Sebenarnya ini bukan bulan akhir untuk suatu periode pendidikan di seluruh sekolah atau perguruan tinggi Indonesia. Namun, pada bulan lalu, tepatnya pertengahan Maret, sejumlah kepala daerah telah mengeluarkan kebijakan penutupan sekolah dan menerapkan pembelajaran daring atau jarak jauh.
Hal itu dilakukan agar dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Kebijakan penutupan tersebut sebagai respons terhadap kebijakan dan imbauan pemerintah untuk melakukan social distance (jaga jarak).
Ya, pada tulisan ini, saya tidak ingin membahas tentang Virus Corona tersebut. Karena akibat Virus Corona itu banyak sekali timbul fitnah dan prasangka-prasangka buruk terhadap sesama manusia. Mulai dari ritual keagamaan, pemerintah yang berbeda pandangan dan kebijakan, bersosial, pendidikan, dan carut-marutnya ekonomi masyarakat.
Lewat tulisan ini, sebagai rasa peduli saya kepada pendidikan bangsa ini, saya akan coba mengevaluasi atas evaluasi pembelajaran daring atau belajar jarak jauh yang diterapkan oleh seluruh daerah di Indonesia dampak dari Covid-19 ini.
Ya, pembelajaran daring yang sudah berjalan selama satu bulan terakhir ini masih perlu dilakukan evaluasi dan terus ditingkatkan. Hal ini melihat penularan virus Corona hingga saat ini masih terus bertambah.
Namun, evaluasi atas evaluasi masih belum dilakukan. Dan, evaluasi atas evaluasi sama pentingnya dengan evaluasi belajar itu sendiri. Sebab, jika evaluasi belajar dilangsungkan secara linear, tanpa evaluasi atas evaluasi, maka evaluasi atas belajar hanya akan menjadi semacam tradisi yang berlangsung, tak perduli apa yang terjadi selanjutnya.
Sistem Pembelajaran Daring Tidak Seefektif Sistem Tatap Muka
Sistem pembelajaran daring atau jarak jauh memang belum sempurna mengingat belum ada acuan atau kurikulum yang menjadi tolok ukur guru dalam mengajar jarak jauh dan juga tidak seefektif sistem tatap muka.
Apalagi ditambah dengan situasi darurat seperti saat ini. Banyak yang harus disiapkan dengan baik agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan optimal. Misalnya, infrastruktur seperti jaringan internet yang memadai.
Perlu kita apresiasi langkah pemerintah lewat Kementerian BUMN yang menyediakan fasilitas belajar jarak jauh. Misalnya, Telkomsel memberikan akses data bebas kuota hingga 30 GB bagi pelajar dan mahasiswa untuk mengakses aplikasi-aplikasi pembelajaran yang telah bekerja sama dengan Telkomsel. Di antaranya, Ruang Guru dan aplikasi lain yang tergabung dalam paket Ilmupedia seperti Quipper, Zenius, Bahaso, dan Cakap.
Dan langkah tersebut sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim seperti dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Minggu lalu, pemerintah melalui Kemendikbud juga menyelenggarakan program Belajar dari Rumah yang ditayangkan melalui stasiun TVRI Nasional. Program ini merupakan upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat pandemi virus corona (COVID-19).
Program #BelajardariRumah ini tersedia untuk pelajar dari semua jenjang pendidikan. Program ini juga menyajikan tayangan edukatif Pengasuhan dan Pendidikan Anak untuk orang tua dan guru.
Lalu bagaimana dengan pembelajaran daring yang ada di daerah 3T?
Mungkin sebagian daerah yang memiliki akses internet bagus bisa saja menggunakan sistem pembelajaran daring. Namun, berbeda dengan sekolah yang termasuk kategori wilayah 3T. Selain Telepon seluler Android yang tak dimiliki oleh seluruh siswa, jaringan telekomunikasi di daerah tersebut juga tergolong susah sinyal. Sehingga pembelajaran daring ini tak berjalan efektif.
Sehingga banyak orang tua, mahasiswa, guru, dan lembaga sekolah yang mengeluh akan keterbatasan internet di daerahnya. Untuk masalah ini, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Pemerintah bekerja sama dengan swasta dituntut untuk benar-benar memastikan fasilitas jaringan sudah tersedia dengan baik di seluruh penjuru nusantara.
Menyiapkan Pendidik dan Pelajar yang Disiplin Tinggi
Pada sistem pembelajaran daring, rasanya tak cukup jika hanya menyiapkan infrastruktur jaringan internet dan platform aplikasi saja. Ada tuntutan yang jauh lebih penting dari itu, yaitu kesiapan pendidik atau guru dan para pelajar. Sebab tidak ada gunanya infrastruktur dan fasilitas baik jika para pengguna seperti guru dan pelajar tidak siap menjalankannya.
Dalam menyiapkan sumber daya manusia yang disiplin tinggi, maka perlu pemerintah melalui Kemendikbud melakukan sosialisasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Dengan dilakukannya penyediaan dan penyebaran media-media seperti video tentang menyampaikan materi, video pembuatan karya seni atau petunjuk penggunaan aplikasi yang tersedia dan sesuai kebutuhan.
Menumbuhkan sikap disiplin di situasi darurat Coronavirus disease (Covid-19) seperti ini tidaklah mudah. Butuh kerja sama semua pihak. Dalam hal ini, lagi-lagi pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada semua civitas akademika dan para orang tua untuk bekerja sama agar terus bersikap disiplin dan lebih independen dalam belajar.
Karena seyogianya Pembelajaran daring harus inspiratif dan kreatif yang mana para pelajar tidak terbebani dan pengajar memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Setiap pelajar dalam melaksanakan tugas maupun aktivitas pembelajaran mendapatkan kesan positif dan umpan balik yang mengembangkan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tanpa menjadikan faktor accessibility dan reachability terhadap media pembelajaran maupun internet, pendidik mampu menjadikan dua faktor itu menjadi kekuatan capaian pembelajaran melebihi tatap muka.
Pendidikan harus disampaikan hingga anak-anak paham, senantiasa ada bimbingan dan arahan, selanjutnya ada umpan balik sehingga bukan hanya materi selesai atau PR selesai tetapi anak didik memiliki wawasan, berkarakter, cerdas, dan cakap.