Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman. Mulai dari suku, budaya, bahasa, agama, dan salah satu hal yang disukai semua orang adalah makanannya.

Seperti yang kita ketahui, Indonesia kaya akan rempah-rempah, sehingga tidak heran masakan Indonesia memiliki cita rasa yang unik dan luar biasa. Untuk itu, Indonesia memanfaatkan kekayaan kuliner Indonesia sebagai bentuk diplomasi negara yang dikenal dengan istilah gastrodiplomasi.

Gastrodiplomasi merupakan salah satu penggerak diplomasi publik dan diplomasi budaya yang proses pelaksanaannya menggunakan soft power diplomacy untuk dapat menciptakan apresiasi serta membangun citra baik suatu bangsa (Warsito & Kartikasari, 2007).

Strategi diplomasi ini adalah bagaimana membuat orang asing tertarik untuk mencoba makanan suatu negara dan kemudian menikmati makanan tersebut sebagai bagian dari kesehariannya. Dari langkah sederhana ini akan tercipta apresiasi, interaksi dan kerjasama antara negara dengan negara dimana makanan tersebut disajikan.

Dalam buku Routledge Handbook of Public Diplomacy ada beberapa fungsi diplomasi publik bagi negara:

  1. 1. Mendukung prioritas kebijakan luar negeri;
  2. 2. Memberikan keuntungan ekonomi;
  3. 3. Membangun hubungan dan memperkuat saling pengertian;
  4. 4. Memproyeksikan nilai dan meningkatkan citra; dan
  5. 5. Mengelola krisis (Snow & Cull, 2020).


Dalam praktiknya, gastrodiplomasi dipromosikan secara bersamaan dengan dukungan media massa dan media sosial. Jika ada event festival kuliner di suatu negara tertentu maka masyarakat internasional bisa langsung merasakan kuliner tanpa harus berkunjung ke negara tersebut.

Berdasarkan data dari Negeri Rempah Foundation, ada sekitar 400-500 jenis rempah di dunia, sekitar 275 diantaranya terdapat di Asia Tenggara dan Indonesia menempati tempat terbanyak hingga dijuluki sebagai negara Mother of Spices (Tribun, 2018).

Tercatat ada sekiranya 5.350 masakan khas nusantara yang terdiri dari 300 etnis dan tersebar di 17.000 pulau di Indonesia (Immawati; N. A, 2014). Sehingga gastrodiplomasi dapat berkontribusi menjadi bagian dari diplomasi ekonomi yang menjadi salah satu prioritas kebijakan luar negeri Indonesia guna mencapai tujuan nasional.

Beberapa kuliner yang paling diminati di luar negeri adalah rendang, sate, dan nasi goreng. Rendang merupakan salah satu kuliner favorit masyarakat lokal maupun internasional. Gastrodiplomasi dengan keunggulan kuliner rendang telah dilakukan perwakilan Indonesia di luar negeri.

Konsul Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Ho Chi Minh City bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Hanoi dalam acara World Food Festival (WFF) yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat pada 2010 kuliner khas Indonesia rendang dan sate menjadi sajian menu dalam festival budaya dan kuliner tersebut dengan memperkenalkan kepada masyarakat lokal di Vietnam dan wisatawan asing yang berkunjung ke festival tersebut.

Selain gastrodiplomasi yang dilakukan pemerintah melalui perwakilan Indonesia di luar negeri, gastrodiplomasi juga dilakukan warga negara Indonesia di mancanegara, diantaranya adalah didirikannya restoran atau warung makanan khas Indonesia, seperti di Australia, ada restoran Salero Kito di Melbourne dan rumah makan khas Padang di Perth, Australia Barat dengan cita rasa asli dari Sumatera Barat.

Lalu pada 20 Agustus 2018 Kedutaan Besar Indonesia di Australia menyelenggarakan kegiatan bertema “A Taste of Indonesia” yang diadakan oleh Australia-Indonesia Parliamentary Friendship Group (AIPFG) dan Australia-Indonesia Business Chapter Australia Capital Territory (AIBC-ACT) bertempat di gedung parlemen Australia. Indonesia menyediakan kuliner khusus seperti rendang dan sate ayam.

Meskipun sudah beberapa kali melakukan upaya gastrodiplomasi melalui Kedutaan Besar RI di berbagai negara, namun upaya upaya gastrodiplomasi untuk memperkenalkan kuliner milik Indonesia ke luar negeri terhitung masih minim dilakukan. 

Menurut beberapa catatan, Indonesia telah melakukan upaya gastrodiplomasi di acara-acara berskala internasional yang umumnya diselenggarakan oleh KBRI atau KJRI Indonesia yang ada pada suatu negara. 

Minimnya upaya Indonesia dalam melakukan gastrodiplomasi juga dituliskan oleh Adirini Pujayanti, yang berjudul "Gastrodiplomasi - Upaya Memperkuat Diplomasi Indonesia”. Tulisan tersebut menjelaskan bahwa Indonesia telah tertinggal dari negara-negara lain yang menyadari potensi besar dari gastrodiplomasi sebagai salah satu topik politik luar negeri suatu negara.

Tidak adanya keberlanjutan menyebabkan kegiatan semacam pengenalan kuliner dari Indonesia menjadi terhenti. Kekurangan gastrodiplomasi Indonesia juga terletak pada tidak adanya sinkronisasi antar aktor terkait yang terlibat dalam melakukan gastrodiplomasi. 

Sehingga Kementerian Luar Negeri Indonesia sebagai institusi penyelenggara hubungan luar negeri perlu memanfaatkan seluruh lini kekuatan (multi-track diplomacy) dari kementerian atau lembaga teknis terkait serta pemangku kepentingan lainnya terkait isu ini.

Dalam hal gastrodiplomasi Indonesia kesuksesan kegiatan lebih ditentukan kecakapan dan political will Duta Besar Indonesia di negara tempatan. Dubes Indonesia perlu aktif dan kreatif membangun jejaring untuk memasarkan masakan Indonesia ke dunia internasional, tidak hanya sebagai bagian dari upaya gastrodiplomasi, tetapi juga sebagai bagian dari upaya diplomasi ekonomi.

Gastrodiplomasi adalah culture understanding dalam bentuk diplomasi nonkonvensional yang seharusnya mampu menyatukan warga antar negara tanpa ikatan politik. Inovasi ini dinilai lebih efektif dalam meningkatkan reputasi internasional negara melalui promosi kuliner dan warisan budaya.