Saya suka menonton drama Korea. Sebelumnya, kalau saya sebut Korea dalam tulisan ini, saya mengacu pada Republik Korea Selatan. Tujuannya untuk mempersingkat saja.
Korea, negara ini sempat dikenal dengan tingkat bunuh diri warganya yang tinggi. Kira-kira sejak tahun 2000an, negeri ini dikenal luas karena muda-mudi entertainernya yang bukan hanya ganteng dan cantik, tapi juga penuh bakat.
Korea juga sering dikaitkan dengan oplas, alias operasi plastik, karena begitu maraknya praktik ini dilakukan di sana. Tapi ya, hebatnya Korea, tren ini justru kemudian melahirkan beragam cabang industri, mulai dari industri kecantikan, fesyen, seni, yang pemasarannya meluas hingga seluruh dunia. Mereka bukan sekedar konsumen, tapi mengarahkan setiap potensi sumber daya menjadi industri kreatif.
Tapi di atas semua itu, Korea semakin naik daun berkat drama-drama televisinya yang ditonton luas di seluruh dunia.
Kalau Anda masuk ke situs Asian Wiki, semacam ensiklopedia drama dan aktor dari Asia, terutama Korea (sayangnya Indonesia gak masuk. Tanya kenapa!) Anda akan menemukan dunia tersendiri di sana. Dunia drama!
Di situs tersebut, seluruh drama Korea yang tayang mulai dari tahun 1990an tercatat. Anda juga bisa menelusuri perkembangan, tren drama setiap tahunnya, termasuk perubahan ketertarikan para penikmat drama melalui rating atau komentar-komentar untuk setiap drama.
Singkatnya, situs ini keren buat kalian yang mau cari informasi soal drama dan film-film Korea. Situs ini juga bisa dipakai buat belajar menulis komentar dalam bahasa Inggris :)
Nah, sekarang kita kembali pada kalimat pembuka di atas: Saya suka menonton drama Korea.
Ada banyak alasan mengapa saya menyukai drama Korea. Tapi yang terpenting, dalam pandangan saya sebagai penikmat film, banyak drama televisi Korea yang kualitasnya sama baik, bahkan jauh lebih baik dari film-film layar lebar. Mulai dari tema, tata busana, sinematografi, skrip, kualitas akting dan sebagainya.
Pertama, soal tema. Tema-tema yang disajikan dalam drama Korea umumnya jelas, tegas. Tidak melulu menampilkan lovey-dopey, alias kisah cinta murahan. Atau tema klise yang berputar-putar, bolak-balik hingga pegel, hanya untuk menceritakan perihal cewek miskin dipersunting cowok kaya. Memang ada beberapa yang masih mengadopsi tema demikian, tapi belakangan mulai berkurang dan tidak begitu laku di pasaran.
Kembali ke tema. Dalam kebanyakan drama Korea, bahkan yang tak begitu bagus sekalipun, selalu ada sesuatu yang mereka tonjolkan. Selalu ada "isi" berupa isu atau persoalan sosial yang mereka selipkan. Tengok misalnya drama The Queen of Office, yang mengadaptasi drama Jepang berjudul The Pride of the Temp.
Drama-komedi yang terbilang sukses ini membicarakan dunia kerja di Korea. Drama ini terilhami oleh carut-marut krisis finansial yang melanda Korea dan beberapa negara di Asia pada tahun 1997. Korea Selatan sebagai korban paling mengenaskan dari krisis tersebut, dilanda depresi yang ditandai dengan tingginya angka pengangguran.
Drama ini menyoroti polemik antara pekerja tetap dan pekerja kontrak. Antara perusahaan dan manusia. Uniknya, tokoh utama dalam drama ini digambarkan sebagai pekerja keras-profesional yang memilih bekerja secara kontrak. Setiap tiga bulan dia berpindah-pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, bukan karena terpaksa atau diputus kontrak oleh perusahaan, melainkan karena pilihannya sendiri.
