dari kehidupan itu sendiri:
“Life is all about how to fight every single tears, anger, depression, and every kind of overreact thing. Saat kamu sudah bisa berjalan dengan tegak tanpa sedikit pun rasa risih ataupun terganggu dengan segala hal yang ada di sekitarmu, mungkin perlahan kamu mulai mengerti bahwa hidup adalah tentang keikhlasan atas apa pun yang terjadi di dunia. Karena semua itu adalah merupakan ketetapan Sang Pencipta.”
Satu kata yang bisa mewakili curahan hati di atas adalah "legawa". Legawa atau lapang dada, tanpa kecewa, sabar dalam menerima ujian. Legawa adalah menerima kondisi yang terjadi sebagai ketetapan Tuhan. Legawa sebagai kata penerimaan pada sesuatu, bisa menerima sesuatu atau ikhlas.
Misalnya, bisa menerima kekalahan ketika kita tidak menjadi pemenang. Bisa menerima kekurangan ketika kita mempunyai kelebihan di suatu bidang. Bisa menerima keputusan dari seseorang ketika kita sedang ditolak. Bisa menerima suatu kejadian buruk yang terjadi tanpa harus marah pada keadaan.
Bisa hidup sederhana ketika memang harus hidup sederhana. Bisa menjalani hidup dengan tenang tanpa banyak gaya, neko-neko, dengan menahan diri pada hidup yang berlebihan.
Ketika kita bertanding yang harus memilih siapa yang akan jadi pemenang, kita harus siap, baik kalah maupun menang. Ketika kita diperhadapkan pada pekerjaan, kita harus mengakui kemampuan apa yang kita miliki dan yang tidak kita miliki. Ketika kita menyatakan cinta pada seseorang, namun seseorang itu lebih memilih orang lain, kita harus siap menghadapi pilihan orang lain tersebut.
Ketika kita mengalami masalah, kita tak perlu marah pada keadaan tersebut, tapi mencari solusi. Ketika hidup kita memang sederhana, kita tidak perlu memaksakan diri mengikuti orang yang bisa menjalani hidup mewah. Ketika kita bisa hidup tenang dengan hidup di desa, misalnya, tidak perlu memaksakan diri untuk selalu melakukan perjalanan ke kota.
Ini juga berkaitan dengan falfasah Jawa, seperti majulah tanpa menyingkirkan, naiklah tanpa menjatuhkan, jadilah baik tanpa menjelekkan, jadilah benar tanpa menyalahkan, dan sebagainya.
Sisi Spiritual Hidup
Masih dari status Noy, “Selalu ada masa, di masa kita menyadari bahwa tak ada kasih sayang yang melebihi apa yang Allah berikan. Berbagai macam bentuk kekecewaanmu pada sekitarmu jangan sampai membuatmu sedih dan kian tersesat, sebagaimana aku belajar, dan iya masih belajar untuk memperbaiki diri hingga kini. Tunjukanlah semua itu pada satu titik di mana hanya Sang Pencipta yang mengetahui segala yang tampak maupun tersembunyi, baik yang maupun sebaliknya bagimu."
Noy menyadari Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Di dunia ini, walau banyak kekecewaan kita pada hidup, janganlah membuat kita menjadi sedih dan tersesat dengan menjauh dari Tuhan, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa pun yang kita inginkan.
Noy secara tidak langsung mengajak kita untuk belajar karena dia pun terus belajar memperbaiki diri. Kita harus belajar menghadapi apa pun yang terjadi dalam hidup kita ini. Akhirnya, kita pun harus menunjukkan diri pada satu titik, yaitu Tuhan sebagai Maha Mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan selama ini. Sesuatu yang telah nyata maupun tidak nyata, baik di dalam terang maupun gelap.
Intinya adalah bagaimana kita belajar untuk memperbaiki diri, menjadi pribadi yang baik dengan kembali menyadarkan segala sesuatunya ke Tuhan. Kita berkesadaran menjadi manusia yang menjadi manusia seutuhnya.
Ketika kita legawa menjalani hidup dengan memperbaiki diri, tentu akan terefleksi pada ketenangan batin. Kita mencari yang menenangkan diri, menenangkan batin. Bukankah itu begitu indah buat hatimu batinmu? Inilah makna hidup sesungguhnya yang kita cari.
Terakhir, kita pernah dapat pesan seperti ini, buka dompet dapat uang, buka jendela dapat angin, buka hati dapat cinta. Semoga kita mendapat cinta hari ini, besok, dan selamanya karena ketenangan kita, kelegawaan kita menghadapi hidup.
Seperti sebelum kita puasa, kita akan memohon maaf lahir dan batin sebelum puasa agar kita berjalan dengan tenang, lancar, dan mendapat pahala. Begitu pun setelah lebaran, kita kembali memohon maaf lahir dan batin agar kita kembali ke fitrah, kembali suci di hari kemenangan. Hidup kita menjadi lebih tenang dan damai.
Tapi hari ini kita masih ujian “puasa”. Kita harus menahan diri sampai hari raya tiba. Selamat ujian, st… st… st… harap tenang.