Generasi milenial atau sering disebut juga generasi “Y” sedang menjadi topik kajian, penelitian, dan diskusi yang seksi di seluruh dunia. Banyak peneliti, lembaga survei, dan teoretisi mencurahkan perhatian dan kemampuan akademik mereka untuk menelaah karakteristik unik generasi ini. 

Pew Research Center, salah satu lembaga survey di Amerika Serikat mendedikasikan penelitian mereka selama lebih dari satu dekade untuk mengenal dan memahami berbagai aspek generasi ini. Beberapa lembaga survey lain yang berskala internasional seperti Allianz, Reason-Rupe, Deloitte, dan masih banyak lembaga survey lain telah melakukan penelitian terhadap lebih dari puluhan ribu generasi milenial di seluruh dunia. 

Di Indonesia sendiri, Alvara Research Center adalah salah satu lembaga survey (selain CSIS), tekun membuat kajian terhadap pola perilaku generasi baru ini dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. Pertanyaannya, apa itu generasi milenial dan mengapa kajian tentang mereka begitu penting?

Generasi Milenial

Penelitian terhadap karakteristik suatu generasi dalam kajian sosiologi disebut “teori generasi” (the theory of generations or sociology of generations), yang muncul pertama kali dalam karya seorang sosiolog Hungaria, Karl Manheim, The Problems of Generations pada tahun 1923. 

Adapun istilah generasi ‘milenial’ diperkenalkan oleh William Strauss dan Neil Howe pada tahun 1987, untuk menyebut generasi yang lahir antara tahun 1982-2000. Cohort generation ini mereka abadikan dengan melakukan penelitian terhadap masyarakat Amerika Serikat dan dituangkan dalam beberapa karya, Generations (1990), dan The Fourth Turning (1997), Millenials Rising (2000), Millenials go to College (2003), dan Millenials and the Pop Culture: Strategies for a New Generation Consumers in Music, Music Television, the Internet, and Video Games (2006). 

Dalam buku mereka yang kedua, Strauss dan Howe berpendapat bahwa terjadi pengulangan generasi dalam siklus delapan puluh tahun. Menurut mereka setelah empat generasi berbeda akan muncul generasi kelima dengan ciri yang tidak berbeda jauh dengan generasi pertama, generasi keenam dengan generasi kedua dan seterusnya. 

Dalam teori generasi, klasifikasi generasi menurut Stauss dan Howe serta beberapa demografer lainnya dapat dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 1. Pengelompokan generasi

Ahli

Label

Tapscott

-

Baby Boom
(1946-1964)

Generation X

(1965-1975)

Digital Generation/

GenY/Milenial

(1976-2000)

-

Strauss & Howe

Silent Generation (1925-1943)

Boom Generation (1943-1960)

X Generation (1961-1981)

Millenial Generation (1982-2000)

-

Zemke dkk.

Veterans (1922-1943)

Baby Boomers (1943-1960)

Gen-Xers (1960-1980)

Nexters

(1980-1999)

-

Lancaster & Stillman

Traditionalist (1900-1945)

Baby Boomers (1945-1964)

Generation Xers

 (1965-1980)

Generation Y

(1981-1999)

-

Martin & Tulgan

Silent Generation (1925-1942)

Baby Boomers (1946-1964)

Generation X

 (1965-1977)

Millenials

 (1978-2000)

-

Oblinger & Oblinger

Matures

< 1946

Baby Boomers

(1947-1964)

Generation Xers

 (1965-1980)

Gen Y/Net Generation (1988-1995)

Post Millenials (1995-sekarang)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa para teoretisi generasi tidak memiliki kesepakatan tentang pembagian setiap generasi, demikian pun label yang mereka kenakan kepadanya. Hal ini disebabkan oleh berbagai ciri khas yang ditemukan dalam studi yang dilakukan oleh setiap ahli. Laporan Pew Research Center pada tahun 2010 menegaskan bahwa perubahan suatu generasi ditentukan oleh berbagai konteks sosial, politik, kultural, dan lain sebagainya.