Peran tersebut dimainkan sangat memukau dan sempurna oleh Kim Hye Soo, aktris kawakan Korea berusia 45 tahun. Dengan kemasan komedi plus akting sang aktris yang mampu mengocok perut, juga dialog yang cerdas, drama televisi ini, bagi saya, tidak kalah berkharisma dibanding film-film bioskop.
Pemilihan tema serta bagaimana ia disampaikan melalui drama, juga memperlihatkan betapa para penulis skrip untuk drama-drama Korea bukanlah orang yang sembarang bisa menulis saja. Mereka tahu banyak tentang persoalan yang ingin disampaikannya.
Misalnya drama yang mengambil tema kedokteran. Penulis skrip untuk drama dalam genre ini nampaknya sungguh-sungguh mempelajari hal-hal terkait ilmu kedokteran, sampai pada istilah-istilah teknisnya. (Btw, di Indonesia adakah yang demikian? Just asking.)
Selain itu, drama televisi Korea sarat dengan semangat nasionalisme. Selain dengan jelas bisa kita temui lewat drama-drama sejarah/kerajaan (saeguk), bahkan unsur nasionalisme bisa mudah kita dapati pada drama-drama yang non-sejarah. Semangat tersebut bisa terlihat dari banyak segi. Misalnya, cara mereka menonjolkan berbagai tradisi dan kebudayaan negara tersebut.
Ada banyak pengagungan terhadap tradisi yang bisa kita jumpai dalam drama-drama Korea. Misalnya lewat cara mereka berbahasa. Pembagian bahasa formal/santun (nophimmal) dan bahasa non-formal/akrab (banmal) dalam tradisi Korea, sering mendapat sorotan tersendiri dalam banyak drama televisinya.
Juga soal makanan tradisional mereka. Lewat drama-drama inilah berbagai makanan tradisional Korea dikenal luas di seluruh dunia. Bagaimana orang Korea suka makan (dan minum?) digambarkan di banyak drama-drama televisi tersebut. Pengaruhnya? Lihat saja di Indonesia, Jakarta khususnya, restoran-restoran besar khas Korea, hingga yang kaki lima, bertebaran dan nyaris selalu penuh.
Selain itu, lewat drama-drama ini pula kampanye pariwisata mereka lakukan. Misalnya, drama Dae Jang Geum yang fenomenal itu, telah memicu banyak wisatawan untuk berkunjung langsung ke lokasi pembuatan drama yang juga dikenal dengan judul Jewel in the Palace ini.
Atau Pulau Jeju yang semakin dikenal karena banyak drama yang mengambil lokasi shooting di pulau yang indah tersebut. Yang terbaru adalah drama web One Sunny Day yang menampilkan spot-spot menarik di pulau tersebut.
Masih banyak keunggulan drama televisi Korea yang bisa kita ulas. Selain aktris-aktor yang mampu bikin para fans klepek-klepek, juga ada profesionalitas para kru dan tentunya, kesungguhan segenap pihak Korea, termasuk pemerintahnya, dalam menyokong perkembangan industri broadcasting mereka.
Makanya, saya sering kesal dengan beberapa teman (yang sok intelek) yang kerap mengejek para penggemar drama Korea. Bukan karena saya fans gila hallyu stars tapi karena saya yakin mereka bicara tanpa tahu apa-apa tentang drama Korea.
Mereka belum menontonnya, tapi sudah bicara macam-macam. Seolah-olah mereka tahu seperti apa drama Korea, mana drama yang baik dan mana yang pas-pasan. Seorang teman saya yang sok intelek bahkan pernah nyeletuk: "Nonton drama Korea? Bisa down pamor gue!" Lalu ketika saya tanya drama apa yang pernah dia tonton, jawabannya ternyata sama: "Nonton drama Korea? Bisa turun pamor gue!"
Jadi, dia sudah menyimpulkan pamornya akan turun tanpa terlebih dulu menjajalnya. Nah, ini sama kasusnya dengan seseorang yang mengatakan: "Baca The God Delusion? Nggak ah, ntar gue jadi ateis!"