Presiden ingin memanfaatkan dana haji dialokasikan untuk investasi pembangunan infrastruktur. Hal ini pun sontak menjadi pembahasan di sosial media sehingga menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat layaknya cinta segitiga antara Raffi, Nagita, dan Ayu Ting ting.
Seperti yang terjadi sebelumnya, di mana apa yang coba Jokowi lakukan, pasti akan mendapat respons negatif dari pendukung atau tokoh-tokoh partai oposisi. Lalu, apa alasan yang menjadikan mereka mengkritik keras langkah Jokowi kali ini?
Dana haji notabene adalah dana milik umat yang harusnya dikelola untuk kepentingan umat atau mempermudah jamaah dalam keberangkatan haji. Lalu, mengapa lagi-lagi diusik oleh dahaga ambisi Jokowi untuk kepentingan infrastruktur? Kalau sudah begini, sebenarnya saya tidak yakin Emak masih ingin naik haji.
Sudah jelas keputusan ini bisa menimbulkan keresahan. Apalagi, saat ini banyak kalangan umat Islam yang merasa dicederai aspirasinya dan tidak diakomodasi oleh pemerintah. Dana haji adalah uang rakyat, uang umat yang memang bukan seperti bayar pajak, tetapi mereka menabung diamanatkan ke pemerintah untuk berangkat haji.
Sepengetahuan saya, di dalam undang-undang telah di atur secara rinci penggunaan dana haji. Kalau digunakan membangun asrama haji, mungkin masih masuk akal. Akan tetapi, apakah tepat bila dana tersebut diperuntukan membangun jalan tol?
Saat ini, dana haji yang terkumpul di Indonesia mencapai angka Rp. 80 triliun sampai Rp. 93 triliun, jumlah yang sangat besar dan dapat membantu dalam pembangunan infrastuktur di negeri ini. Namun, rencana tersebut sangat riskan bila tidak sesuai dengan undang-undang dan tentu harus sesuai syariah islam dalam penggunaannya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah melantik anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara pada Rabu, 26 Juli 2017. Pada kesempatan itu, ia menyampaikan agar dana haji yang tersimpan di pemerintah bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur.
Saya atau mungkin kita, tentunya akan bertanya-tanya soal bagaimana mungkin dana haji yang ditabung selama bertahun-tahun oleh umat akan aman dan tepat waktu sesuai dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan, lalu siapa yang bisa menjamin dan akan digunakan untuk apa keuntungan dari investasi tersebut?
Sebelum kita berspekulasi terlalu dini, Jokowi telah memberikan klarifikasi terkait hal ini. "Harus prudent, harus hati-hati, silakan mau dipakai untuk infrastruktur, saya hanya memberikan contoh, silakan dipakai untuk sukuk, silakan ditaruh di Bank Syariah, banyak sekali macamnya, yang penting jangan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada," terang Jokowi kepada wartawan di Jakarta, Minggu 30 Juli 2017.
Ternyata, investasi dana haji yang dilakukan Kementerian Agama beberapa tahun sebelumnya dinilai belum optimal. Sebagai lembaga yang diamanatkan UU 34/2014 mengambil alih pengelolaan keuangan haji, BKPH sepatutnya meningkatkan hasil investasi dana haji. Berdasarkan pada prinsip syariah, dana haji tidak boleh diendapkan atau didiamkan. Investasi dana haji merupakan cara yang tepat untuk memberikan manfaat lebih kepada calon jemaah dan masyarakat luas.
Jadi, keuntungan dari investasi tersebut bisa dipakai untuk mensubsidi ongkos dan menekan biaya haji agar menjadi lebih kecil dari sekarang ini, sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat dan cara seperti ini telah dipakai di negara lain seperti di Malaysia.
Atas dasar ketidaktahuan saya tadi, saat ini Kementerian Agama telah menggunakan hasil investasi dana haji untuk mensubsidi atau menutup selisih total biaya penyelenggaraan haji dan setoran yang dibayarkan calon jemaah kepada pemerintah melalui sukuk.
Sehingga calon jemaah tidak membayar seluruh biaya haji. Biaya yang ditanggung calon jemaah hanya mencakup tiket pesawat pulang-pergi, sebagian ongkos pemondokan, dan biaya hidup selama di tanah suci.
