Jika kita membicarakan eksistensi (keberadaan) maka akan muncul dalam benak kita secara filosofi adalah bagaimana membuktikan sesuatu itu disebut “ada” dan diakui “keberadaan”-nya. Eksistensi merupakan salah satu diskursus yang menarik dalam ruang lingkup “”Filsafat”.
Sudah banyak tokoh filsafat eksistensialisme yang masyhur dan terkenal menjelaskan konsep masing-masing tentang “keberadaan” dan dialektika para filsuf dalam mengemukakan teorinya tersebut memunculkan pro-kontra serta pengakuan dan kritik penyangkalan satu sama lain, tentu bukan “asbun” (asal bunyi) melainkan berdasarkan pemikiran, argumentasi dan observasi mendalam sehingga akhirnya menyimpulkan teori eksistensi masing-masing tokoh tersebut.
Di antara para filsuf yang terkemuka seperti Soren Kierkegaard, Jean Paul Sartre, Frederich Nietzsche. Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Fyodor Dostoyevski, Albert Camus dan Simone de Beauvoir serta Martin Heidegger. Nah, tokoh yang disebut terakhir inilah yang memunculkan konsep “Dasein” dalam mengungkapkan teorinya soal eksistensi/keberadaan.
"Dasein" adalah istilah yang diciptakan oleh filsuf Jerman Martin Heidegger dalam bukunya "Being and Time"/"Sein und Zeit" (1927) untuk mengacu pada kondisi eksistensial manusia. Istilah ini berasal dari kata Jerman "Da" yang berarti "di sana" atau "di sini" dan "Sein" yang berarti "keberadaan". Jadi, secara harfiah "Dasein" berarti "keberadaan di sana" atau "keberadaan di sini".
Menurut Heidegger, Dasein adalah satu-satunya entitas yang memiliki kemampuan untuk menyadari dirinya sendiri sebagai entitas yang ber-keberadaan. Dasein bukan hanya sekedar ada, tetapi juga memiliki kesadaran akan dirinya sendiri sebagai entitas yang ber-keberadaan. Dengan kata lain, Dasein memiliki kemampuan untuk menyadari bahwa ia ada di dunia dan memiliki pengalaman terhadap dunia.
Heidegger juga menyatakan bahwa Dasein memiliki sifat yang unik yang disebut "keberadaan yang terbuka" (Offenheit). Ini berarti bahwa Dasein selalu mengarah pada sesuatu yang di luar dirinya, selalu mengarah pada dunia sekitarnya dan mencoba untuk memahami dunia tersebut. Hal ini membuat Dasein selalu mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan esensial tentang keberadaan dan arti hidup.
Dasein juga memiliki sifat yang disebut "keberadaan yang terbatas" (Begrenztheit), yang berarti bahwa Dasein selalu ditentukan oleh batas-batas keberadaannya. Ini berarti bahwa Dasein selalu ditentukan oleh faktor-faktor seperti waktu, tempat, dan kondisi sosial. Hal ini membuat Dasein selalu merasa terbatas dan selalu mencari cara untuk melewati batas-batas tersebut.
Heidegger menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui dunia melalui pengalaman dan pemikirannya sendiri, yang disebut sebagai "Dasein" atau "keberadaan" itu tadi. Dasein menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang selalu berada dalam dunia dan memiliki pengalaman yang unik dan khusus.
Manusia juga memiliki kemampuan untuk memberikan makna pada dunia melalui tindakannya. Heidegger menyatakan bahwa manusia dapat memahami dunia melalui tindakannya yang dilakukan dengan cara yang sesuai dengan keberadaannya. Misalnya, seorang arsitek dapat memahami dan memberikan makna pada dunia melalui desain bangunannya, sementara seorang filsuf dapat memahami dan memberikan makna pada dunia melalui pemikirannya.
Secara keseluruhan, konsep Dasein yang dikemukakan oleh Heidegger merupakan representasi filosofis yang mencoba menjelaskan kondisi eksistensial manusia dan menyoroti pentingnya menyadari diri sendiri dan dunia sekitarnya dalam memahami arti hidup.
Konsep eksistensi Dasein yang diterangkan Hidegger itu memunculkan pertanyaan sederhana yang sifatnya sebagai refleksi, seperti; Bagaimana Dasein mengungkapkan sifat esensial manusia sebagai makhluk yang selalu berada dalam proses menjadi?, dan Bagaimana konsep Dasein dapat membantu kita untuk lebih menyadari dan mengejar tujuan hidup yang sejati?.
Kedua pertanyaan itu coba diarahkan kepada diri sendiri dan lalu jawab berdasarkan pengalaman atau sebagai dasar eksistensi keberadaan diri sendiri yang bersifat utuh dan apa adanya.
Selain itu, dari sekian banyak kata-kata dan ungkapan yang diutarakan Heidegger akan muncul dua quotes ini yang sepertinya menarik untuk direnungi, yakni;
"The essential feature of Dasein is that, in its very Being, it understands itself in terms of its own potentiality-for-Being" (Fitur penting dari Dasein adalah dalam keberadaannya sendiri, ia memahami dirinya sendiri dalam hal potensi-keberadaannya) ~Martin Heidegger~.
"The "there" of Dasein lies in its Being-in-the-world, and this Being-in is a Being-with" ("Di sana" dari Dasein terletak dalam keberadaannya dalam dunia, dan keberadaan ini adalah keberadaan bersama) ~Martin Heidegger~.
Dalam hemat penulis, Dasein ini bisa juga kita compare kepada konsep keberadaan dasar yang biasa kita kenal “materialisme” atau sesuatu yang pengakuan keberadaan sesuatu itu berdasarkan pengalaman indra yaitu terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, tercium oleh hidung, terasa oleh lidah dan teraba oleh kulit manusia.
Misalnya kita akan menguji keberadaan rasa “asin” itu meski tak terlihat dan tak terdengar ia masih bisa terkecap oleh lidah manusia, maka eksistensi asin adalah nyata. Begitu juga “kentut” oleh hidung, benda-benda mati oleh mata, bunyi-bunyian dan suara oleh telinga serta segala barang yang dapat tersentuh oleh kulit sebagai peraba (meski misalnya orang itu buta dan tuli).
Maka terapkanlah Dasein kepada keberadaan abstrak (immateri) diri sendiri yang berada “di sini” atau “di sana”, sesuai penjabaran Heidegger, dengan batu loncatan atau berangkat dari teori dasar eksistensialisme dalam materialisme. Selamat berpikir.