What’s the most important thing in life?
Pernahkah terbersit di dalam pikiran Anda apa yang sebenarnya menjadi tujuan dan makna di dalam hidup? Ataukah selama ini kehidupan hanya bagaikan roda yang menggelinding tanpa mengetahui ke mana arahnya akan pergi? Mungkin, bagi beberapa orang mereka tak akan ragu menjawab ya. Apakah esensi terpenting dalam hidup bagi Anda? Apakah itu menjadi sosok yang dikenal oleh banyak orang, memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi, ataukah sesederhana dapat menikmati kopi Anda di pagi hari?
Dua tahun yang lalu, saya pernah mendengarkan sebuah lagu yang liriknya sangat menyentuh hati saya. “Apa pekerjaan yang paling penting? Aku ingin mengerjakan banyak hal, tapi aku terus menerus dikejar oleh waktu.” Saat mendengar lagu tersebut, saya mulai memikirkan kembali apa yang sebenarnya menjadi esensi terpenting di dalam kehidupan.
Di tengah hiruk pikuknya aktivitas kita sehari-hari, pernahkah terpikir oleh kita apa yang sebenarnya kita kejar? Apakah di tengah proses pengejaran menuju tujuan kita, sudahkah kita benar-benar merasa puas dan bahagia olehnya? Akankah nantinya hasil akan sebanding dengan usaha yang telah saya keluarkan?
Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center (2021), terdapat banyak jawaban terkait faktor apa yang menyebabkan seseorang merasa hidupnya bermakna. Faktor pertama yang menempati hasil adalah keluarga. Faktor kedua adalah pekerjaan dan karier. Ketiga adalah kesehatan. Survei ini membuktikan, setiap orang memiliki pemaknaan yang berbeda akan makna dalam kehidupan mereka.
The meaning of life from philosophical insight
Bukankah tidak asing di telinga kita semua apabila mendengar seorang filsuf Jerman yang bernama Arthur Schopenhauer? Schopenhauer berpendapat bahwa apabila dunia merupakan kehendak maka dunia ini adalah dunia penderitaan. Setiap orang memiliki keinginan dan angan-angan yang mereka tuju setidaknya sekali dalam hidup ini.
Padahal dalam realitasnya, keinginan manusia selalu lebih besar daripada apa yang dapat mereka peroleh. Akibatnya, pemenuhan keinginan tidak pernah memuaskan bagi manusia. Malah, membawa ketidakbahagiaan.
Berkebalikan dengan Schopenhauer, filsafat eksistensialisme memandang hidup sebagai sesuatu yang berguna dan penting. Salah satu tokoh eksistensialisme adalah Martin Heidegger. Menurutnya, manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, tetapi dilemparkan ke dalam keberadaan.
Ini yang menyebabkan manusia tidak dapat memilih ia akan terlahir dengan jenis kelamin apa, keadaan keluarga yang bagaimana, dan lain halnya. Walau manusia tidak bisa memilih keberadaan mereka, namun manusia tetap memiliki kebebasan dan harus bertanggung jawab atas keberadaannya, terlebih kepada setiap keputusan yang mereka buat.
The Correlation
Kebanyakan orang, akan menemukan tujuan hidup mereka di usia dewasa awal. Sesederhana, aku ingin menjadi seseorang yang sukses, aku ingin membangun sebuah bisnis, dan banyak keinginan yang lainnya. Dalam hidup, manusia tak pernah luput akan kehendak. Bahkan dalam hidup kita sehari-hari, pasti kita selalu dihadapkan sebuah pilihan. Secara tidak sadar, pilihan-pilihan kecil yang kita buat setiap harinya menunjukkan hasrat kita untuk melanjutkan hidup.
Meski menurut Schopenhauer, pilihan yang kita buat didasarkan irasionalitas dan alam bawah sadar kita. Tetapi, pilihan-pilihan yang kita buat di masa lalu, membuat kita menjadi diri kita yang sekarang. Memang benar menurut Heidegger apabila manusia tidak dapat mengontrol beberapa pilihan di dalam hidupnya, hal itu alamiah saja terjadi.
Namun, hal itulah yang menjadi keunikan dari hidup manusia. Poin penting yang ingin Heidegger sampaikan adalah bahwasanya meski kita tidak bisa memilih beberapa pilihan dalam hidup, kita tetap bertanggungjawab atas kehidupan ini, terlebih keputusan yang telah kita buat.
Untuk membuat hidup ini menjadi lebih bermakna, tentunya kita tidak bisa sembarangan memilih pilihan di dalam kehidupan kita. Karena semua yang kita putuskan hari ini, akan kita rasakan dampaknya di masa yang akan datang. Pikirkanlah matang-matang apabila ingin memutuskan sesuatu keputusan. Entah hal itu baik atau buruk, kita akan menanggung tanggunjawabnya di masa depan.
Mulai sekarang, instropeksilah diri Anda. Apa tujuan yang ingin kucapai? Sudahkah beberapa pilihan yang kubuat membawaku ke tujuan yang ingin kucapai? Apakah pilihan yang selama ini kubuat sudah benar? Pemaknaan akan hidup, akan lebih mudah apabila kita telah mengerti dan memahami apa yang menjadi keinginan dalam diri kita.
Beberapa orang mungkin berpikir dan bertindak tidak apa-apa apabila hidup tanpa rencana. Namun, bukankah hidup ini akan lebih bermakna bila kita mengetahui apa yang akan kita tuju? Apabila kita sudah memaknai hidup kita, percayalah, segala hal yang kita lakukan akan sangat berharga dan membawa kebersyukuran. Bahkan jika itu adalah hal terkecil dalam hidup kita.
Conclusion
Pemaknaan hidup bagi setiap orang pastilah berbeda-beda. Banyak sekali kehendak yang manusia ingin lakukan dalam hidup. Menurut Schopenhauer, kehendak inilah yang membantu manusia untuk terus menerus mencari apa yang sebenarnya ingin mereka tuju dalam hidup mereka.
Meski menurut Schopenhauer, kehendak dan keputusan yang dibuat manusia tidaklah rasional. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa keputusan yang kita buat akan membawa kita kepada sebuah keadaan di masa depan. Berkebalikan dengan Schopenhauer yang memandang dunia sebagai penderitaan, eksistensialisme memandang hidup sebagai sesuatu yang bermakna.
Untuk membuat hidup ini menjadi lebih bermakna, tentunya kita tidak bisa sembarangan memilih pilihan di dalam kehidupan kita. Karena semua yang kita putuskan hari ini, akan kita rasakan dampaknya di masa yang akan datang.