Tahun 2021, sudah bisa dikatakan era abad 21. Sebagaimana yang kita lihat saat ini, teknologi semakin maju, informasi dapat kita temukan di mana saja dan kapan saja, dan komunikasi jarak jauh sudah sangat mudah.
Sebagaimana ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi di mana saja dan kapan saja (informasi), adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi), mampu menjangkau segala pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa dilakukan dari mana saja dan ke mana saja (komunikasi).
Masuknya kita ke abad 21, tidak hanya berpengaruh pada kemajuan teknologi. Hal itu juga mempengaruhi kehidupan masyarakat baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, sampai ke dunia pendidikan. Dunia pendidikan juga dituntut untuk beradaptasi dengan majunya teknologi di abad ini.
Pendidikan sendiri dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan juga masyarakat.” (Aprilinda, M. 2019).
Pendidikan era sekarang ini sering disebut dengan pendidikan abad 21, yang mengintegrasikan antara kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan sikap serta penguasaan terhadap TIK. Tantangan dunia pendidikan semakin besar dengan adanya kemajuan teknologi ini. Sekolah dan pendidik diharapkan dapat mewujudkan siswa siswi yang cakap, berpengetahuan, terampil dan juga menguasai teknologi.
Selain itu pada abad ke-21 ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving), berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration) atau yang biasa disebut dengan 4C.
Penjabaran keterampilan abad 21, yang pertama keterampilan berpikir kreatif (creative thinking) Lawrence dalam Suratno, (2005) menyatakan kreativitas merupakan ide atau pikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna dan dapat dimengerti.
Berbeda dengan Lawrence, Chaplin dalam Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati, (2010) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam bidang seni atau dalam persenian, atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan metode-metode baru.
Suratno mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu ativitas yang imajinatif yang memanifestasikan (perwujudan) kecerdikan dari pikiran yang berdaya guna menghasilkan suatu produk atau menyelesaikan suatu persoalan dengan cara tersendiri. (Suratno, 2005:24)
Yang kedua berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving) Setiap manusia pasti memiliki skill untuk berpikir. Berpikir menjadi kodrat alamiah yang setiap saat dilakukan dalam seluruh aktivitas kehidupan.
Berpikir sendiri terbagi menjadi beberapa tingkatan mulai dari yang paling sederhana yang hanya membutuhkan ingatan, sampai pada level yang paling tinggi dan membutuhkan perenungan.
Berpikir kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. (Elaine B. Johnson, 2009: 182).
Berikutnya ada berkomunikasi (communication) adalah proses pertukaran bahasa yang berlangsung dalam dunia manusia. Oleh sebab itu komunikasi selalu melibatkan manusia baik dalam konteks intrapersonal, kelompok maupun massa.
Peneliti komunikasi membuktikan bahwa hingga saat ini bahasa diakui sebagai media paling efektif dalam melakukan komunikasi pada suatu interaksi antar individu seperti halnya kegiatan penyuluhan dan pembinaan, proses belajar mengajar, pertemuan tempat kerja dan lain lain. (Muhtadi, 2012)
Kemudian yang terakhir berkolaborasi (collaborative) Beberapa peneliti membuktikan bahwa peserta didik akan belajar dengan lebih baik jika mereka secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dalam suatu kelompok-kelompok kecil.
Peserta didik yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil cenderung belajar lebih banyak tentang materi ajar dan mengingatnya lebih lama dibandingkan jika materi ajar tersebut dihadirkan dalam bentuk lain, misalnya bentuk dalam ceramah, tanpa memandang bahan ajarnya (Warsono dan Hariyanto, 2012: 66-67).
Keberhasilan sekolah dalam mewujudkan 4 keterampilan tersebut tidaklah terlepas dari peran seorang guru. Guru merupakan salah satu profesi tertua di dunia selaras dengan adanya kehidupan manusia.
Seiring perkembangan zaman dan variasi profesi yang ada di tengah masyarakat, serta pandangan masyarakat yang cenderung materialistis, menyebabkan profesi guru semakin redup dan menjadikannya pilihan terakhir.
Namun, bukan berarti profesi guru akan tergantikan di tengah masyarakat, karena adanya guru terciptalah generasi yang cerdas dan unggul.
Sehingga tidak mengherankan bila pakar berpendapat bahwa profesi guru merupakan, “Most thankless profession in the world” (Aprilinda, M. 2019).
Seiring dengan tantangan dunia pendidikan, dibutuhkan juga guru sebagai tenaga pendidik profesional.
Sebagaimana di dalam UU No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. ( Handayani, Y. 2007)
Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat lagi menerima guru yang tidak profesional. Hal ini sesuai dengan rekomendasi UNESCO, yang ditekankan pada tiga tuntutan yaitu:
1. Guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan kepada masyarakat.
2. Guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis
3. Ilmu dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan berkelanjutan.
(Aprilinda, M. 2019)
Dengan adanya rekomendasi UNESCO tersebut, serta melihat bagaimana tantangan pendidikan pada era abad-21 ini. Seharusnya guru pada era ini, benar-benar merupakan guru profesional.
Guru profesional juga diharapkan dapat memenuhi empat kompetensi, kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Kompetensi profesional, seorang guru hendaknya paham secara luas dan mendalam kurikulum pembelajaran dan ilmu yang menaungi materinya.
Kemudian kompetensi pedagogik, seorang guru harusnya dapat memahami peserta didik baik dalam perancangan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembelajaran.
Disamping itu, sebagaimana pembahasan awal, mengenai abad 21 dengan segala kemajuan teknologi, seorang guru juga diharapkan mampu beradaptasi dengan segala kemajuan teknologi yang ada, supaya kedua kompetensi tadi dapat terlaksana.
Kemudian ada kompetensi kepribadian, seorang guru diharapkan dapat mencerminkan kepribadian yang baik dan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.
Yang terakhir kompetensi sosial, diharapkan guru mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sehingga dengan terpenuhinya keempat kompetensi tersebut dapat mewujudkan keprofesionalan seorang guru. Meningkatnya keprofesionalan guru, memajukan pendidikan bangsa, ciptakan generasi cerdas dan unggul.