Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf dibubarkan di periode kedua Presiden Joko Widodo. Bekraf boleh mati, mungkin sementara mati, tapi tidak dengan sektor ekonomi kreatif.

Sekarang, ekonomi kreatif akan bersatu kembali dengan sektor pariwisata seperti pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pada saat tulisan ini dibuat, nomenklaturnya seperti itu, meski terdengar kabar juga bahwa Bekraf mungkin akan tetap ada, hanya saja berubah namanya. Entahlah. Perlu kita tunggu.

Aktivitas Bekraf selama lima tahun dari tahun 2014-2019 sudah banyak membantu para pelaku kreatif khususnya dan juga sektor perekonomian nasional secara umum. Diambil dari Opus, sebuah buku laporan tahunan dari Bekraf, ekonomi kreatif memiliki potensi yang cukup menjanjikan. 

Pada 2016, kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional sebesar 7,44 persen dan diproyeksikan akan terus meningkat. Dari segi nilai, Produk Domestik Bruto ekonomi kreatif diproyeksikan telah melampaui 1.000 triliun pada 2017 dan meningkat mendekati 1.102 triliun pada 2018.

Selain aspek PDB, peningkatan juga terjadi di aspek tenaga kerja ekonomi Kreatif. Pada 2016, sebanyak 16,91 juta orang bekerja di sektor ekonomi kreatif. Angka ini meningkat 5,95 persen dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja Ekraf pada 2015.

Bagi pelaku ekonomi kreatif, Bekraf juga sudah sering hadir, misalnya dengan kegiatan-kegiatan seperti Bekraf Festival, Food Startup Indonesia, Akatara, Bekraf Developer Day, Archipelageek, dan juga konferensi World Conference on Creative Economy yang sempat mengundang ‘Bapak Ekonomi Kreatif’, John Howkins di Bali.

Sepintas melihat lini masa media sosial para pelaku kreatif, ada beberapa yang prihatin dengan penyatuan dua sektor besar, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menjadi satu kementerian. Ada yang mengkhawatirkan perkembangan sektor ekonomi kreatif akan menjadi tersendat di bawah kementerian yang perlu banyak sumber daya ini. 

Ada juga yang menduga, sepertinya pemerintah tidak serius dalam mengelola Ekonomi Kreatif, padahal sektor ini erat hubungannya dengan pembangunan manusia yang dicanangkan pemerintah periode ini.

Sebenarnya ini bukan kiamat bagi sektor Ekonomi Kreatif. Jauh dari itu. Butuh penyesuaian lagi, jelas. Optimis? Jelas harus.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh kementerian baru tapi lama ini di bawah pimpinan Wishnutama Kusbandio. Pertama, membentuk struktur organisasi yang dapat mengelola dua sektor, pariwisata dan ekonomi kreatif. Keduanya adalah sektor yang sangat luas. Banyak pemangku kepentingan yang perlu dikelola. Sehingga butuh struktur organisasi yang besar dan juga mumpuni. 

Kabarnya, kementerian ini akan dikelola seperti Kementerian PPN/Bappenas dengan memiliki banyak deputi yang membawahi banyak direktorat. Misalnya dapat dipisahkan deputi-deputi Pariwisata dengan Ekonomi Kreatif. Hal ini saya pikir adalah yang paling logis untuk mengelola dua sektor besar ini. Tantangannya adalah membuat tupoksi sejelas-jelasnya untuk setiap deputi dan direktorat.

Kemudian, kedua adalah melanjutkan apa yang sudah dilakukan Bekraf dan juga Kemenparekraf di era Mari Elka Pangestu, bahkan dapat mundur sedikit lebih lama lagi ke Departemen Perdagangan yang juga dipimpin ibu Mari Pangestu. 

Mengapa mundur? Karena pada tahun 2008, Departemen Perdagangan RI sudah pernah membuat naskah kajian tentang pengembangan Ekonomi Kreatif sampai tahun 2025. Kajian itu diikuti dengan naskah rencana pengembangan Ekonomi Kreatif masing-masing subsektor, yang saat itu berjumlah 14 sub sektor, dari tahun 2009 – 2015. 

Kajian tersebut dapat dijadikan bahan acuan untuk melihat lebih jelas peta jalan ke depan untuk pengembangan Ekonomi Kreatif, baik sebagai pedoman operasional maupun dalam membuat kebijakan. Hasil kerja Bekraf selama lima tahun lalu juga dapat dijadikan acuan untuk tambahan data, informasi, dan pengetahuan terkini.

Dan terakhir adalah melanjutkan apa yang sudah baik dilakukan oleh Bekraf. Sudah banyak kontribusi dan jasa badan tersebut dalam Ekonomi Kreatif Indonesia. 

Sebagai badan pertama yang ditugasi untuk khusus mengurusi Ekonomi Kreatif, banyak pelaku kreatif yang terbantu atas jasa badan pimpinan Triawan Munaf ini. Pencapaian-pencapaian, baik dilihat secara makro maupun per subsektor dalam Ekonomi Kreatif, selalu dituangkan dalam sebuah laporan tahunan yang dapat diunduh di situsnya. Begitu pula dengan berbagai macam kegiatannya dari berbagai subsektor. 

Memang masih ada beberapa subsektor yang belum maksimal diperhatikan. Ini adalah tugas dari Wishnutama dan tim Kementerian Pariwisatan dan Ekonomi Kreatif untuk mulai memberi perhatian lebih pada subsektor yang lima tahun terakhir masih menjadi ‘anak bawang’. Tugas lain adalah menjalankan Undang-undang Ekonomi Kreatif yang baru saja disahkan agar berjalan sesuai harapan.

Yang perlu diingat adalah Ekonomi Kreatif sulit untuk mati. Karena akal dan kreativitas adalah modal utamanya yang baru akan mati bersama penciptanya. Pelaku kreatif perlu terus aktif membangun kegiatan berjejaring dan pastinya terus berkarya dengan dukungan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator.