Saya belum pernah menikah atau berada dalam sebuah status pernikahan, tapi saya pikir kita tidak perlu harus menjalani sesuatu untuk bisa memahami sesuatu. Justru saya bisa memahami sesuatu dengan lebih jernih ketika saya tidak terikat dalam hal berbau emosional.
Saya tertarik untuk membicarakan makna sebuah pernikahan dan buruknya sebuah perselingkuhan. Saya tahu dan semua orang memahami perselingkuhan itu buruk, baik secara agama maupun moral. Tapi saya lebih tidak bisa untuk menghakimi sesuatu yang bersifat di luar kendali manusia. Cinta adalah tetap cinta. Tidak peduli cinta itu diberikan pada siapa. Yang menjadi masalah adalah status orang yang terlibat di dalam sebuah hubungan asmara.
Saya tidak akan menyalahkan salah satu gender terkait siapa paling hebat dalam beselingkuh. Tentunya karena semua orang tahu betul diselingkuhi itu buruk sekali. Dan tentu juga karena kebutuhan dasar manusia maupun perasaannya, masing-masing berbeda.
Banyak wanita yang menikah untuk mendapatkan keamanan hidup, karena sebagian dari mereka lebih cenderung merasa tidak aman dan membutuhkan perlindungan. Itu semua bisa didapatkannya dalam sebuah pernikahan. Sebaliknya, banyak pria yang menikah karena faktor kenyamanan.
Tapi hal ini tidak berlaku mutlak, karena manusia pada dasarnya berubah dan kebutuhan masing-masing orang juga senantiasa berubah. Tapi ada satu hal mutlak yang berlaku, ketika faktor kebutuhan seseorang dalam hal keamanan dan kenyamanan tidak terpenuhi, saat itulah perselingkuhan rentan terjadi.
Dan ketika hal ini terjadi, kepada siapa orang akan menyalahkan? Saya yakin hampir semua orang akan mengatakan: jelas, orang ketiga yang salah, entah dia pria maupun wanita.
Tapi sebelum kita menyalahkan seseorang, pernahkah kita memikirkan: apakah kita sudah memenuhi segala aspek kebutuhan pasangan masing-masing?
Sudah barang tentu kita sering mendengar bisik-bisik populer di masyarakat: pria itu dari planet Mars sementara wanita dari planet Venus. Perbedaan sudut pandang dalam memaknai mantra yang disebut "cinta", disadari maupun tidak, juga memberi dampak dalam kehidupan.
Bagi wanita, cinta adalah kasih sayang yang terikat secara emosional. Sementara bagi pria, cinta itu berarti tindakan. Perbedaan cara pandang itulah terkadang yang melahirkan cinta maupun perpisahan. Sudut pandang memang tidak bisa dipaksa serupa, karena didikan masyarakat pun sudah kadung membedakan mereka.
Orang ketiga hanya merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam proses ketidaksamaan pendapat. Padahal jika dilihat kembali, mereka pun korban dalam sebuah hubungan orang lain. Semua orang menjadi korban dalam sebuah hubungan yang tidak sehat. Bukan salah si, A, B atau C.
Saya juga tidak membedakan hal ini pada orang-orang yang digoda maupun menggoda, serta yang jatuh dan tergoda pada WIL maupun PIL. Orang sering tergoda melihat hijau rumput tetangga, sedangkan rumput rumah sendiri jarang dihijaukan. Kembali lagi saya katakan, ini perbedaan sifat dan cara pandang pria dan wanita.
Pria menyukai segala sesuatu yang cantik secara visual karena begitulah bawaan mereka secara naluriah. Nah, apakah isterinya kemudian bisa mendandani diri secantik mungkin dan bukan hanya memakai daster atau baju kumel ketika wara-wiri di rumah?
Kenapa para wanita hanya mau cantik saat keluar rumah tapi di depan suaminya mereka enggan? Cobalah para isteri memberikan kecantikannya pada pasanggannya, sebuah bonus bagi suami Anda yang sudah lelah bermandi peluh dan keringat agar bakul nasi tetap berisi.
Sementara itu, wanita lebih perlu dimengerti dan didengarkan. Terdengar sepele memang. Tapi karena sepele dan sederhana, hal ini kemudian sering diabaikan. Tidak ada yang lebih buruk selain pengabaian dan pembiaran. Jadi bagi para suami, bisakah memahami lelahnya pasangan Anda di rumah setelah seharian mandi peluh dengan cucian kotor, kepulan asap wajan di dapur dan rengek anak-anak di rumah?
Jangan hanya memandang isteri maupun suami Anda sebagai pelengkap status hukum maupun status sah secara agama saja. Suami-isteri adalah rekan dalam hidup, teman dalam cinta dan keluarga paling dekat.
Mempertahankan cinta memang luar biasa sulit, karena akan ada jeda di mana salah satu di antara keduanya terserang bosan. Adakalanya dibutuhkan waktu tertentu untuk memahami diri sendiri. Orang akan menganggap ini egois. Tapi ingat, adakalanya menjadi egois itu perlu. Selama kita paham betul batasan dan tanggung jawab dari keegoisan kita.
Mengenal diri sendiri secara mendalam juga akan membantu untuk memahami keinginan terbesar kita. Hasrat dan kejujuran kita. Mengenal ke dalam diri sendiri akan membantu kita menghindari keputusan-keputusan salah dan tidak semestinya dalam hidup. Meskipun kita memang tidak bisa selamanya menghindar dari sebuah kesalahan. Karena pada dasarnya hidup adalah belajar selamanya. Kecuali kita mati.
Tapi kita pun tidak perlu menjadi salah dulu untuk bisa belajar melakukan langkah benar, bukan?