Mudahnya mengakses layanan internet membawa manusia pada banyak perubahan, termasuk hadirnya sejumlah hiburan dan aktivitas lainnya yang berbasis online. Ada banyak aktivitas online yang dilakukan di sela-sela kesibukan, salah satunya adalah bermain game online.
Tidak hanya sebatas anak muda saja, bermain game online juga disukai oleh hampir seluruh kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orangtua. Peminat game online terus meningkat setiap tahunnya, bahkan besar kemungkinan masih akan meningkat di masa yang akan datang.
Tingginya minat masyarakat akan permainan yang satu ini jelas membawa keuntungan besar bagi perusahaan penyedia game online, sehingga wajar saja jika sebagian perusahaan ini begitu semangat untuk merebut pasar yang ada, yaitu dengan rajin mengeluarkan game terbaru ke pasaran.
Sedangkan bagi penikmat game akan menjadi kabar baik dan sekaligus “ancaman” yang dapat menimbulkan kecanduan. Tidak masalah jika penyuka game ini memiliki kontrol yang baik dalam mengelola waktu dan membatasi diri dalam bermain game online ini. Namun, jika ternyata tidak, maka besar kemungkinan para peminat game akan menjadi salah satu pecandu game online.
Penyebab kecanduan game online adalah aktivitas bermain game online yang terlalu banyak, sangat mungkin membuat peminatnya kecanduan permainan yang satu ini.
Dalam beberapa kasus, kecanduan ini bahkan terbilang cukup serius dan membutuhkan penanganan khusus. Dilansir dari cermati.com, ada banyak hal yang menjadi penyebab kecanduan game online, beberapa di antaranya:
Selalu berkembang dan tidak ada habisnya
Belasan tahun lalu game diprogram dengan menggunakan tingkatan (level) tertentu yang akan habis dan membuat game berakhir ketika gamer bisa mencapai level tertinggi.
Saat ini justru berbeda. Kebanyakan game terus berkembang dan memiliki banyak fitur, sehingga game tidak pernah selesai.
Pengembang pada umumnya akan menghadirkan berbagai fitur baru, seperti karakter, senjata, dan yang lainnya yang akan membuat para gamer terus penasaran untuk bermain dan bermain lagi.
Para gamer bisa leluasa untuk berinteraksi
Tidak hanya seadar bermain game dan menaklukkan berbagai game secara online, saat ini para gamer juga bisa berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya, seperti ketika kita menggunakan media sosial.
Hal ini tentu akan menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi yang menyukai interaksi komunitas yang sama.
Kompetisi yang beragam dengan hadiah yang menjanjikan
Tingginya minat akan game membuat berbagai komunitas termasuk pengembang begitu antusias untuk menggelar berbagai kompetisi. Tak hanya dalam lingkup yang kecil saja, berbagai kompetisi ini bahkan sering hadir dalam lingkup yang lebih luas dan mendunia.
Tantangan dan skill yang selalu bertambah
Game tak hanya sekadar menjadi hiburan ketika sedang bosan, permainan ini bahkan bisa menjadi wadah yang begitu menantang bagi para penikmatnya. Di dalam game, para gamer akan menemukan berbagai level yang beragam dengan tingkat skill yang juga beragam.
Hal ini tentu saja menjadi daya tarik terbesar di dalam game. Setiap orang akan membutuhkan skill tertentu untuk bisa memenangkan level-level di dalam game, dan akan mendapatkan kepuasan sesaat setelah memenangkan level tersebut.
Namun tidak hanya sampai di situ saja, sejumlah rasa penasaran juga akan ada setelahnya, pada saat peminat game akan begitu tertantang untuk menaklukan level berikutnya.
Emosi yang beragam
Berbagai tantangan di dalam game akan menimbulkan berbagai bentuk emosi bagi para gamer yang memainkannya. Rasa tegang, cemas, marah, atau bahkan bahagia bisa saja muncul.
Dalam kondisi tertentu berbagai perasaan ini bisa saja mempengaruhi kehidupan para gamer, sehingga kondisi emosi justru tidak stabil. Bukan hanya ketika bermain game, seorang gamer yang kecanduan bisa saja merasa gelisah atau bahkan cemas ketika tidak bisa bermain game yang diminatinya.
