Aku menjadi mendung
Aromanya kuhirup lagi
Pemberhentian ini adalah sunyi
Seakan semua terhenti
Terhempas resah
Dihantam tanya
Mengerang tak berdaya
Aku menjadi mendung
Lalu beriring dihembus angin
Tak tentu arah
Entah jadi hujan Atau kembali seputih awan
Entah sirami bumi Atau pudar disapa mentari
Jika kelak jadi hujan Izinkanlah kuhapus kerontang
Gersang hilang
Dahaga sirna
Jika kelak kembali fitrah
Izinkanlah aku melukis keagungan - Mu
Dalam cakrawala syukurku
Bahagia disapa rembulan
Gembira menyambut mentari
Riang menanti senja
Senang disambangi malam
Ceria dikecup fajar
Kenangan malam
Rasa ini kupasrahkan pada sepi
Kusembahkan pada malam
Atas kuasa - Nya
Masa lalu membayangiku
Merebut manis dari kopiku
Enyahkan hangat dari cangkirnya
Pahit dan dingin tersisa
Lalu, kemanakah prajurit manis?
Apakah juga sedang menikmati pahit biar tak bosan?
Memandang malam adalah keniscayaan
Menyesali masa lalu adalah kebodohan
Mensyukuri karunia - Nya adalah keharusan
Berjuta kenangan meloncat - loncat Memantul begitu girang
Seperti menemukan dunianya
Bintang jatuh menertawakanku
"Teruslah berharap ketika ku jatuh, Bahkan aku pun tak berharap apa pun"
Hidup ini ironi
Aroma seperti ini pernah kuhirup
Malam seperti ini pun pernah kulalui
Sepi ini pun pernah kujalani
Mereka terus membayangiku
Seperti memelas
Memasuki rongga nafasku
Mengintip dari dimensi antah berantah
Tetap kutahan
Mencoba bijak
Mengambil yang baiknya
Yang buruk disimpan rapi
Jadikan cermin
Rahasia terbesarku
Malam seribu bulan;
Bukan dongeng seribu satu malam
Apakah aku pernah melaluinya?
Dengan kepasrahaan diri yang hakiki
Gersang Jiwa
Langkah telah tertumpah
Warnanya kian jelas
Jejaknya berkamuflase
Diantara ribuan fatamorgana
Aku menari
Diantara gersang yang menyengal
Aku berlari
Sementara jejak tak terhapus
Terdiam menyepi
Merangkai kata tanpa arti
Mewarnai cakrawala Sesuka hati
Egois memang
Tapi, dibatas ini
Kutemukan diriku berjuta wujud
Saat raga dan jiwa mengerang
Penawarnya terserak disini
Kurapalkan doa dan puja puji
Kupuisikan keluh jua tangis Dendangkan suka bahagia
Syukurku antara sujud yang syahdu
Rasa bergerak
Tanpa irama
Meliuk menggetarkan semestaCiptaku
Aku liar Tanpa arah
Menerjang, menghantam
Ingin ku akhiri
Namun rasa kian lepas
Tak terbendung
Nikmati sajalah
Tangis menyambangi langit
Menggema, menggamit lelah
Luluh aku dalam hamparan asma
Asa memuncak
Nyata tak nyata
Kecewa terpatri Lalu hilang begitu saja Terukir sadar
Aku tak tahu diri
Juangku hanya diam
Jejak gersang dari ikhlas
Jumawa, se aku - akunya
Lupakan keberadaan - Nya
Mulai detik ini
Detak bersaksi
Aku bersumpah
Memperbaiki langkah
Semoga tercipta jejak indah
Diantara hembusan nafas yang berdzikir
Diantara hela doa
Kita sama saja
Aku bisa
Tapi, tak mampu
Menepiskanmu dalam diam
Kau senja sewaktu
Meski kumiliki
Tapi, kelak kau hilang
Aku tak perlu menangis
Kau tak perlu tertawa
Kita sama saja laknat
Kusuapi api
Maafkan aku
Menyuapimu api
Membiarkanmu terbakar
Dalam ilalang gersang
Dalam deru kebodohan
Dalam desing kepapaan
Mungkinkah tiadalah jalan lagi?
Kusuapi api
Kalian yang kusayangi
Maafkan aku
Tuhan...
Aku tahu api ini abadi
Tapi, jangan hukum mereka
Jangan libatkan mereka
Mereka tak berdosa
Mereka sama sekali tak tahu
Dan tak pernah tahu
Apa itu Riba
Hukumlah aku
Astagfirullahaladzim
Menangis dalam sepi
Berkhalwat
Cukupkan aku saat ini
Dan selamanya
Aamiin
Dalam fana dan kekal
Pagi ini
Udara dipenuhi asap sisa pembakaran
Bukan lagi awan putih
Tapi, asap pekat
Sesakkan dada
Tapi, lebih sesak ketika ku mengingatmu
Bahwa selama ini aku tak pernah bahagiakanmu
Sementara kau tak pernah menuntut
Mau ini ataupun itu
Tapi, aku tetap merasa gagal
Aku paling merasa bersalah
Bersyukurlah aku mendapatkanmu
Tuhan, restuilah kami
Dalam fana dan kekal
Egomu lelahku
Panas kerontang
Hancurkan asa
Kau sama sekali tak peduli
Dimanakah hujan yang pernah ada?
Kuakui hanyalah debu
Tapi, haruskah seperti ini?
Egomu lelahku
Kemana lagi harus beringsut?
Sekadar memapah diri dari ketiadaan
Ataukah waktuku hanya sampai disini?
Tiada teman atau sahabat
Bahkan angin pun,
Bergidik ngeri
Sesak, sesal, muak
Kumuntahkan dalam hamparan ini
Lalu menjelma sewujud diri
Legam tak kukenali
Tertawa, marah lalu menghardikku
Menyalahkanku dalam segala
Tunjuknya telanjangi diri
Aku mengerang, dan luluh lantak
Sesaat terbangun, waktu masih sepi
Dimensinya seperti nyata
Aku masih gamang di ujung waktu
Masih tiada yang peduli
Biarlah aku mati sendiri
Aku bukan siapa
Kutikam langit hingga menangis
Tak jua kau melemah,
Di nadirku, membara
Serapah hanyalah api
Membakar, meluluhlantakkan
Kau tau sakit ini?
Tak mungkin...
Aku bukan siapa
Berhentilah kau selami
Aku tak pantas kau iba kan
Pergilah saat aku terbahak
Mungkin saja aku tlah gila
Diksi
Menari seraya menangis
Tertatih lalu tertawa
Luka ini abadi, tenggelamkanku
Di titik nadir yang paling dalam
Ketika senyum terlalu manis
Untuk semua caci maki
Pergilah!
Sebelum malam menjelang
Karena malam, akulah raja
Diamlah!
Sebelum emosiku membuncah
Menjadi diksi — diksi tak beraturan