Indonesia menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tercatat sebesar US$1,19 triliun pada 2021. Hal itu menempatkan Indonesia di posisi ke-16 di antara negara-negara G20. Posisi Indonesia berada di bawah Meksiko dengan PDB sebesar US$1,29 triliun.

Perekonomian Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian global dan penurunan pertumbuhan ekonomi dunia. Pada Triwulan III-2022, perekonomian Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan 5,72% (yoy).

Pertumbuhan tersebut didukung dengan tingginya kinerja ekspor serta berlanjutnya perbaikan permintaan domestik yang tercermin dari peningkatan konsumsi. Sejumlah leading indicator riil konsumsi dan investasi juga masih berada di level optimis. 

Demikian pula indikator sektor eksternal yang relatif terkendali, tercermin dari neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang masih surplus, cadangan devisa yang tetap tinggi, dan rasio utang masih berada pada level yang aman.

Untuk tahun 2023, Pemerintah telah menetapkan arah kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023 dengan tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan” mulai dari percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, peningkatan kualitas SDM di bidang kesehatan dan pendidikan, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara.

Pemerintah juga akan menindaklanjuti beberapa komitmen investasi yang telah dibuat untuk Indonesia sebagai hasil dari KTT G20 Bali. Beberapa komitmen di antaranya seperti komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar USD20 miliar untuk energi bersih, komitmen Asia Zero Emission Community (AZEC) dengan dana sebesar USD500 juta, serta Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) berupa pendanaan USD600 miliar dari Negara G7 dalam bentuk pinjaman dan hibah untuk proyek infrastruktur berkelanjutan bagi negara berkembang. Pemerintah juga akan terus mengambil langkah-langkah responsif dalam menjaga daya beli masyarakat di tengah tren kenaikan inflasi global.

Tidak terelakan bahwa kondisi ekonomi global akan berpengaruh pada Indonesia. Pertama, situasi yang paling jelas terasa oleh masyarakat adalah kenaikan harga bahan pokok yang memicu inflasi. 

Kondisi ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Inflasi tinggi, suku bunga ketat, perang, fragmentasi hingga resesi, menjadi kata kunci yang berseliweran di publik dalam beberapa bulan terakhir.

Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 dari menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,9%. IMF memastikan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2023 adalah profil pertumbuhan terlemah sejak 2001.

Situasi Ekonomi Global

Situasi global yang perlu diwaspadai adalah potensi berakhirnya era ledakan komoditas bahan mentah yang diekspor ke luar negeri (commodity booming) pada akhir 2023. Situasi ini dipengaruhi karena potensi pelemahan ekonomi dunia dan ancaman stagflasi. 

Stagflasi adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi. Kondisi ini biasanya diikuti dengan kenaikan harga-harga atau inflasi.

Sepanjang masa pandemi 2020-2022, Indonesia mengalami ‘berkah’ komoditas. Hal itu karena ekspor komoditas dari Indonesia ke beberapa negara mengalami lonjakan harga, di saat tingginya permintaan dan stok dunia yang terbatas. 

Hal ini ditunjukkan dengan Ekspor Indonesia pada Januari 2022 menunjukkan pertumbuhan sebesar 25,31 persen (yoy). Sehingga, ekspor Januari 2022 menjadi sebesar 19,16 miliar dollar Amerika Serikat (AS).

Secara teori, pertumbuhan ekonomi pada dasarnya ditunjang oleh tiga hal, yaitu konsumsi rumah tangga, ekspor/impor, pengeluaran pemerintah, dan investasi. Jika situasi ekspor komoditas kembali dalam situasi normal dan beberapa negara masuk ke dalam resesi, otomatis demand akan menurun. Dampaknya, inflasi dalam negeri akan naik karena uang yang beredar tidak mampu membeli komoditas yang berlimpah tersebut.

Selain itu rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga (fed fund rate) yang diperkirakan hingga tujuh kali pada 2022. Hal itu dalam rangka antisipasi kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir yang telah menyentuh 7,9 persen (yoy) per Maret 2022. Bahkan, pada pekan ketiga Juni 2022, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin.

Naiknya fed fund rate itu berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional. Sebab, dapat memicu keluarnya modal asing di pasar surat utang karena spread antara yield SBN dan yield treasury di tenor yang sama semakin menyempit. Sehingga, investor asing cenderung mengalihkan dana ke negara maju, memicu capital outflow di pasar negara berke

Exit Strategy

Di tengah situasi global yang tidak menentu itulah, DPR bersama pemerintah telah menyusun beberapa strategi keluar (exit strategy) sebagai cara untuk keluar dari potensi krisis. Ditambah, menurut laporan IMF, setidaknya akan ada 40 negara di mana perekonomiannya dipastikan akan mengalami resesi. Krisis keuangan ini akan berlanjut ke krisis pangan, krisis energi, hingga krisis sosial.

DPR pun memahami hal ini. Untuk mencegah terjadinya krisis sosial karena melonjaknya harga energi di tingkat global, anggaran subsidi energi pun dinaikkan hingga Rp502 triliun. Hal itu sebagai kompensasi tidak dinaikkannya harga subsidi, terutama BBM dan LPG. Karena itu, DPR mendorong agar subsidi energi dari bersifat terbuka menjadi bersifat tertutup.

“Dengan cara memvalidasikan data penerima subsidi terlebih dahulu agar tepat sasaran,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman.

Strategi selanjutnya adalah dengan melakukan penghematan anggaran di seluruh kementerian/lembaga hingga Rp24,5 triliun untuk anggaran yang tidak prioritas. Menkeu Sri Mulyani menegaskan cadangan tambahan anggaran ini untuk meredam gejolak ekonomi global akibat kenaikan harga pangan dan energi. Pencadangan anggaran ini diupayakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional yang telah dicapai positif pada kuartal I 2022 tersebut.

Pendapat saya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia maka pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek pemerataan distribusi pendapatan terhadap masyarakat, menekan laju pertumbuhan penduduk, mengurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan investasi, mengurangi tingkat konsumsi masyarakat, meminimalisir pengeluaran negara,