Berdasarkan laporan penelitian Barkley yang dimotori oleh Jeff Fromm, Celeste Lindell and Lainie Decker, dapat diketahui beberapa peristiwa penting sebagai konteks setiap generasi sekaligus faktor yang menentukan karakteristik mereka.

Tabel 2. Konteks historis setiap generasi

Generasi

Konteks Historis

Karakteristik

Silent generation

Great Depression, Dust Bowl, Hitler’s Germany, WWII, Communism

Overly cautious, less likely to take risks, hierarchical, loyal and patriotic, rule makers/followers

Baby Boomers

Jet Age, National TV, Alaska & Hawaii, Civil Rights Movement, Space Exploration

Economically optimistic, idealistic, individualistic, prefer achievement over relations, competitive

X Generation

Martin Luther King Jr. Assassination, Working Mothers, Nixon and Watergate, Vietnam

Homesick, in need of attention but not used to supervision, prefer non-routines, anti-institution

Millenial Generation

AIDS, Iran Hostage Crisis, Space Shuttle Challenger, Fall of Berlin Wall and Soviet Union, Technology Immersion (Email, Texting)

Technology reliant, image-driven, multitasking, open to change, confident, team-oriented, information rich, impatient, adaptable

Konteks historis yang membentuk karakter setiap generasi sebagaimana ditampilkan tadi memang sangat khas Amerika. Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang peristiwa historis dan karakter generasi milenial setiap negara, usulan Christina K. Dimitriou agar setiap negara atau kontinen melakukan kajiannya sendiri, dapat dibenarkan. 

Studi partikular sebagaimana dianjurkan Dimitrou sebenarnya sudah banyak dilakukan. Dia sendiri telah melakukan kajian tentang generasi milenial Yunani dalam hubungannya dengan industri perhotelan, atau oleh Elisabetta Corvi, Alessandro Bigi, dan Gabrielle NG, yang melakukan studi komparasi tentang generasi milenial Amerika dan generasi milenial Eropa. 

Penelitian yang dilakukan oleh Deloitte terhadap 7.700 kaum milenial di 29 negara, atau yang dilakukan oleh Telefonica terhadap beberapa negara Amerika Latin memberikan gambaran yang baik untuk dilakukan studi komparasi sehingga pemahaman tentang generasi ini semakin komprehensif dengan kekhususan-kekhususannya berdasarkan wilayah atau negara.

Di Indonesia sumbangan terbesar dilakukan oleh Alvara Research Center yang telah meneliti karakteristik generasi milenial Indonesia, juga oleh CSIS pada tahun 2017. Akan tetapi, kelemahan mendasar beberapa penelitian tersebut adalah mengambil begitu saja klasifikasi yang telah dilakukan di Amerika Serikat. Padahal tidak semua faktor historis kelahiran generasi milenial Amerika Serikat menjadi peristiwa yang menentukan bagi kelahiran generasi milenial di negara-negara lainnya.

Berbagai kajian yang telah dilakukan untuk memahami generasi milenial menunjukkan betapa pentingnya usaha itu dilakukan. Particia Buckley dan beberapa temannya dari Universitas Deloitte, menegaskan bahwa pemahaman yang komprehensif tentang generasi milenial tidak saja karena secara kuantitatif mereka akan menjadi mayoritas, tetapi juga karena mereka adalah pemimpin masa kini.

William Straus yang bersama Neil Howe memberikan label milenial, dalam berbagai wawancaranya mengatakan bahwa penelitian tentang generasi milenial menjadi sangat penting karena sebagai populasi mayoritas, generasi ini menjadi kunci bagi pembentukan masyarakat saat ini dan beberapa tahun ke depan.

Dalam konteks Indonesia, kajian terhadap generasi milenial menjadi sangat penting karena (sekurang-kurangnya) tiga alasan, yakni, alasan demografis, politis, dan teknologis. Pertama, alasan demografis. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, proyeksi penduduk Indonesia tahun 2018 akan berjumlah total265.015.300 jiwa. 

Sementara itu, lebih dari 35% penduduk Indonesia (2015) adalah penduduk muda yang berusia 15-34 tahun. Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020 (2025)-2030. Hal ini berarti bahwa penduduk muda Indonesia (angkatan kerja) akan menjadi populasi dominan. Oleh karena itu, pemahaman tentang karateristik generasi ini menjadi suatu keniscayaan. 

