Homo Sapiens, hewan yang berasal dari barat Afrika yang pada akhirnya menguasai dunia dengan tiga revolusi--kognitif, pertanian, dan sains. Dan menjadi satu-satunya spesies manusia yang masih bertahan sampai sekarang. 

Dimana tiap-tiap revolusi tersebut memiliki peran yang sangat penting dan alurnya sendiri. Mulai dari revolusi kognitif yang membuat sapien menjadi ras superior antar ras manusia lainnya.

Revolusi pertanian yang mengubah cara hidup manusia, sampai pemersatuan umat manusia oleh uang, imperium, dan agama yang merupakan alat pemersatu manusia, sampai revolusi sains yang mengubah keseluruhan hidup manusia. Terutama dalam revolusi sains yang mengubah manusia untuk selamanya. 

Manusia semenjak adanya revolusi sains yang masih berusia sangat muda mampu untuk mengubah segala aspek kehidupan kita. Dahulu saat nenek moyang kita masih berburu dan berharap mendapatkan hewan buruan yang mudah ditangkap serta mengandung banyak daging tanpa harus bersusah payah berburu, tidak bisa serta merta mendapatkanya. 

Namun sekarang semuanya menjadi mungkin karena adanya sains. Iptek yang dimiliki sekarang sangat memungkinkan untuk membuat hewan dengan rekayasa genetika yang diinginkan. Seperti contohnya hewan yang lamban dan banyak daging. Sekarang semuanya menjadi mungkin! 

Dengan adanya temuan-temuan saintifik dan teknologi mutakhir yang mulai mendominasi kehidupan kita,maka manusia hampir mampu melakukan segala hal tanpa bersusah payah. Orang - orang mulai mengandalkan mesin-mesin dan alat praktis lainya. 

Dobrakan radikal dalam sejarah yang dibuat oleh manusia telah membuat hukum evolusi dan seleksi alam yang berusia jutaan tahun menjadi tak ada artinya. Sains seakan menjadi sebuah batu loncatan yang sangat menguntungkan dan menggembirakan bagi manusia. 

Bayangkan saja zaman dulu sebelum Kosmonaut Yuri Gagarin dari Uni Soviet terbang ke luar angkasa, orang-orang berkata bahwa itu hanya khayalan anak kecil semata. Nyatanya pada 12 April 1961 manusia pertama dapat menembus batasan bumi dan menuju keluar dari batasan tersebut. 

Atau bahkan yang lebih radikal lagi ketika Neil Armstrong terbang dan mendarat di bulan yang dimana orang berkata "Hanya Dewa atau Tuhan yang mampu melakukan itu". Faktanya manusia dapat melakukan semua itu dan tak perlu menunggu mujizat Tuhan atau izinya untuk melakukan hal tersebut. 

Sains lebih menjanjikan dan memberikan kita hasil yang lebih baik, nyata, dan memuaskan daripada dongeng agama-agama di kitab suci. Kalimat tersebut terdengar sangat sensitif. 

Namun itulah faktanya. Sains lebih menekankan ke percobaan dan pengujian empiris pada suatu hal. Bukan kepercayaan buta pada sesuatu yang sarat akan kontradiksi dan khayalan. Dimana sangat konservatif dan memperlambat kemajuan manusia terutama dalam bidang sains. 

Sudah menjadi hal lumrah kalau sains dan agama saling bertentangan dan sains lebih membuat kehidupan dan harapan hidup manusia meningkat. Agama juga terkadang menentang perkembangan dengan alasan yang sangat konservatif. Contohnya ialah kodrat manusia. 

Dalam dogma agama, manusia seperti makhluk yang lemah, bodoh, dan tak berdaya yang tidak akan bisa menembus batasan yang diberikan oleh Tuhan. Dogma tersebut sangatlah membatasi manusia untuk berkembang lebih maju untuk menciptakan inovasi-inovasi baru. 

Namun sains tak peduli Tuhan suka atau tidak ataupun para pemuka agama membenci temuan revolusioner, sains tetap berkembang pesat selama ada ide, dana untuk mewujudkanya. Contoh banyak negara Eropa yang kini lebih fokus kepada sains daripada negara berkembang yang masih sibuk urusan agama. Dan dari sana kita bisa melihat perbandinganya dari berbagai bidang. 

Sains terus maju dan bergerak kedepan. Menciptakan temuan revolusioner yang dapat mengubah kehidupan manusia selamanya. Seperti penemuan lengan bionik, alat bantu dengar, operasi katarak, dan sebagainya. 

Apakah agama yang melakukan semua itu? Jawabanya tidak! Mereka lebih suka menerima semua itu sebagai musibah atau ujian dari Tuhan kepada mereka, daripada memperbaiki itu semua dan memiliki kehidupan lebih baik daripada sebelumnya. 

