Banyak yang berpikir cinta masa SMA itu mengasyikkan, menyenangkan, bahkan akan menjadi hal yang terkenang. Namun faktanya, cinta masa muda tak seindah kisah-kisah cinta masa SMA seperti yang ada di TV. Barangkali kisah seperti itu hanya di novel dan film saja, tak semua orang dapat merasakannya.

            Secara realita kita melihat bahwa banyak anak-anak muda usia SMA akan mengalami kerugian saat mereka mengisi masa SMA mereka dengan pacaran. Pergaulan menjadi terbatas salah satu contoh yang paling terjadi saat pacaran. Karena pada usia remaja adalah usia transisi maka tentu saja urusan hati menjadi labil.

Cemburu kepada siapa saja yang dekat dengan kita. Jika melanggar batas pertemanan ini makan tentu saja akan berantem hebat dengan pasangan. Masa muda itu waktu untuk bergaul seluas-luasnya, menikmati masa pertemanan dengan teman sebanyak-banyaknya. Jangan di habiskan dengan pasangan yang posesif.

            Mungkin kalau berantem nya hanya verbal tidak lebih baik jika di bandingkan dengan kekerasan fisik. Misalnya mendorong, memukul, mencekik, bahkan sampai membunuh pasangannya. Kekerasan fisik biasanya tidak akan diketahui orang banyak, karena pihak korban ataupun pelaku tidak mengakui adanya masalah dalam pacaran karena takut di bully.

            Tidak bisa mengembangkan diri menjadi salah satu kerugian yang akan dialami. Tentu hal ini merupakan dampak dari pergaulan yang terbatas. Kalau pacaran, masih adakah waktu yang akan tersisa? Kesempatan dimana kita bisa mengenali potensi diri malah tersita untuk memikirkan pacar, memenuhi keinginannya, menemani dia, mencoba mengenal, dan memahaminya.

            Pacaran dini juga akan mengalami konflik batin yang tidak perlu. Sakit hati, cemburu, dan kepedihan-kepedihan yang tentu akan menghabiskan banyak waktu untuk move on. Tentu hal ini akan dialami karena remaja sangat mudah berubah. Hari ini sayang, besoknya hilang. Hari ini cinta, besoknya mendua. Hari ini “I Love You”, besoknya “I Hate You”.

            Jika para remaja sudah mengalami konflik batin tingkat tinggi, jadinya stress. Apalagi ditambah konten dari media sekarang ini, mereka yang terpengaruhi akan melakukan hal-hal irasional yang dapat melampiaskan stress mereka. Tentu saja hal-hal irasional ini akan merugikan banyak pihak.

            Belum lagi dihadapkan dengan pacar yang moodyan. Lihat pacarnya bercanda dengan lawan jenis, langsung cemburu, ngambek, cuek-cuekan, telepon ga diangkat, chat ga dibalas, nulis status di media sosial “Lagi ribut sama pacar.”

            Apalagi jika dihadapkan dengan pacar yang tidak bisa lepas sedikitpun dari kekasihnya. Baru pulang sekolah, sudah chat bilang kangen. Habis itu nelpon. Ngomongin topik yang monoton setiap harinya. “Gimana kabarnya? Lagi ngapain? Sudah makan belum? Sudah minum belum?”.

Mau hangout bareng squad dia ikut. Bahkan acara keluargapun, ikut-ikutan. Tidak sedang berpacaran dengan satpam, bukan? Sebagai seorang manusia pasti kita merasa risih jika mempunyai pacar yang berbeda dengan sifat kita.

            Pacar yang egois juga tentu menjadi faktor terjadinya konflik yang tidak perlu. Ketika menginginkan sesuatu, dia tidak bisa menunggu. Harus sekarang! Persis anak kecil. Keinginannya tidak bisa ditunda. Kalau gak dikasih, ya akan melakukan hal-hal yang irasional.

            Anak yang mengalami konflik batin akan cenderung menjadi pribadi yang rapuh, stress, dan depresi akan lebih banyak mereka alami dibandingkan rekan seusianya yang belum pernah pacaran. Hal ini juga diikuti dengan sering mengalami sakit kepala karena terlalu banyak memikirkan beban percintaan.

            Konflik batin akan menurunkan konsentrasi pada remaja. Konsentrasinya menjadi buyar karena terus memikirkan pacarnya sehingga remaja tersebut tidak dapat menyelesaikan dan mengerjakan tugas-tugas dengan baik karena fokusnya terbagi sehingga dapat menurunkan prestasi remaja tersebut.

            Banyak stigma pasaran mengenai pacaran zaman SMA yang memakan banyak korban. Misalnya, “kalau ga cium, berarti ga sayang.” “kalau sayang, kok ga peluk?” Namun sebenarnya, hal-hal seperti inilah yang akan menjadi cikal bakal seks diluar nikah yang tentu saja masa depan akan menjadi korbannya.

            Awal-awalnya hanya peluk dan cium, namun akhirnya malah terjerumus kepada seks dan akan selalu ketagihan karena liarnya hasrat anak muda. Masil labil, belum dapat mengontrol nafsu dan perasaan dengan baik. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya kehamilan dan penularan penyakit menular seksual (PMS). Contohnya HIV/AIDS.

            Pacaran dini tentu akan menguras harta, karena orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk pacarnya. Uang yang bisa ditabung untuk kebutuhan pribadi harus menjadi kebutuhan yang dianggap sekunder oleh pasangan. Gak beliin, gak akan tenang.

            Impian yang baik hanya akan berkembang bersama orang yang tepat. Pacaran semasa SMA bukanlah jawaban untuk menggapai impian itu. Akan ada masanya dimana kita menentukan jalan menuju impian tersebut dengan orang yang tepat.

            Tentu tidak semua hubungan yang berjalan dari SMA itu buruk. Buktinya ada yang menikah dengan pacar semasa SMA dan kini sungguh bahagia. Namun ada baiknya seorang remaja fokus untuk belajar dan meraih cita-cita.

            Semua waktu di dunia 24 jam sehari. Pacaran dini membuat pengejaran jati diri menjadi terlambat. Kalau bisa dipakai untuk hal yang berguna. Mengapa tak dilakukan saja? Please, don’t waste your time!