Kedua, alasan politik. Tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun-tahun yang sangat penting bagi perpolitikan di Indonesia karena negara ini akan menyelenggarakan pemilu legislatif dan eksekutif secara bersamaan. Menteri Dalam Negeri telah menyerahkan data pemilih kepada KPU berjumlah 196.545.636 orang, dan hampir setengah dari jumlah tersebut adalah generasi milenial, entah para pemula entah pemilih lama. 

Hasil riset Charta Politik Indonesia menunjukkan bahwa dalam Pemilu 2019 nanti, sebanyak 47-50% partisipan pemilu adalah generasi milenial.Berdasarkan beberapa pemilihan sebelumnya, terutama pemilihan presiden tahun 2014 dan pemilihan gubernur Jakarta tahun 2017, keterlibatan generasi milenial dalam politik sangat tinggi dan signifikan.

Alasan ketiga adalah perkembangan teknologi. Populasi yang tinggi dan konstelasi politik yang diwarnai dan didukung oleh pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan sentuhan yang sangat berbeda terhadap keterlibatan kaum milenial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karakteristik Generasi Milenial

Menurut Taylor dan Keeter, karakteristik suatu generasi ditentukan sekurang-kurangnya oleh tiga proses yang tumpang tindih. Pertama, siklus kehidupan. Generasi milenial saat ini yang sebagian besar merupakan populasi muda mempunyai karakter yang berbeda karena usia mereka dan bisa jadi ketika mereka beranjak dewasa dan semakin tua, mereka akan memiliki karakter yang sama dengan generasi lainnya.

Kedua, efek periode. Setiap periode disertai dengan beberapa konteks tertentu, entah sosial, politik, kultural, teknologi, dan lain sebagainnya. Ketiga efek pelabelan. Pelabelan generasi dan proyeksi akademik yang dikenakan pada suatu generasi secara tidak sadar membentuk karakter yang khas.

Dengan kesadaran akan kesulitan yang dihadapi tersebut, kemajuan teknologi adalah konteks yang sangat kuat berpengaruh pada generasi milenial terutama karena mengubah sekaligus cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Mereka bertumbuh ketika internet diciptakan pada tahun 1990, facebook pada tahun 20014, dan iPhone tahun 2007. 

Dengan konteks ini, mereka menjadi generasi pertama dalam sejarah yang selalu terhubung (connected atau always on generation), bahkan lebih dari delapan puluh persen dari mereka mengakui bahwa mereka selalu tidur bersama telepon genggam pada malam hari.

Oleh karena dibentuk dalam kemajuan teknologi yang begitu canggih, beberapa penelitian mengajukan beberapa karakter umum pada generasi milenial, yakni terhubung, kreatif, percaya diri, dan terbuka pada perubahan. Keempat karakter umum ini akan diuraikan lebih lanjut pada uraian berikut.

“Terhubung” (connected atau always on)

Kemajuan teknologi memampukan setiap orang dalam generasi milenial dengan mudah bersosialisasi dengan orang lain melalui internet dan gadget. Dengan mengakses internet, mereka dengan mudah membentuk komunitas-komunitas yang tidak hanya terhubung dengan orang yang berada di dalam negeri tetapi juga menjangkau setiap orang di seluruh dunia.  

Generasi ini tidak hanya ditandai oleh kemudahan untuk bersosialisasi dengan orang lain, tetapi juga oleh kemudahan mengetahui berita tentang situasi yang berada di belahan dunia lain. Berita yang dapat dijangkau lewat aplikasi-aplikasi internet yang tengah berkembang saat ini meningkatkan pengetahuan mereka akan situasi dunia dan membangun komunitas yang lebih luas. Kehadiran komunitas yang membongkar sekat-sekat primordial ini, pada satu sisi memperluas cakrawala mereka dan pada sisi lain membantu menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang trendy dalam pergaulan sehari-hari. 

