Insecure adalah perasaan tidak aman yang muncul pada diri setiap orang, dan setiap orang memiliki rasa insecurity masing-masing. Insecure ini sendiri bisa terjadi pada diri kita sendiri saat kita sedang merasa malu, tidak percaya diri atau bahkan rasa tidak mampu melakukan sesuatu. Ketika rasa tidak aman ini mendominasi pikiran dan diri kita, hal itu akan memicu perasaan kita yang semakin tidak percaya diri yang semakin meningkat.
Akibatnya, orang yang mengalami rasa insecure ini akan mengalami rasa kurang percaya diri, takut berinteraksi dengan orang lain, selalu mengganggu pikiran “Apakah penampilanku bagus?”, “Apakah Aku akan diterima di lingkungan ini?”
Kita semua pasti pernah berada di fase dimana kita mengkhawatirkan akan penampilan kita, mengkhawatirkan tanggapan atau pandangan orang lain mengenai diri kita, sehingga kita selalu berusaha agar terlihat rapi di depan orang lain atau dengan kata lain “kita tidak menjadi diri kita sendiri”.
Ketika orang lain memberi pendapat mengenai diri kita, kalimatnya akan selalu tersimpan di otak kita dan terus menerus mempertanyakan pada diri kita sendiri. “Kenapa Aku tidak cantik?, Kenapa berat badanku terus bertambah?, Kenapa berat badanku terus menurun?, Kenapa Aku memiliki banyak rambut di sekujur tubuhku?, Kenapa tinggi badanku hanya segini?, Kenapa Aku tidak memiliki warna kulit yang cerah seperti orang lain?, Kenapa Aku tidak pintar?, Kenapa Aku tidak memiliki banyak teman?, Kenapa Aku tidak terlahir di keluarga yang kaya raya?, Kenapa aku tidak seberuntung mereka?” Kenapa, kenapa, kenapa???.
Namun, ketika orang lain memuji mengenai penampilan kita, sebagian dari kita akan mengatakan kalau itu tidak benar padahal di dalam hati kita, kita merasa bahagia. Kita selalu mencari cara agar kita disukai orang lain. kita terlihat Kita terlalu bergantung pada orang lain akan penampilan kita sendiri.
Sebagian kita kehilangan identitas diri kita sendiri karena kita terus menerus mengikuti standar penampilan lingkungan sekitar kita dan tanpa kita sadari, kita menghabiskan banyak waktu untuk memenuhi standar penampilan lingkungan sekitar kita hanya untuk mendapatkan pengakuan atau penilaian dari orang lain mengenai penampilan kita, dan hal tersebut dapat menyebabkan kita kehilangan banyak waktu untuk mencintai diri kita sendiri apa adanya.
“Sudahkah saya menerima diri saya sepenuhnya?”, “Sudahkah saya mengenali diri saya sendiri?”, “Apakah saya percaya diri dan berani menunjukkan diri saya apa adanya dengan apa yang saya miliki sekarang?”, “Apakah Saya sudah pantas untuk dimiliki oleh orang lain?”. Ya, pertanyaan-pertanyaan di atas sering kali muncul di benak kita sendiri yang membuat kita berbicara sendiri.
Namun, pernahkah kita berpikir bahwa diri kita sangat berarti dan berharga di mata orang lain? Apa yang kita miliki sekarang mungkin bukan milik orang lain dan kita tidak menyadari bahwa banyak orang yang ingin menjadi seperti kita. Kita semua berharga pada orang yang tepat.
Jadi berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain, berhenti membanding-bandingkan apa yang kita miliki dengan orang lain. Tuhan telah memberikan segalanya sesuai dengan porsi kita masing-masing, dan Tuhan tidak akan memberikan kita cobaan di luar batas kekuatan dan kemampuan diri kita.
Tidak ada salahnya jika kita belajar dari setiap langkah-langkah kecil kita yang kita ambil hari ini, apapun yang kita lakukan hari ini adalah sebuah pencapaian yang baru meskipun terkadang tidak berjalan sesuai dengan rencana kita. Banggalah pada diri sendiri saat kita terus melangkah maju karena setiap langkah yang kita ambil bukanlah hal yang mudah untuk dilewati dan tidak semua orang bisa melakukannya.
Tidak apa-apa mengeluh di setiap langkah, tetapi kita tidak harus menyerah hanya karena omongan orang lain mengenai hidup kita. Jika kita melakukan sesuatu yang luar biasa, maka kita harus bangga pada diri kita sendiri tanpa memikirkan tanggapan orang lain terhadap pencapaian kita.
