Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri manusia, yang muncul dari keyakinan manusia itu sendiri, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan-Nya. Manusia merupakan makhluk beradab, yang memiliki martabat dan harga diri. HAM bersifat universal berarti berlaku pada setiap manusia tanpa melihat suku, ras, maupun agama.

HAM diartikan untuk saling menghormati, saling menghargai, saling mengayomi sesama individu maupun dalam lingkup masyarakat. Karena setiap manusia berhak atas kedamaian, keamanan dan kemerdekaan. Menyalahi HAM dianggap sebagai menyalahi kodrat manusia. HAM dapat terkait dengan kebebasan berpendapat, kebebasan dalam membeli maupun menjual sesuatu, mempunyai pekerjaan yang layak, hak ikut dalam pemerintah dan lain sebagainya.

HAM memiliki ciri khusus, yaitu tidak dapat dibagi dan dicabut dari manusia. Melanggar HAM dapat dianggap sebagai bentuk kriminalisasi, penindasan atas kebebasan individu. HAM memiliki pengadilan khusus. Pengadilan tersebut bertugas dalam memeriksa, memutuskan perkara terhadap pelanggaran HAM berat.

Pada tahun 1698 Inggris menghasilkan Declaration and bill of Rights menyatakan bahwa hak-hak rakyat tidak dapat diganggu gugat (dituntut) atas dasar ucapan-ucapannya. Amerika Declaration of Indepence meletakkan HAM sebagai landasannya. Sementara Perancis Declaration des Droits L’Homes et du citoyen 1789 menyatakan semua manusia lahir itu bebas dan sama dalam hukum, tujuan negara untuk melindungi hak-hak alami, hak yang tidak bisa dicabut yaitu hak yang meliputi hak kebebasan, hak milik, hak keamanan dan perlindungan. Ketiga deklarasi tersebut menekankan bahwa HAM merupakan tanggung jawab negara.

HAM menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 merupakan hak dasar secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dihormati, dilindungi, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, dirampas oleh siapapun. Konsep dari HAM tersebut berpotensi dilanggar negara dan kekuasan. Hal ini dikarenakan negara memiliki otoritas dalam mengatur warga negaranya, sementara kekuasaan yang ditaruh kepada pemimpin yang salah dapat mengakibatkan terjadinya penindasan terhadap masyarakat.

 

Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai HAM, membuat individu dapat bersikap seenaknya karena merasa tidak ada pembatasan terhadap dirinya. Masyarakat berhak untuk rasa aman, tetapi tidak berhak menuntut perlindungan lebih terhadap negara, oleh karena itu perlu pembatasan HAM pada Undang-Undang.

Banyak peraturan tanpa diimbangi dengan penguatan kebijakan perlindungan HAM, regulasi yang tidak sesuai prinsip HAM, lemahnya kemampuan institusi dalam hal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, rendahnya kepatuhan hukum dalam hal penghormatan dan perlindungan HAM, serta minimnya pemahaman aparat negara pada pendekatan dan prinsip HAM. Hal tersebut merupakan masalah yang terjadi mengenai HAM di Indonesia.

Menurut Komnas HAM pengaduan yang terjadi berupa sengketa lahan, sengketa ketenagakerjaan, maupun kepegawaian. Sementara lembaga yang menerima banyak keluhan yaitu dari kepolisian. Konflik HAM lainnya yaitu kebebasan berpendapat dan berekpresi, intoleransi, konflik agraria, masalah pelayanan publik, hak kesehatan, sengketa konflik antara pemerintah dengan masyarakat merupakan permasalahan yang ingin diselesaikan Komnas HAM.

Hakikat penghormatan dan perlindungan HAM ialah menjaga keselamatan dari eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan individu dan umum. Menghormati, kerjasama dan kerukunan merupakan arti HAM secara konseptual.

 

Seseorang yang hanya meminta hak tanpa melaksanakan kewajibannya merupakan seseorang yang tidak patut mendapatkan haknya. Hal ini karena kewajiban merupakan hal yang perlu didahulukan. Hak merupakan akibat dari kewajiban yang dilaksanakan. Kewajiban yang dilaksanakan akan menghasilkan sikap saling menghormati yang menciptakan kedamaian, kerukunan dan toleransi. Hal ini akan memudahkan implementasi HAM di masyarakat.    

Tahun 1966 terjadi gerakan mahasiswa mengenai bahaya laten ideologi komunis yang mengancam ideologi Pancasila. Peristiwa yang terjadi ialah terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno kepada Soeharto. Hal ini menandakan Orde Lama berakhir dan munculnya Orde Baru. Tahun 1972 muncul peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) yaitu gerakan mahasiswa menolak produk dari Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Sedangkan pada tahun 1980-an gerakan mahasiswa jarang terjadi. Kalaupun ada hanya bersifat politis.

Gerakan Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat baru mulai terjadi, yaitu bersatu demi untuk meruntuhkan rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998. Kemenangan Golkar 1997 yang berarti Soeharto dapat menjabat lebih lama, diprotes oleh mahasiswa. Ketua Golkar mengatakan bahwa masyarakat Indonesia ingin agar Soeharto melajutkan lagi menjabat. Aksi protes mahasiswa ditujukan untuk melakukan reformasi, dengan pergantian kekuasaan diharapkan dapat membawa angin segar bagi bangsa yang saat itu sedang mengalami krisis. Presiden Soeharto mengatakan bahwa reformasi bisa dilakukan, tetapi mahasiswa menilai itu hanyalah taktik politik. Banyaknya demonstrasi dan protes membuat Soeharto lengser dan dilaksanakannya reformasi. Reformasi dalam arti kebebasan berpendapat, pemikiran dan berpolitik.