Penelitian membuktikan bahwa tujuh dari sepuluh milenial menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa yang mereka gunakan di rumah, dan mereka semakin bilingual dengan penguasaan bahasa Inggris yang semakin baik dan luas. Di Indonesia, trend menyelipkan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari telah manjadi sesuatu yang lumrah. 

Berbagai terminologi baru pun bermunculan, misalnya, kepo, zaman now, epen-cupen, dan lain sebagainya. Memang penciptaan terminologi baru ini tidak khas milenial tetapi karena mereka bertumbuh bersama internet, efeknya penyebarannya sangat luas dan menjangkau segenap lapisan masyarakat.

Kreatif

Perkembangan teknologi yang kian pesat telah membangkitan semangat kaum muda untuk berkreasi. Sehingga tidak heran jika generasi ini digolongkan dalam generasi yang kreatif dan berpikir out of the box.Mereka dengan berani menyalurkan segala kemampuan serta pengetahuan cemerlang mereka dengan menciptakan berbagai industri kreatif yang dikoordinir langsung oleh kaum muda. Hal ini sangat nampak dalam situasi kehidupan kita saat ini, seperti hadirnya pelayanan seperti Go-Jek, Traveloka, Bukalapak  dan lain sebagainya.

Percaya Diri

Generasi Millenial memiliki keberanian dan kepercayaan diri yang tinggi. Mereka mampu berargumentasi secara lepas bebas. Mereka juga memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi untuk tampil di panggung dunia. 

Menurut Ali dan Purwadi, keberanian dan rasa percaya diri kaum milenial terwujud dalam sikap-sikap konkret misalnya, mereka adalah pribadi yang yakin pada talenta dan kemampuan yang mereka miliki, memiliki keberanian untuk menghadapi situasi kehidupan entah dalam situasi penolakan maupun dalam situasi penerimaan, mampu mengendalikan diri secara bijak, memiliki harapan dan cita-cita yang jelas, menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mengenal kata mengeluh atau putus asa.

Terbuka pada Perbedaan

Generasi Millennial adalah juga generasi yang sangat terbuka pada perubahan. Referensi informasi yang tidak terbatas dan dapat diakses kapanpun melalui dan dalam media sosial membuat generasi ini terbiasa dengan berbagai perbedaan. Idealnya, generasi ini secara pendidikan lebih baik daripada generasi sebelumnya karena akses kepada pengetahuan yang begitu terbuka luas dan murah. 

Penelitian yang dilakukan oleh Rochelle L. Ford, Joanna Jenkins, Sheryl Oliver dari Universitas Howard pada tahun 2011-2012, ditemukan bahwa generasi milenial memiliki pemahaman yang positif tentang perbedaan. Mereka memang tidak menafikan perbedaan tetapi mampu menerima dan tidak menjadikan perbedaan sebagai persoalan yang harus diselesaikan.

Singkatnya, mereka menjadi lebih toleran, bahkan tiga perempat generasi milenial di dunia mampu hidup berdampingan dengan orang yang berbeda, lebih daripada yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya.

Selain karakter umum tersebut, terdapat beberapa karakter khusus kaum milenial terutama terkait dengan berbagai aspek kehidupan. Berikut ini penulis akan menampilkan intisari perilaku generasi milenial yang diolah dari berbagai sumber.

Tabel. 2.1 Karakter Generasi Milenial dalam Beberapa Aspek Kehidupan

Aspek

Karekteristik

Pendidikan

Sebagai pelajar mereka menuntut pendidik untuk mengajar berkomunikasi dengan cara-cara yang baru.

Sangat optimistik dan berorientasi pada tim, mempunyai kepercayaan diri yang kuat.

Menyukai model dialogis dengan feedback dan belajar berbasis kelompok.

Penting untuk menyediakan lingkungan yang mendukung aktivitas studi.

Sosial-Politik

Progresif terhadap isu-isu sosial-kultural: misalnya legalisasi homoseksual.

Keterlibatan/kerelawanan lebih diminati daripada terlibat dalam partai politik.

Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kaum miskin: mendorong alokasi anggaran yang tinggi demi mengentas kemiskinan meskipun pajak dinaikkan.