Ketenangan pikiran datang dari diri kita sendiri, bukan berasal dari keluarga atau orang lain. Kita sendiri yang memutuskan sendiri bagaimana kita ingin hidup seperti apa. Ingat, bahwa kita hidup di masa sekarang, bukan masa lalu. Jangan terus menghindari dan perbaikilah apa yang sudah terjadi di masa lalu, karena ketika jika kita memiliki keberanian untuk menghadapinya maka disitulah titik awal yang baru telah menanti kita.
Teori Psikologi
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory)
Teori Kognitif Sosial adalah teori pembelajaran sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Gagasan utama Albert Bandura adalah untuk lebih mengembangkan gagasan dari ide Miller dan Dollard tentang Belajar Meniru (Imitative Learning).
Teori sosial-kognitif ini menegaskan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi di dalam lingkungan sosial. Hanya dengan mengamati orang lain kita dapat memperoleh pengetahuan yang baru, keterampilan yang baru, dan sikap yang baru. Individu juga melihat contoh pembelajaran perilaku, di mana orang bertindak berdasarkan keyakinan tentang kemampuan yang mereka miliki dan mengharapkan hasil dari tindakan mereka tersebut.
Perilaku manusia tidak hanya mengikuti trend orang lain. Sebagian besar perilaku manusia dimotivasi dan didorong oleh norma internal, dan reaksi orang terhadap perilaku manusia terkait dengan evaluasi diri.
Teori Peran (Role Theory)
Teori ini menjelaskan mengenai interaksi sosial yang ada pada masyarakat dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan oleh budaya. Role Theory ini untuk menjelaskan relasi sosial yang terjadi di masyarakat, mengapa individu berperilaku tertentu? Karena individu dilihat berdasarkan status sosial tertentu apakah individu tersebut memiliki kondisi ekonomi yang bagus atau tidak dan melihat fungsi sosial tertentu karena fungsi sosial termuat atau memiliki harapan-harapan masyarakat dan norma-norma masyarakat.
Menurut Biddle dan Thomas, ada empat istilah untuk perilaku terkait peran: Pertama, harapan adalah ekspektasi orang lain terhadap perilaku yang sesuai untuk seseorang dalam peran tertentu.
Kedua, norma adalah bentuk harapan yang terwujud dalam perilaku nyata, bukan sekedar harapan.
Ketiga, bentuk perilaku (aktivitas) adalah aktivitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya, dalam rangka mewujudkan diri sendiri atau orang lain sesuai dengan kebutuhan sosial.
Keempat, evaluasi menyampaikan kesan positif atau negatif berdasarkan harapan masyarakat terhadap suatu peran, dan sanksi merupakan upaya individu untuk mempertahankan nilai positif atau perwujudan perubahan peran tersebut dengan cara tersebut.
Teori Identitas (Identity Theory)
Sheldon Stryker memfokuskan teori ini pada interaksi antara individu dan struktur sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Setiap peran yang dimainkan individu dalam masyarakat lain, maka individu tersebut mendefinisikan dirinya secara berbeda dari masyarakat itu.
Perilaku setiap individu dipengaruhi oleh ekspektasi peran yang berlaku dalam masyarakat. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh simbol-simbol yang diberikan atau diperlihatkan oleh orang lain, seperti bahasa tubuh, pakaian, struktur tubuh, suara, dan lain-lain.
Teori Belajar Sosial (Social learning theory)
Albert Bandura dan Walters menjelaskan bahwa orang mempelajari banyak perilaku melalui peniruan. Beberapa perilaku dapat ditiru hanya dengan mengamati perilaku model dan pengaruhnya terhadap model.
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Salah satu asumsi paling awal di balik teori ini adalah bahwa orang dapat belajar berperilaku dan berperilaku. Seseorang belajar lebih banyak dari tindakan dengan mengamati perilaku orang lain atau lingkungan.
Asumsi awal memenuhi perspektif teoritis ini, yaitu: Pertama, pembelajaran yang terjadi melalui proses peniruan atau permodelan. Kedua, individu dipahami sebagai individu yang berperan dalam perilaku apa yang ditiru dan juga intensitas mimikri yang dilakukan.
Pada tingkat yang paling sederhana, sensorik tidak menghasilkan perilaku yang terlepas dari pengaruh sadar manusia lainnya. Hal ini menyatakan bahwa aktivitas manusia merupakan hasil interaksi tiga variabel, yaitu lingkungan, perilaku dan kepribadian.
Perspektif pembelajaran sosial ini memiliki kesejajaran dengan perspektif sosiokultural, dimana keduanya melihat bahwa perilaku sosial seorang individu dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Perspektif pembelajaran sosial menekankan pada faktor pengalaman individu sebelumnya dan individualitas.
Sementara itu, dari perspektif sosial budaya, perilaku sosial dihasilkan dari lingkungan sosial yang lebih luas atau eksternal seperti penampilan gaya pakaian, gaya rambut, desain gadget, dan lain-lain.