Tren Pamer Kekayaan di Indonesia, Flexing 

Perkembangan sosial media di Indonesia saat ini sudah semakin massif, hampir sebagian besar orang telah menggunakan media sosial setiap harinya. Tak pandang bulu, dari anak – anak hingga orang dewasa sangat handal dalam bermain media sosial. 

Sebut saja aplikasi seperti Youtube, Facebook, Instagram, Tik Tok dan banyak lagi, sudah menjadi konsumsi wajib sehari - hari bagi masyarakat kita. Tentunya tak hanya sekedar menjalin relasi, kebanyakan media sosial juga menyajikan informasi terkini yang membantu penggunaannya untuk tetap update dengan kondisi yang ada.

Perkembangan sosial media di Indonesia juga menimbulkan perubahan dalam kehidupan masyarakat kita. Sayangnya, perubahan ini kebanyakan mengarah pada hal – hal negatif. 

Salah satu contohnya, masyarakat menjadi konsumtif pada media sosial terutama pada konten yang penuh sensasi, yang tanpa disadari membuat masyarakat dipenuhi oleh irasionalitas dan pesona hedonisme. 

Tren flexing merupakan salah satu bentuk nyata bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia perlahan tak lagi peduli dengan rasionalitas ataupun kedalaman spiritualitas. 

Flexing sendiri adalah sebuah tindakan yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan sesuatu yang ia miliki di hadapan publik. Dalam hal ini, tren flexing di Indonesia mewakili orang – orang yang gemar memamerkan harta kekayaannya, seperti koleksi mobil, jam tangan, rumah, bahkan saldo ATM menjadi sebuah ajang untuk unjuk diri di hadapan publik.

Sangat disayangkan, tren flexing di Indonesia sebagian besar dimulai oleh para content creator, artis, influencer, maupun selebriti terkenal yang seharusnya menjadi panutan publik.

Yang lebih memprihatinkan adalah kenyataan bahwa masyarakat memberikan respon baik lewat pemberian julukan ‘crazy rich’ atau ‘sultan’ kepada mereka. Hal ini menjadi gambaran bahwa masyarakat kita mulai merasionalkan fenomena flexing dan menjadikannya konten favorit yang tidak boleh terlewatkan.

Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab terjadinya tren flexing di Indonesia. Yang pertama berkaitan dengan status sosial, mereka yang berada pada status sosial rendah akan cenderung memiliki keinginan untuk menaikkan tingkat sosial mereka. Sedangkan mereka yang berada pada status sosial tinggi juga akan berusaha mempertahankan status sosial mereka.

Keduanya kemudian akan berlomba – lomba untuk membangun citra yang baik di hadapan publik dan membuktikan eksistensi dirinya untuk mencapai keinginan masing – masing.

Kedua, persaingan yang ketat dalam dunia entertainment dan strategi marketing menjadi alasan lainnya mengapa tren ini semakin menguat di Indonesia. Kebanyakan public figure akan berusaha memenuhi imajinasi audiens, biasanya berkaitan dengan gaya hidup mewah dari para public figure

Konten – konten yang semula disajikan bagi segelintir audiens tak jarang malah menarik banyak atensi dari publik, yang kemudian mengubah hal tersebut menjadi tren yang harus di ikuti untuk tetap terkenal di dunia maya.

Kehendak Dalam Hidup Menurut Schopenhauer 

Arthur Schopenhauer merupakan salah satu filsuf yang terkenal karena pernyataannya terkait kehendak dalam diri manusia. Ia banyak dikenal sebagai idealisme kehendak karena teorinya yang tak henti – henti menyatakan bahwa kehendak merupakan sumber utama penggerak diri manusia.

Pada hakikatnya, manusia memiliki kehendak yang tidak disadari dalam hidupnya, di mana kehendak tersebut berkaitan dengan kekuatan untuk hidup abadi dan juga keinginan kuat yang ada dalam diri manusia. Tanpa disadari manusia kemudian banyak merasionalkan hal – hal tertentu sebagai bagian dari pemenuhan keinginan yang ada dalam dirinya. 

Mereka mengira bahwa apa yang mereka lakukan dituntun oleh pengalaman mereka, namun sebenarnya hal tersebut lebih mengacu pada naluri – naluri yang tidak mereka sadari.