Ekonomi

Mereka menginginkan situasi ekonomi yang stabil dengan model karir berjenjang.

Mereka lebih menginginkan menjadi wiraswasta karena lebih bebas dibandingkan bekerja dalam suatu institusi pemerintahan atau korporasi swasta

Agama

Padangan mereka terhadap agama sangat beragam.

Di Amerika Serikat, generasi milenial kurang memiliki afiliasi dengan agama tertentu (yang beragama katolik masih memiliki persepsi yang baik tentang agama)

Di Indonesia sedikit berbeda karena masyarakat milenial masih sangat kental dengan agama. Banyak dari mereka yang bergabung dalam organisasi masa berbasis agama mainstream

Profesi

Memiliki obsesi yang tinggi terhadap pencapaian karir.

Multitalenta.

Penting untuk melakukan pendekatan apresiatif.

Kepemimpinan

Fleksibilitas sangat ditekankan.

Kreatif

Gaya Hidup

Orientasi hidup mereka adalah kebahagiaan yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman berharga.

Travelling menjadi impian demi hidup yang lebih bermakna.

Kepemilikan terhadap teknologi terbaru menjadi kebutuhan.

Mempunyai ketergantungan yang tinggi pada teknologi (bagian dari hidup, dan membentuk cara berpikir, merasa, dan bertindak).

Sangat peduli pada trend.

Memberi nilai yang sangat tinggi terhadap pentingnya kesehatan.

Tidak percaya bahwa ada standar moral tentang yang baik dan buruk dalam masyarakat.

Ringkasan karakteristik tersebut tidaklah mutlak apalagi digeneralisasi, karena generasi milenial di beberapa negara memiliki konteks yang berbeda-beda. Apa yang ditampilkan dalam tabel tersebut adalah kecenderungan umum yang tampak dari perilaku kaum milenial dalam bidang kehidupan tertentu, dan tentu saja berdasarkan survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga dan kajian oleh para ahli.

Kesimpulan

Diskursus tentang generasi milenial dewasa ini tidak dapat dihindari mengingat dominannya populasi mereka dalam masyarakat. Pemahaman yang komprehensif tentang karakteristik khas mereka akan menyumbang bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat. 

Dalam konteks Indonesia, kajian terhadap generasi ini penting terutama terkait dengan konteks tahun demokrasi. Partisipasi politik mereka sangat signifikan jika dipelajari berdasarkan kontestasi demokasi pada waktu-waktu silam.

Pertanyaannya, apakah benar digitalisasilah yang memengaruhi karakteristik generasi milenial? Jika ini benar adanya, penulis hampir yakin bahwa sesungguhnya setiap perkembangan teknologi memiliki “nafas”, Ia hidup.

Daftar Pustaka

Buku-buku

  • Agung Ayu Kade Galuh, I. Gusti., Media Sosial dan Demokrasi, Yogyakarta: PolGof, 2016. 
  • Ali, Hasanuddin, dan Lilik Purwandi., The Urban Middle-Class Millenials Indonesia: Financial and Online Behaviour,  Alvara Research Center, 2017.
  • Ali, Hasanudin, dan Lilik Purwandi., Milenial Nusantara, Pahami Karakternya, Rebut Simpatinya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017.
  • A Pew Forum On Religion and Public Life., Religion Among the Millenials,  Washington, Pew Research Center, 2010.
  • Barton, Christine, Lara Koslow, Jeff Fromm, Chris Egan., Millenials Passions: Food, Fashion, and Friends, Boston, Boston Consulting Group, 2012.
  • Böhlen, Michael., E-Goverment Towards Electronic Democracy, New York: Springer, 2005.
  • Ford,  Rochelle L., Joanna Jenkins, Sheryl Oliver, A Millenial Perspective on Diversity and Multiculturalism, USA: Howard University, 2012.
  • Frey, William H., The Millenial Generation: A Demographic Bridge to Build America’s Future, Brookings: Metropolitan Policy Program, 2018.
  • Fromm, Jeff Celeste Lindell, and Lainie Decker., American Millenials: Dechipering the Enigma Generation, Barkley Report, 2011.
  • Hague, Barry N.,  and Brian D. Loader., Digital Democracy,  New York: Routledge1999.
  • Koten, Yosef Kledu., Partisipasi Politik: Sebuah Analisis atas Etika Politik Aristoteles, Maumere: Ledalero, 2010.
  • Madland David dan Ruy Teixeira., New Progressive America: The Millenial Generation, WWW, American Progress.Org, 2009.
  • Setiadi, Ully M., dan Usman Kolip., Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Prenadamedia Group, 2013.
  • Taylor, Paul dan Scott Keeter (ed)., Millenials, A Portrait of Generation Next: Confident, Connected, Open to Change, Pew Research Center, 2010.