Memberikan “dunia lain” yang sesuai dengan keinginan
Beberapa game memungkinkan pemainnya untuk membentuk karakter sesuai dengan keinginannya. Hal ini tentu menyenangkan, namun sekaligus bisa menjadi bentuk dari pelarian bagi para gamer, di mana mereka merasa menemukan sebuah dunia kecil yang sesuai dengan keinginan mereka.
Berbagai game ini bisa saja membuat mereka “tenggelam” dengan berbagai imajinasi terhadap karakter-karakter ini.
Akibat dari semakin banyaknya manusia yang kecanduan game online, maka Organisasi kesehatan dunia (WHO) akan menetapkan kecanduan bermain game sebagai salah satu gangguan mental.
Berdasarkan dokumen klasifikasi penyakit internasional ke-11 (International Classified Disease/ICD) yang dikeluarkan WHO, gangguan ini dinamai gaming disorder.
Gaming disorder oleh WHO digambarkan sebagai perilaku bermain game dengan gigih dan berulang, sehingga menyampingkan kepentingan hidup lainnya. Gejala pengidap gaming disorder ini bisa ditandai dengan tiga perilaku.
Pertama dan terutama, pengidap gangguan gaming disorder akan bermain game secara berlebihan, baik dari segi frekuensi, durasi, maupun intensitas. Gejala kedua, pengidap gaming disorder juga lebih memprioritaskan bermain game.
Hingga akhirnya muncul gejala ketiga, yaitu tetap melanjutkan permainan meskipun pengidap sadar jika gejala atau dampak negatif pada tubuh mulai muncul. Berdasarkan arahan dari WHO, penyembuhan gangguan gaming disorder harus dilakukan selama kurang lebih 12 bulan melalui arahan psikiater.
Namun, jika gangguan yang terjadi sudah sangat parah, pengobatan bisa saja berlangsung lebih lama.
Penetapan gaming disorder sebagai salah satu gangguan mental diterima dengan baik oleh seorang dokter spesialis kecanduan teknologi dari Rumah sakit Nightgale di London, Richard Graham.
Menurutnya, perilaku bermain game secara berlebihan memang sudah seharusnya mendapatkan penanganan medis yang serius. Graham menambahkan bahwa selama ini ia telah melihat ada 50 kasus kecanduan digital setiap tahunnya.
Kriteria tersebut didasarkan pada pengaruh kecanduan yang berdampak pada kebutuhan sehari hari seperti tidur, makan, sekolah, dan bersosialisasi.
Sebenarnya, sejumlah negara telah ikut serta dengan masalah ini sejak lama. Korea Selatan contohnya, yang menetapkan akses game online untuk anak berusia di bawah 16 tahun antara tengah malam hingga pukul 6 pagi sebagai tindakan yang illegal.
Begitu pula di Jepang, pemerintah setempat akan mengeluarkan peringatan pada para pemain jika telah bermain game melebihi batas waktu yang telah ditentukan perbulannya. Sedangkan di China, raksasa Internet membatasi jam pada pemainan yang populer di kalangan anak-anak.
Walaupun WHO telah menetapkan kecanduan bermain game sebagai salah satu gangguan mental, Killian Mullan, salah satu periset dari Universitas Oxford memiliki pendapat yang lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya terhadap anak dan remaja dalam rentang umur 8 hingga 18 tahun, Ia menemukan bahwa tidak ada masalah pada perilaku kecanduan game. Mullan berpendapat bahwa sebagian pecandu game pada umumnya berhasil menyinergikan hiburan digital dan kehidupan sehari-hari.
"Orang mengira bahwa anak-anak kecanduan teknologi dan berada di depan layar selama 24 jam telah mengesampingkan kehidupan mereka. Padahal tidak demikian nyatanya," ujar Mullan dikutip KompasTekno dari BBC, Rabu (3/1/2017).
Pandangan Mullan didukung oleh pengkategorian permainan game sebagai cabang dari e-sport. Sama seperti olahraga pada umumnya, para atlet e-Sport diharuskan memiliki kondisi fisik yang bugar serta nutrisi yang cukup.
Sebab, bermain game ternyata menguras stamina karena pemain harus melimpahkan pikirannya untuk menjalankan strategi bermain.
Meski begitu, tetap saja bermain game secara berlebihan tanpa diiringi dengan aktivitas fisik dan sosial bukan hal yang baik. Oleh sebab itu, tetap perlu ada kontrol dari pihak orangtua dan medis ketika kegiatan ini sudah mengganggu aktivitas rutin harian.