/1/ Gatal ingin Berceloteh

Tak usah serius dibaca, ini hanya celoteh receh, representasi dari; analisis jengkal hidup, percampuran rasa dan pertempuran pikiran. 

Kalau masih melanjutkan baca, terserah saja. Bisa jadi tercerna dalam, bisa jadi tercerna dangkal, bisa jadi tidak tercerna.

Lagian, survei Harbuknas 2022 bilang kalau literasi di Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara. (UNESCO sebut indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 %) tambah lagi kualitas tulisan 'celoteh ini' di bawah rada-rada ckckck. Mana yang lebih mengkhawatirkan?

Baiklah..

Berhubung menulis adalah ruang ekspresi, ini adalah kesempatan (emas, perak, perunggu, batu karang) untuk berceloteh selepas-lepasnya. Berteriak lewat kata-kata ~biar senyap, cukup melegakan.

/2/ Perihal ke-Aku-an

Kenapa ya, segala hal tentang 'aku' selalu menarik untuk dibahas. Orang-orang cenderung asyik saat membicarakan dirinya sendiri. Aku juga begitu, haha

Baik disadari atau enggak, sepertinya ke-aku-an merekat erat dalam diri manusia. Ah ralat, bukan 'sepertinya', tapi memang subjektivitas itu melekat titik.

Biarkan aku meraba-raba 

Tidak ada data, jangan percaya.

Mengintip dari kacamata psikologi, disebut-sebut ada yang namanya self esteem. Entahlahkatanya ini soal bagaimana seseorang memandang dan menilai dirinya sendiri. 

Katanya..

Orang yang self esteem-nya tinggi cenderung menilai dan menghargai diri dengan layak. Sebaliknya, orang dengan self esteem rendah rata-rata punya trobel kepercayaan diri.

Jika kadarnya kelebihan, mungkin sulit dibedakan antara tingginya self esteem, dengan penyakit narsis. Sekte ini biasanya rentan dinyinyir, kenapa hayo? Coba tebak.

A. Kepercayaan diri sangat terpancar(silau)

B. Penyakit 'ain.

C. Seolah dunia dan seisinya milik pribadi.

D. A, B, C semua salah di matamu haha.

Lalu, jika berkutat dikadar rendah. Sering kali, kepada diri sendiri pun (empunya) tak percaya. Jangankan berdiri tegak, duduk manis pun kadang gemetaran. 

Bahkan ada pula yang isi kepalanya menggema: "aku tidak berguna, dunia tidak adil." Sungguh malang.

Ketika terlalu merunduk, ini masuk kategori rendah hati, rendah diri, atau rendah gaji Anda sufi? Berapa ton beban hidupmu? Tolong jangan sampai bunuh diri. 

Terlepas, ragam kisahnya. Sirkuit otak anak adam ternyata beda-beda ya, ada yang optimis, pesimis, kritis, agamis, humanis, .... [isi sendiri].

Begitulah, hitam, putih, abstrak, isi kepala memang ada-ada saja. 

Racauan

Tiba-tiba jadi ingat teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Kemungkinan tinggi rendahnya self esteem, dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan-kebutuhan (manusiawi) dari level 1 sampai level 6. 

Haha ini sesat sodara, racau sekali malah mencantumkan level sambal. Makanya, jangan mudah mencerna secara saklek.

A theory of human motivation:

Physiological needs, safety needs, social needs, esteem needs, self actualization. 

Kurang lebih itu poinnya. Selebihnya translate dan cari tahu sendiri, bisa? Bukan apa-apa, karena masing-masing dari kita mesti punya kedaulatan. 

Secara internal kita punya paket-paket kemerdekaan kok. 

Kemerdekaan berpikir, kemerdekaan mencari, kemerdekaan mencerna, kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan mencaci pun, kita punya.

Ngomong-ngomong, aku sendiri tidak menentukan ini jenis tulisan apa.  Hanya ingin berceloteh dengan membuat karya yang paragrafnya loncat-loncat.

Mau bersyair, sajaknya kurang elok. Mau tulis esai motivasinya belum bangun, padahal sudah siang.

Maaf ya, mari sama-sama merdeka. Penulis bebas menulis dan pembaca bebas tafsir. 

Sudah Berapa Ratus Kata?

Ah membosankan. Belajar dari paragraf sebelumnya, tolong garisbawahi satu hal pemirsa:

Ketika membicarakan dunia ke-aku-an tanpa diminta, pernah terbesit kah? Orang-orang yang terlihat menyimak, nyatanya tidak begitu peduli. Bersimpati atau mengumpat dalam hati, siapa yang tahu? 

Pesanku, kurang-kurangi membuat orang lain menguap. 

Memuakkan, dari aku~kepada aku.

/3/ Ruang Saru Artifisial

Ayok nyanyi dulu.

1, 2, 3

Bangun tidur ku buka hape, tidak lupa ku upload story. Belum mandi dan tolong ibu, tidur lagi itu hobi kuuu. Horeee

***

Ritual sebelum tidur

"Tidur sore bangun pagi ah." Nunggu ketiduran sambil scroll ini itu. Nahasnya, yang di scroll tak berujung. 

Ding, dong.. 

25 alarm tak terjawab, eh?

Percuma lihat jam, lupa waktu, lupa diri. 

Algoritma memang mengerikan, bisa membuat mata seseorang jadi sharingan. Saat pegang gawai, mata amat fokus, tajam, sampai tergurat urat merah. 

Usap lagi, lagi dan lagi, ilusinya membuat nyaman, kadang juga buat gelisah. 

Mengecoh, padahal bukan genjutsu. 

Adiktif, padahal bukan narkotika, bukan pula senyumanmu, hoek!

***

Digembor-gemborkan, katanya sekarang era disrupsi. Keberadaan gawai dan seperangkat prajuritnya sudah seperti kebutuhan pokok. Mengakar di tangan-tangan manusia berbagai usia. 

Padahal..

Ruangnya saru, emm tidak berbentuk. Tidak bisa dimakan, apalagi dikunyah, apakah mengenyangkan? 

Kebutuhan atau kecanduan, kita harus refleksi. Karena kini, buka mata buka hati hape. 

Kalau sudah akut, tolong pada siapa dan salah siapa? 

Memangnya siapa yang membiarkan seseorang lahir dari rahim manusia, tapi dibesarkan oleh media. Siapa? 

Fyuh..

Ditengok setiap waktu, mengeruk kesadaran, tak bosan dan tak pikir panjang.

 Seolah penuh arti,~ artifisial.

/4/ Acak-acakan Sekali

Paragraf patah-patah, begitulah tulisan ini sampai akhir.

Kasihan yang masih terus membaca, penasaran? mencari pesan moral? Pakai jasa orang dalam sekalipun, bakal sukar ditemui.

Tidak sedang ngelindur, tulisannya memang sengaja dibuat tidak ber-alur alias ngelantur. 

"Penulis bingung, apalagi yang membaca."  

Padahal ya, besitan di atas selalu muncul setelah menulis. Memang sepatutnya seorang penulis memposisikan dirinya sebagai pembaca. 

Meresapi kata per kata, baca ulang tulisan sampai mual, mudeng tidaknya kan bisa diicip-icip, bisa diraba-raba. 

'Celoteh hari ini' adalah pengecualian, penulis ingin berceloteh se-absurd mungkin. Tidak melanggar HAM dan Undang-undang bukan? Beri signal bila iya.

Tidak minat mencerna? Skip saja. Tertarik berkomentar? Silakan saja.