Jurnal dan Internet

  • Buckley, Patricia, Peter Viechnicki, dan Akrur Baruaht, “A New Understanding of Millennials: Generational Differences Reexamined”, dalam Deloitte Millenial Survey, 2016.
  • Charta Politica, “Tahun Politik Milik Generasi Milenial”, 2018, diakses pada 16 Maret 2018.
  • CSIS, Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi, dan Politik, Jakarta (2017).
  • Corvi, Elisabetta Alessandro Bigi, dan Gabrielle NG., “European Millenials vs US Millenials: Similarities and Differences”, Paper. Disampaikan pada Quarto Convegno Annuale della Societa Italiana Marketting, Roma, 2007.
  • Dimitriou Chritina K., “An exploratory study of Greek Millennials in the hotel industry: How do they compare to other generations?” dalam International Journal of Global Business, 8 (1), 2015.
  • Dimock, Michael., “Defining Generations: Where Millenials End and Post-Millenials Begin”, dalam Pew Researh Center.org, (diunduh 1 Maret 2018), 2018.
  • Halpin, John Karl Agne., The Political Ideology of the Millenial Generation, Center For American Progress & Gerstein/Agne Strategic Communications,WWW. American Progres.Org, 2009.
  • International Chamber Foundation., The Millenial Generation: Research Review2012.
  • Muhamad Isnaini., “Gerakan Kerelawanan Generasi Milenial: Kasus pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta, dalam Perspektif Komunikasi Politik”, Kolase Komunikasi di Indonesia, 413, 2017.
  • Prasetyanti, Retnayu. “Generasi Milenial dan Jejaring Demokrasi Teman Ahok”, dalam Jurnal Polinter III, 2017.
  • Reason-Rupe Public Opinion Survey., Millenials: The Politically Unclaimed Generation, Survey, 2014.
  • Retnayu Prasetyanti, “Generasi Millennial dan Inovasi Jejaring Demokrasi Teman Ahok”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 JakartaVol. 3 No. 1 (Maret-Agustus): 48, 2017.
  • Raines, C.,  Managing Millennials. Generations at Work: The Original Home of Claire Raines Associates, 2002. Diakses dari http://www.hreonline.com/pdfs/ManagingMillennials.pdf, (4 Maret 2018).
  • Marsh, Laura,  “The Myth of the Millenial as Cultural Rebel”, The Republic, 30 Agustus, 2016. https://www.bps.go.id “Proyeksi penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk 2010”, diakses pada 14 Maret 2018.
  • https://googleweblight.com/i?u=https:/nasional.sindonews.com/read/1266242/12/jumlah-pemilih-pemilu-2019-mencapai-1965-juta-orang-1513405202&hl=id-ID, “Jumlah pemilih pemilu 2019 mencapai 196,5 juta orang”, Diakses 15 Maret 2018.
  • http://mediaindonesia.com/news/read/129626/tahun-politik-milik-generasi-milenial/2017-10-30

Majalah

  • Friday Church News, 4/11/2016, Artikel “American Millenials Agree More with Marx than the Bible”.
  • Karim, Ijar, “Metamorfosis sang Gitaris”, Tempo, 15-21 Desember 2014, 58-59.
  • Katika dan tim, “Pasukan Jasmev di dunia Maya”, dalam Tempo, 21 Desember 2014, 72-73.
  • Sindunata, “Demokrasi Muda tapi Tua”, Basis, No. 03-04, tahun ke-63 2014, 2-3.