Selain gerakan mahasiswa, kasus yang berkaitan dengan HAM yaitu peristiwa baku tembak terjadi pada April 2021 antara gabungan dari TNI-Polri dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Puncak Jaya, Papua. KKB seringkali mengancam dan menjadikan masyarakat sebagai tameng. KKB juga melakukan aksi penembakan kepada masyarakat. Hal ini membuat pemerintah memberikan cap teroris dan menurunkan TNI-Polri dalam upaya menekan langkah KBB.

Tentunya KKB dalam hal ini melanggar HAM, karena mereka membunuh masyarakat yang tidak bersalah. Mereka juga melakukan penyerangan kepada aparat yang dinilai menganggu aktivitas mereka. Tindakan pemerintah yang melabelkan teroris kepada KKB tidak melanggar HAM, justru pemerintah dapat dianggap membela HAM masyarakat.

Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah ialah dengan melakukan negoisasi atau pertemuan, tentu pemerintah dalam hal ini diwakili orang yang berpengaruh, sehingga KKB dapat dinetralisir bukan dengan kekerasan. Tetapi KKB yang telah melakukan banyak kejahatan, dilihat sebagai ancaman besar dan mereka berupaya mencederai masyarakat yang berada dalam lindungan negara. Maka dalam hal ini pemerintah tidak salah, sehingga melakukan tindakan dalam upaya melindungi masyarakat yang sedang terancam. KKB hanyalah segelintir orang bermasalah, yang seakan-akan mewakili seluruh masyarakat Papua, padahal tidak demikian. Masyarakat Papua yang membantu KKB tentunya mendapatkan ancaman, sebab mereka lebih memilih hidup rukun dan damai.

Kasus kelompok LGBT mengatasnamakan HAM dan menyuarakan keadilan, tentu mendapatkan perhatian dan kecaman masyarakat. Sebab kelompok LGBT mulai berani terang-terangan dalam membela haknya. Apalagi ditambah dengan adanya rencana revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHP) yang berisi aturan pidana bagi LGBT menuai polemik. Akibat rencana itu memunculkan ketakutan masyarakat. Satu pihak merasa dipersekusi, sementara pihak masyarakat merasa cemas dengan LGBT yang kian menjamur.

LGBT mengeluh bahwa mereka telah mendapatkan banyak penindasan, kekerasan, diskriminasi dan pembatasan sosial, sehingga LGBT menyembunyikan identitasnya agar tidak mengalami hal tersebut. Kelompok LGBT mengharapkan perlakukan yang adil dari pemerintah. Mereka berdalih ingin orientasi seksual mereka tidak menghalangi mereka dalam berkarya dan ikut membangun negeri. Tetapi LGBT mendatangkan kecemasan seperti kasus HIV AIDS, kasus kejahatan seksual pada anak, serta penyalahi kodrat salah satu agama mayoritas, yaitu agama Islam.

LGBT terjadi karena adanya kelainan seksual maupun pengalaman masa lalu hal yang berkaitan. LGBT merasa ingin dimengerti, tetapi mereka sendiri tidak memahami bahwa mereka menularkan penyakit tersebut pada orang lain. Mereka seakan tidak peduli, merasa nyaman dan enggan untuk disadarkan. Mereka dengan berbagai konfrontasi publik, kemudian mencatut HAM sebagai perisai diri. Menurut saya LGBT jelas melanggar HAM, dikarenakan tujuan dari HAM ialah melindungi masyarakat, salah satunya ialah dengan melindungi masyarakat dari penyakit kelainan seksual.

 

Daftar Pustaka

  • Akurat. Diakses https://akurat.co/sisi-lain-gerakan-mahasiswa
  • CNN. Diakses https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210524065620-12-646010/sengkarut-konflik-bersenjata-kkb-papua-dan-tni-polri
  • Direktorat Jenderal HAM. Diakses https://ham.go.id/2018/11/15/mengapa-perlu-ada-ham/
  • DPR. Diakses https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2000_26.pdf
  • Hak Asasi Manusia. Siti Ramlia Hasibuan, dkk. Diakses https://osf.io/preprints/inarxiv/jdmbc/
  • Komnas HAM. Diakses https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/7/13/1480/penegakan-ham-di-indonesia-belum-mengalami-kemajuan.html
  • Komnas HAM. Diakses https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2018/2/5/475/hak-asasi-manusia-atas-orientasi-seksual.html
  • Kompas. Diakses https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/02/070000869/ham-dalam-perspektif-pancasila
  • Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI. Diakses https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8cd37-3-laporan-lgbt-lgb.pdf
  • Tinjauan Yuridis Terhadap Indeks Kemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Aji Wibowo. Diakses https://media.neliti.com/media/publications/17966-ID-tinjauan-yuridis-terhadap-indeks-kemajuan-hak-asasi-manusia-di-indonesia.pdf
  • Tirto. Diakses https://tirto.id/sejarah-demo-mahasiswa-turunkan-presiden-tahun-1998-di-yogyakarta-eiDX