Dari sekian banyak buku-buku Eko Prasetyo yang tersebar di toko-toko, hanya buku Orang Kaya di Negeri Miskin ini yang sempat saya baca. Dan di buku ini, Eko Prasetyo memaparkan kelakuan "Orang Kaya" yang aneh nan mengelitik dan sukar dipahami orang awam.

“Orang kaya di Negeri Miskin”, mereka tak segan-segan mengeluarkan uang ratusan juta untuk hobi mereka; dalam buku ini, dikisahkan burung Perkutut yang harganya ratusan juta. Dengan harga yang sedemikian tinggi, apakah ada yang membeli?

Ternyata di tengah jepitan kemiskinan yang mengiggit, masih ada orang yang lebih suka menawar Perkutut dengan tawaran senilai 3, 5 miliar. Tawar-menawar semakin mengehebohkan karena ada di negeri ini, ada pegelaran tarik suara khusus untuk Perkutut.

Lomba yang tarafnya tingkat nasional ini hanya mendengarkan kicau burung yang konon kicaunya bisa menghanyutkan orang yang mendengarkannya. Kemerduan itulah yang membuat harga seekor burung Perkutut melebihi pendapatan 10 tahun guru.

Kesukaan yang hanya dipunyai segelintir orang saja ini semakin banyak diminati. Lomba suara Perkutut yang bertaraf nasional kini jadi pemandangan yang lazim dan yang ikut pun semakin banyak.

Kegemaran mendengarkan suara Perkutut memang sulit dipahami oleh orang awam. Kebiasaan yang tak lazim dan mahal ini menjadi kesukaan orang kaya. Golongan yang mungkin lebih peka terhadap suara burung ketimbang suara jeritan rakyat miskin.

Untuk burung Perkutut yang mahal, sudah barang tentu membutuhkan perawaran yang mahal pula. Dari makanan hingga bagaimana memandikannya dengan ketentuan-ketentuan yang pasti mengeluarkan ongkos. Maka jangan disalahkan kalau ada yang berkesimpulan, di sini lebih enak jadi Perkutut ketimbang manusia.

Di negeri yang miskin ini, ada banyak kebiasaan aneh si kaya yang sukar dipahami oleh rakyat miskin. Bisnis hiburan malam nyatanya memiliki ekonomi yang menakjubkan. Pengahasilan utama tempat hiburan salah satunya Diskotek yang akhir pekan bisa dikunjungi ribuan pengunjung.

Bayangkan dengan harga tiket 60 ribu (di akhir pekan) dan 20 ribu untuk hari biasa, pendapatan dari tiket ini rata-rata 150 juta. Belum lagi untuk membeli sesuatu di dalam dan harga sewa kamar yang biasa hingga yang mewah.

Orang awam memang tak perlu paham dengan kebiasaan yang mahal semacam ini. Sama halnya dengan mengapa ada orang yang lebih suka motor gede. Motor yang ukurannya sangat gede dan berkekuatan minimum 500 cc ini tentu tak bisa dikredit macam sepeda motor yang diiklankan di televisi.

Motor gede sesuai dengan ukurannya yang harganya konon mencapai 100 – 400 juta. Ini data yang dimuat dalam Koran, pastilah kini sudah naik berkali lipat.

Yang heboh bukan hanya membeli motor, tapi juga membeli aneka asesorisnya di luar helm standar yang cocok jika orang naik motor gede. Harga asesorisnya juga gede: sarung tangan kulit yang fungsinya selain untuk memegang stang motor juga untuk pamer seharga Rp 400 ribu. Uang yang nilainya sama dengan gaji dengan pembantu rumah tangga selama sebulan.

Sepatu bot yang kerap kali dipakai saat naik motor seharga Rp 1-1, 5 juta. Uang yang setara dengan gaji seorang dosen di kampus. Kalau ingin berjaket kulit, maka pengendara motor gede juga harus rela merogoh duit sebanyak Rp 2, 5 juta. Ini yang bisa membantu orang miskin sekolah dari SD – SMU.

Gaya hidup orang kaya di negeri miskin memang perlu diimbangi dengan wajah manusiawi. Agar paras kekayaan tidak keterlaluan menumpuk pada segelintir orang saja. Agar segala kesukaan yang mungkin susah di nalar bisa ditoleransi. Karena memang kesukaan tak selamanya sesuai dengan kebutuhan.

Dalam bahasa akademisi, konsumsi kini tak lagi bersifat fungsional, yakni kebutuhan pemenuhan dasar manusia, melainkan bersifat materi sekaligus simbolik, mengekspresikan posisi dan identitas seseorang di dunia. Bekal identitas itulah yang membuat seseorang kemudian berada dalam status sosial tertentu.

Simbol status sosial baru itu memang kemudian membuat seseorang memiliki kegemaran yang kerap kali terasa rakus dan berlebihan. Status dan kehormatan seseorang kemudian dapat dinilai dari apa yang secara ekonomi mereka mampu capai dan orang awam mungkin tidak akan bisa mendapatkanya dengan mudah.

Dalam buku Orang Kaya di Negeri Miskin, masih banyak dijelaskan kebiasaan-kebiasaan orang kaya yang sukar dipahami orang awam. Seperti yang di jelaskan di atas, bagaimana orang kaya tidak segan mengeluarkan uang ratusan hingga miliaran rupiah demi status sosial baru. Membeli kucing dan anjing yang mahal dan segala perawatannya yang mahal pula. 

Judul Buku: Orang Kaya di Negeri Miskin
Penulis: Eko Prasetyo
Penerbit: Resist Book
Tahun Terbit: 2005
Tebal: 172 Halaman
ISBN: 979372303-3