Schopenhauer juga berpandangan bahwa kehendak merupakan sebuah kejahatan, sebab jika dunia dikuasai oleh kehendak, maka yang akan terjadi hanyalah penderitaan. Kehendak selalu menjadi simbol kuat dari keinginan manusia, namun kebanyakan apa yang diinginkan oleh manusia jauh lebih besar dari pada pemenuhan yang bisa mereka dapat. 

Saat manusia tunduk pada kehendak, maka tidak akan pernah ada kebahagiaan atau kedamaian abadi karena pemenuhan terhadap keinginan tidak akan pernah terpuaskan.

Tak hanya berhenti sampai di situ, hidup juga sebuah kejahatan karena saat manusia bisa mencapai keinginan dalam dirinya, maka dengan segera kebosanan akan menggantikan keinginan dan penderitaan, sehingga akan membuat manusia kembali pada siklus awal yaitu penderitaan kembali.

Pada akhirnya, hidup akan tetap dipandang sebagai sebuah penderitaan tak berujung karena hidup adalah sebuah peperangan. Bisa kita lihat di sekeliling kita mulai timbul banyak konflik, kompetisi, dan perjuangan antara hidup dan mati melawan orang lain maupun diri sendiri demi pemenuhan kepuasan pribadi. 

Bila dilihat secara keseluruhan, gambaran tentang kehidupan manusia memang terlihat menyakitkan, sebab semua manusia lebih banyak menuruti kehendak untuk mengejar kebahagiaan semu, keserakahan dari keinginan dan pemenuhan kebutuhan dalam diri mereka. 

Tren Flexing sebagai Bagian dari Kehendak 

Saat tren flexing semakin ramai dilakukan, kita bisa melihat manusia yang dikendalikan oleh keinginan. Mereka berusaha memamerkan apapun yang dimiliki untuk tetap dapat bersaing dengan yang lain dan mempertahankan eksistensi dirinya. Adanya contoh dari para public figure semakin membuat hasrat terkenal sebagian orang semakin menjadi – jadi,  mereka terus berusaha untuk  mendapat status sosial yang sama dan juga pengakuan dari  publik.

Sayangnya, manusia kerap kali bertindak sesuai kehendak mereka tanpa melibatkan rasionalitas di dalamnya. Dari tren flexing ini dapat diketahui bahwa setiap orang selalu merasa dirinya bisa bebas melakukan apa saja untuk mengubah jalan hidupnya, namun saat dilihat kembali, maka akan terlihat bahwa tidak benar- benar ada perubahan dan hanya ada kepalsuan dalam hidup mereka.

Seperti dua orang influencer ternama yang memilih untuk memenuhi hasrat mereka lewat flexing. Sayangnya, kehendak mendorong mereka untuk menjadi sombong dan lupa diri, sehingga membuat mereka harus berakhir mendekam di balik jeruji besi, dan menerima sanksi sosial.

Bila, dilihat melalui sudut pandang lainnya, maka tren flexing adalah kondisi manusia saat berada pada tahap estetis Kierkegaard, di mana manusia berada dalam situasi untuk melakukan pemenuhan keinginan, pencarian kenikmatan dan juga nafsu. Dan manusia akan cenderung berakhir pada keputusasaan.

Cara untuk Berhenti dari Belenggu Kehendak

Tren flexing atau tren pamer kekayaan di Indonesia secara nyata membawa penderitaan bagi sebagian orang. Hal ini dikarenakan mereka terikat oleh keinginan – keinginan yang meminta untuk dipuaskan, sehingga tanpa sadar mereka dikendalikan oleh kehendak untuk dapat memenuhi semua keinginan tersebut, termasuk melakukan berbagai kejahatan.

Saat manusia terus – menerus mengejar kepuasan indrawi, maka yang ia dapat hanyalah kebahagiaan semu, yang perlahan akan menghantarkannya pada kesakitan yang tak berujung.

Sejatinya, kebijaksanaanlah yang dapat menjadi jalan agar kita tidak hanya berakhir pada sebuah penderitaan. Dan yang paling mengagumkan bukanlah cara kita menaklukkan dunia, namun tentang bagaimana kita mampu menaklukkan diri sendiri dan memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya.