"Berjalan ke arah yang berlawanan bukan berarti kita kehilangan arah, tetapi mungkin saja kita menemukan jalan yang lebih baik menuju masa depan.”

(Riad)

Suasana di ruang tunggu bandara terasa hening. Tidak banyak orang yang sedang menunggu kedatangan pesawat, kecuali tolstoy dan seorang wanita di sampingnya yang sedang menangis. Sementara itu, Tolstoy sendiri terlihat tenang meskipun hatinya berdebar kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lima tahun berpisah. Tolstoy dan Irina adalah sepasang kekasih saat masih kuliah, namun kemudian hubungan mereka kandas karena jarak dan perbedaan pandangan bahkan misi yang tak sejalan.

Ketika Tolstoy melihat ke arah Irina, tiba-tiba matanya Irina juga menatapnya. Dia menunjukkan senyum kecil, dan Tolstoy tahu bahwa senyum itu mengandung banyak makna. Lalu dia membalas senyumnya, dan Tolstoy bisa merasakan jantungnya berdebar semakin kencang.

"Kamu masih sama seperti dulu," ucap Irina dengan suara bergetar. "Aku merindukanmu."

Tolstoy tersenyum dan mencoba menenangkan diri sendiri. Dia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk menunjukkan perasaannya. Tolstoy hanya ingin memastikan bahwa Irina baik-baik saja setelah lima tahun tidak bertemu.

"Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu," ujarnya dengan suara rendah.

Irina mengangguk. "Iya. Aku merindukanmu. Tapi aku tahu bahwa kita tidak bisa kembali seperti dulu lagi."

Tolstoy mengerti apa yang diucapkan Irina. Namun, hatinya tidak bisa berhenti merasa sedih. Dia masih mencintainya, dan Tolstoy merasa bahwa mungkin saja kita masih bisa bersama.

Namun, di sisi lain, Tolstoy juga menyadari bahwa hubungan mereka dulu tidak sempurna. Ada banyak hal yang belum terselesaikan, dan itu membuat hubungan mereka sulit untuk berlanjut. mereka berdua memiliki pandangan hidup yang berbeda, dan jarak yang terpisah membuat semuanya semakin sulit.

Namun, saat itu, Tolstoy hanya ingin menikmati waktu bersama Irina. mereka ngobrol sejenak, dan Tolstoy merasa bahwa mereka masih bisa bersikap sopan satu sama lain. Namun, di balik itu semua, hatinya masih terus berdebar kencang.

Sementara itu, di ruang tunggu bandara yang sama, seorang pria duduk di kursi yang bersebrangan dengan mereka berdua. Dia terlihat cemas, dan terus mengecek jam tangan di tangannya. Tidak seperti Tolstoy dan Irina, pria itu terlihat sangat gelisah dan tidak tenang.

"Semua akan baik-baik saja," kata seorang wanita yang duduk di samping pria itu.

Namun, pria itu hanya menggelengkan kepala. "dia tidak tahu. Ini pertama kalinya dia melakukan sesuatu seperti ini."

Wanita itu mencoba menenangkan pria itu, namun tetap saja pria itu terlihat sangat gugup. Sementara itu, Tolstoy terus memperhatikan pria itu dan merasa sedih melihatnya. Tolstoy tidak tahu apa yang terjadi, namun dia bisa merasakan ketakutan dan kecemasan yang sedang dirasakannya.

Akhirnya, pesawat yang mereka tunggu akhirnya tiba, dan mereka semua bersiap-siap untuk naik ke pesawat. Tolstoy dan Irina berjalan bersama sambil terus mengobrol, sementara pria itu terlihat semakin gelisah dan tidak tenang.

Ketika mereka sampai di pintu pesawat, pria itu terlihat sangat khawatir. Dia berhenti sejenak dan mengambil nafas dalam-dalam. Wanita di sampingnya mencoba menguatkan hatinya.

"Ayo, semangat! Kamu pasti bisa," kata wanita itu.

Namun, pria itu tetap terlihat ragu. Tolstoy bisa merasakan kecemasannya, dan dia ingin membantu. Tanpa berpikir panjang, Tolstoy mendekati pria itu dan menariknya ke samping.

"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara lembut.

Pria itu menatapnya dengan mata yang penuh kecemasan. "Aku takut terbang," katanya dengan suara bergetar.

Tolstoy mengerti betul betapa sulitnya merasakan ketakutan itu, karena dia sendiri pernah mengalami hal yang sama. Dulu, ketika Dia dan Irina masih bersama, mereka pernah naik pesawat bersama, dan dia sangat ketakutan. Namun, kini Tolstoy sudah mengatasi rasa takut itu.

"Aku juga pernah merasakan ketakutan itu," ucap Tolstoy sambil tersenyum. "Tapi aku bisa mengatasi rasa takut itu. Aku bisa membantumu."

Pria itu menatapku dengan rasa terima kasih. Tanpa berpikir panjang, Tolstoy mengambil posisi di samping pria itu dan memegang tangannya dengan erat. Sementara itu, Irina dan wanita di sampingnya terlihat terkejut dengan tindakan yang Tolstoy lakukan.

"Percayalah, semuanya akan baik-baik saja," ucap Tolstoy sambil tersenyum.

Pria itu menatapnya dengan rasa harap, dan Tolstoy bisa merasakan kelegaan yang dirasakannya. mereka naik ke pesawat bersama-sama, dan Tolstoy terus mendampingi dan menenangkan lelaki itu ditas pesawat, hingga sampailah di tempat tujuan mereka.

Lelaki itu sangat berterima kasih kepada Tolstoy karena sudah membantunya dan lelaki itu langsung berpamitan terlebih dulu kepada Tolstoy dan Irina, karena jemputannya sudah sampai terlebih dulu.

Tolstoy dan Irina kemudian menunggu beberapa saat diruang tunggu, dan akhirnya melihat seorang wanita yang tadinya bersama dengan lelaki ketakutan itu, keluar dengan seorang anak kecil di tangannya. Wanita itu tersenyum ke arah Tolstoy dan Irina, dan Dia bisa melihat rasa lega di matanya.

"Aku harus pergi," ucap Irina tiba-tiba. "Ini sudah waktunya untuk kami berpisah lagi."

Tolstoy merasakan kekecewaan dalam diri, namun dia tahu bahwa ini adalah kenyataan.  Mereka berdua lalu saling berpelukan dan saling memberikan cium pipi sebelum akhirnya berpisah. Irina menghilang dari pandangannya, dan Tolstoy merasa sedih dan kecewa karena tidak sempat berbicara lama dengan Irina di atas pesawat, karena dia mendampingi lelaki yang ketakutan itu.

Namun, di sisi lain, Tolstoy merasa terinspirasi oleh Lelaki yang tadi duduk di sebelahnya. Dia tidak tahu apa yang dia hadapi, namun Tolstoy bisa merasakan ketakutan dan kecemasan yang sedang dirasakannya. Namun, lelaki itu masih berani melakukan sesuatu yang mungkin sulit baginya. Dan Tolstoy merasa bahwa dia juga harus berani menghadapi keadaan sulit yang sedang dia hadapi.

Saat itulah,  Tolstoy memutuskan untuk memulai lembaran baru dalam hidupnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun dia yakin bahwa dia bisa menghadapinya. Tolstoy berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu keluar dengan langkah mantap, sambil memikirkan masa depan yang ada di depann