Ibnu Sina seorang bapak kedokteran modern yang dianggap sebagai ateis oleh sebagian besar orang pada masanya. Dia lebih berfikir bebas dan liberal yang dimana "Akal dan pikiran manusia lebih penting daripada Dogma dan Tradisi". Atas dasar itulah dia dicap sebagai seorang tak bertuhan. 

Tak hanya sampai disana bahkan dia tak bisa melakukan pembedahan mayat untuk perkembangan ilmu kedokteran dengan alasan budaya dan agama. Pada masa keemasan Islam filsafat dan sains ada diatas agama. Hal tersebut membuat beberapa agamawan tidak senang dan menyebarkan berbagai fitnah agar posisi agama dapat berada di puncak dan mendepak filsafat serta sains. 

Kemudian baru-baru ini ada sebuah terobosan yang sangat futuristik dari Elon Musk. Dimana Dia mendirikan SpaceX dan Neuralink. Keduanya merupakan sebuah wujud dari ambisi untuk melakukan kolonialisasi manusia di luar angkasa dan membuat manusia hidup abadi sebagai cybrog. 

Dalam banyak agenda masa depan salah satunya ialah tentang kolonialisasi mars dan imortalitas. Pertama, manusia mulai sadar akan ketebatasan bumi dalam menampung populasi manusia dan manusia perlu mencari rumah baru guna menghindari kerusakan planet Bumi. 

Kedua, ketika manusia telah mampu mengatasi berbagai macam wabah, kelaparan, dan peperangan--mereka akan mencari hal baru yang bernama keabadian dan kebahagiaan. Salah satu usaha ambisius tersebut adalah tentang program dari perusahaan Neuralink yang mengembangkan seperangkat alat yang dapat membuat manusia untuk mengupload dan mengunduh memori otaknya pada sebuah penyimpanan data komputer raksasa. 

Itu berarti manusia akan hidup abadi di dalam tubuh cybrog, mungkin suatu saat memori tersebut akan dimasukkan kedalam tubuh robot sehingga manusia dapat terlahir kembali dalam wujud cybrog atau hidup abadi dalam algoritma mega computer. 

Kemudian ada lagi penemuan sains yang sedang dikembangkan secara serius sekarang,  Artificial Intelligence (AI). Sebuah kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan untuk belajar suatu hal baru dan mungkin dapat melebihi manusia suatu saat nanti. 

Pemanfaatan AI tak terbatas hanya dalam robot saja namun juga seperti Google juga menggunakan AI dalam mesin pencarianya. Stephen Hawking dalam bukunya "Jawaban Singkat Atas Pertanyaan Besar", memperingati kita bahaya AI ini jika tak dikontrol dengan sedemikian rupa. Para peneliti telah bersepakat tidak menanamkan AI pada persenjataan militer. 

Hal itu disebabkan jika hal itu nekat dilakukan maka sangat berbahaya jika sampai AI tersebut kehilangan kendali dan mempunyai inisiatif sendiri. Dibalik itu semua pastilah AI memiliki hal positif, misal dalam pencarian obat-obatan. Manusia butu waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk menemukan obat. 

Misal untuk penyakit AIDS yang sampai sekarang masih belum ada obatnya. Dengan memanfaatkan AI dalam waktu singkat ilmuwan dapat menemukanya dan menguji coba hasil pencarian bahan obat yang dicari oleh AI di laboratorium. 

Dengan proses algoritma yang rumit dan pengolahan data yang telah kita masukkan dalam AI tersebut, tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan hasil yang relatif sempurna. 

Manusia perlu sadar akan potensi yang dimiliki oleh sains dan iptek. Kita harus berfikir secara bebas dan terbuka jangan berfikir sesuai dogma dan tradisi usang yang tak lagi relevan dengan zaman sekarang ataupun masa depan. Sains telah melakukan sesuatu yang sangat menakjubkan yang tak terbayang sebelumnya, andai kata penemuan sains sekarang kita bawa ke tahun 400 sebelum masehi betapa terkejutnya para manusia zaman itu. 

Mereka mungkin akan menyebut kita sebagai dewa atau bahkan yang lebih buruk--penyihir. Dengan semua penemuan dan perkembangan serta manfaatnya pada kita, apakah agama yang melakukan semua itu? 

Anda bisa menjawabnya sendiri. Namun bagaimanapun juga manusia tetap harus memiliki sebuah batasan. Sehingga apa yang manusia  buat dan ciptakan dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak menjadi "senjata makan tuan", bagi kelangsungan hidup manusia.