Ternyata, biaya haji di tahun 2017 bukan dikisaran Rp. 34 juta, namun dipastikan mencapai angka Rp.60-65 juta. Maka dari itu, untuk menutup biaya pemondokan di Madinah dan transportasi lokal, Pemerintah mengambil nilai manfaat yang didapatkan dari sukuk. Jadi hasilnya sudah bisa dikembalikan ke jemaah. Namun jumlah keuntungan nya masih relatif kecil, sehingga pemerintah ingin dana tersebut dialokasikan untuk investasi yang lebih besar keuntungan nya.
Dari perihal tersebut, kita sudah bisa menyimpulkan bahwa alokasi dana haji bukan baru ada dimasa pemerintahan jokowi, namun telah terbentuk di masa pemerintahan sebelumnya. Saya bingung mengapa ini menjadi ramai diperbincangkan?
Layaknya pembahasan Caisar YKS kembali joget di layar kaca. Hanya saja Jokowi dalam hal ini sebagai pemimpin negara ingin dana tersebut digunakan untuk investasi yang lebih besar, seperti pembangunan jalan tol atau infrastruktur lain nya yang berpotensi menambah keuntungan dana tersebut.
Hal ini pun dipertegas oleh KH. Ma’aruf Amin selaku ketua MUI, “Dana haji itu kan memang boleh diinvestasi itu, sekarang saja mungkin ada Rp 35 triliun itu sudah digunakan untuk Sukuk, Sukuk itu sudah mendapatkan fatwa dari dewan syariah nasional majelis fatwa MUI dan saya juga tanda tangani itu untuk kepentingan infrastruktur dan lain-lain," ujarnya, Senin 31 Juli 2017.
Ketua MUI itupun menjamin tidak ada celah penyalahgunaan dana haji yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini karena ada jaminan dana haji yang dipinjam untuk keperluan pembangunan infrastukur akan diganti oleh pemerintah. "Kalau di pemerintah tidak riskan, kalau di swasta memang ada risiko itu, karena itu kalau soal pelabuhan kan poinnya pemerintah yang akan mengembalikan itu. Tidak ada penyalahgunaan menurut saya," lanjut KH. Ma’aruf Amin.
Lalu apa sebetulnya yang dipermasalahkan oleh kubu oposisi, di sini saya katakan Fahri Hamzah dkk. yang beropini negatif tentang hal ini? Jelas, mereka lebih mengerti persoalan tersebut, atau mungkin mereka sengaja menunjukan sikap antipati atas keputusan pemerintah dan nantinya akan menjadi dogma di masyarakat awam untuk menimbulkan kegaduhan. Sungguh disayangkan bila benar itu adanya.
Lihatlah dengan mata terbuka, bahwa kini ada usaha transparansi dari pemerintah dalam mengelola dana haji. Hal ini bertujuan agar mencegah terjadinya kesempatan korupsi dana haji, seperti yang kita masih ingat, yaitu mantan Menteri Agama Surya Dharma Ali pada tahun 2010-2013 silam tentang penyalah gunaan wewenang.
Sudahlah, saya tidak ingin membahas terlalu jauh masa kelam saat adanya korupsi dana haji tersebut, karna pada saat itu pula masa kejayaan “Tukang Bubur Naik Haji“. Nanti dikira, Si tukang bubur diberangkatkan haji gratis pake uang korupsi.
Poin terpentingnya adalah di mana kita sebagai masyarakat harus mengetahui pasti sebelum mendengar atau melihat statement negatif dari kubu-kubu politik yang berlawanan. Karena kondisi negara kita saat ini amat sangat rentan terjadinya kekisruhan yang berkelanjutan. Kita sudah terlalu lama dijajah oleh bangsa lain, jangan sampai kita terpecah kembali oleh kepentingan-kepentingan politik.
Harus digarisbawahi adalah pemerintah saat ini bukanlah pemerintahan dengan ideologi fasis yang berdasarkan pada prinsip kepemimpinan dengan otoritas absolut. Jangan mudah terpengaruh oleh bius-bius elit politik yang sangat tidak berdasar. Saat ini negara kita adalah negara yang bebas menentukan pendapat, melalui Media, Pers, LSM dan lain nya. Selama masih mematuhi norma-norma bernegara dan tidak menimbulkan fitnah.