Korea Utara & Amerika Serikat yang Masih Terikat "Unfinish Business."
Rusia menggempur Ukraina, Korea Utara mengambil tindakan. Tiongkok berkonflik dengan Amerika, Korea Utara juga mengambil tindakan.
Mengapa Korea Utara terlihat seperti "Adik bungsu" yang latah atas setiap tindakan yang dilakukan oleh "Kakak-kakaknya?" (Dibaca : Rusia dan Tiongkok).
Sebelum Perang Dunia II, Korea Utara dan Korea Selatan merupakan suatu kesatuan wilayah yang kita kenal dengan sebutan Dinasti Joseon.
Kemudian pada tahun 1910, Dinasti Joseon pun dijajah oleh Jepang, hingga terbagi menjadi 2 kawasan, Korea Utara dan Korea Selatan.
Pada pertempuran sengit itu, Korea Selatan dibantu oleh pasukan Militer Amerika Serikat, sedangkan Korea Utara dibantu oleh pasukan Militer Uni Soviet,
itulah kenapa hingga saat ini, Korea Selatan berada dalam "parenting" Amerika Serikat, sedangkan Korea Utara berada dalam "parenting" Rusia.
Meski pun demikian, sebenarnya pada tahun 1994, Korea Utara sempat berdamai dan menyepakati perjanjian non poliferasi yang disambut hangat oleh Amerika.
Perjanjian tersebut menyatakan bahwa ; Korea Utara akan menghentikan program nuklir dan membekukan program tersebut.
Bahkan sebagai hadiah, Amerika membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir pertama untuk Korea Utara.
Hanya saja pada tahun 2003, Korea Utara pun mengkhianati Amerika dengan membatalkan perjanjian non poliferasi seraya memamerkan senjata nuklir inovasi terbaru mereka.
Hal tersebut sontak menjadikan Amerika memberikan sanksi ekonomi kepada Korea Utara.
Sejak saat itu hingga sekarang ini, Korea Utara memang masih punya "unfinish bussines" terhadap Amerika begitu juga sebaliknya Amerika terhadap Korea Utara.
Kemudian hal yang paling sering menyulut amarah Korea Utara adalah intensnya latihan Militer yang dilakukan oleh Amerika dan Korea Selatan.
Bahkan kapal induk USS Ronald Reagan diiringi kapal tempur lainnya milik Amerika tidak segan-segan memasuki pangkalan Militer Angkatan Laut Busan, Korea Selatan di penghujung tahun 2022 kemarin.
Kapal tersebut mengarahkan armada paling besar berkekuatan nuklir untuk menghadapi Korea Utara, hingga Mentri Luar Negri Korea Utara mengatakan bahwa,
"Ini adalah skenario berbahaya Amerika yang selanjutnya untuk mengubah semenanjung Korea menjadi gudang perang tingkat tinggi."
Sehingga memasuki tahun 2023, sambutan hangat dari Korea Utara pun bermunculan berupa uji coba rudal dan senjata perang lainnya.
Korea Utara juga mengeluarkan ancaman serius bahwa mereka tidak akan takut jika harus pecah perang nuklir dengan Amerika.
Celoteh Amerika Pasca Insiden Balon Mata-mata.
Balon mata-mata sepertinya hanyalah "Kambing Hitam" perang dingin Tiongkok dengan Amerika.
Ini saja "Celoteh" Amerika telah merembet kemana-mana bahkan Jendral Mike Minihan (Dibaca : Kepala Komando Mobilitas Udara AU Amerika Serikat) mengatakan bahwa,
"Saya rasa, pertempuran Tiongkok dan Amerika akan berlangsung pada awal tahun 2025 di Taiwan, mengingat pada tahun tersebut akan dilaksanakannya pemilihan umum Presiden Taiwan."
Amerika Serikat juga mengatakan bahwa sekarang Tiongkok tengah meningkatkan persenjataan nuklirnya. Bahkan saat ini saja, Tiongkok memiliki persediaan 1.500 hulu ledak.
Kenapa saya berani mengatakan bahwa Amerika sedang berceloteh?
Tiongkok punya perjanjian tertulis yang berisi ; bahwa Tiongkok tidak akan menggunakan senjata nuklir mereka sebagai yang pertama (Dibaca : Tidak akan memulai serangan menggunakan senjata nuklir) kapan pun dan dalam konflik apa pun.
Itu artinya peningkatan senjata nuklir yang dilakukan oleh Tiongkok adalah semata-mata sebagai "Perisai" yang apa bila mendapat serangan nuklir dari Negara lain, barulah mereka akan menggunakan senjata nuklir milik mereka.
Sedangkan Amerika, secara terang-terangan mengembangkan serta menyebarkan senjata nuklir mereka melalui proliferasi dengan Inggris, Australia, dan Jepang.
Bahkan dunia menolak lupa bahwa Amerika lah yang melatih pasukan Militer Ukraina, dan juga melatih pasukan Militer Korea Selatan menggunakan senjata nuklir tersebut.
Amerika juga sudah tercatat memiliki persediaan 3.700 hulu ledak yang 1.740 di antaranya sudah dalam keadaan stand by.
Jadi selain jago ber-playing victim, Amerika juga jago berceloteh sepertinya.
Belum lagi pada Konfrensi Keamanan Munich yang diselenggarakan pada 18 Februari 2023 kemarin, Jens Stoltenberg (Dibaca : Sekretaris Jendral KKM Jerman) mengisyaratkan bahwa Taiwan akan menjadi target ekspansi NATO selanjutnya setelah Ukraina.
Turut beredar informasi bahwa NATO harus tetap mempertahankan eksistensi mereka dengan diadakannya perang yang nyata karena perang dingin hanya akan menjadikan NATO "sepi job."
Itulah kenapa Aliansi NATO harus meningkatkan kecemasan di kawasan Asia agar tercipta bentrokan-bentrokan lainnya.
Selain itu, Washington juga memanfaatkan keadaan agar NATO memperluas wilayah andil mereka ke seluruh Dunia.
Menanggapi hal tersebut, Song Zhongping (Dibaca : Pakar Militer China) berasumsi bahwa,
"Amerika melalui NATO sedang mengendalikan Negara-negara Eropa. Semakin masif perperangan nyata di Dunia, semakin banyak Negara Eropa mengeluarkan anggaran mereka untuk kepentingan Militer yang secara tidak langsung menambah income Amerika."