“Bukan saya pembunuhnya!” aku meraung dengan keras.
“Memang Anda berkata dengan jujur,” sahut pemuda berambut gelap itu entah kapan kejadian persisnya.
Pikiranku jadi kacau. Beberapa saat lalu semuanya memang kenyataan. Beberapa saat lalu semuanya terjadi seolah aku berada dalam mimpi. Entah mana yang benar.
Seolah bisa membaca pikiranku, pemuda asing itu menjawab kebingungan diriku, “Semua orang memahami bahwa kesadaran kitalah yang menguasai tubuh dan pikiran sendiri selama kita tidak sedang tidur dan bermimpi sepanjang hidup. Anda mengalami situasi normal itu sebelumnya, dan juga mengalami situasi asing yang mengendalikan gerak-gerik Anda selama sekian waktu lamanya.”
Ah, supaya kalian memahami maksudku, akan kuceritakan peristiwa satu jam sebelumnya. Namaku Hardinata. Pukul sepuluh Jumat malam ini, aku mengunjungi sebuah klub dengan area judi kecil-kecilan di dalamnya. Hanya 2 meja yang ada di situ.
Aku memang pengunjung tetap klub malam ini. Tiap Senin dan Jumat aku datang. Kadang bersama teman, kadang bersama gebetan, selebihnya aku datang sendirian. Akan tetapi, malam ini rupanya menjadi malam yang berbeda.
Dalam keadaan seratus persen sadar, aku keluar dari taksi yang membawaku ke jalanan di depan, kulangkahkan kaki di trotoar yang nyaman, dan mulai memasuki klub itu. Tidak ada satu keanehan pun. Aku masuk dengan mudah karena selain rutinitas kunjunganku, aku juga terdaftar secara resmi dalam keanggotaan klub sejak setahun yang lalu.
“Anda sudah menjadi target mereka berkat kedua faktor itu,” suara si pemuda merayap masuk ke dalam isi kepalaku, ketika kuungkapkan peristiwa awalnya.
Aku memesan minuman di awal kunjungan—selalu saja begitu. Lidah ini harus dimanjakan terlebih dahulu. Dan setiap kalinya, aku harus selalu melihat serta mengamati cara penyajian minumanku hingga gelas kaca itu sudah berada dalam genggaman tangan pemiliknya.
Kemudian, mendadak aku merasakan diriku jadi enteng. Kedua kakiku serasa berjalan di atas awan. Setiap kali kuceritakan keanehan awal ini, si pemuda selalu menyahut, “Di momen itulah dia merampas kesadaran Anda, saudara Hardi.”
Merampas kesadaran?
“Apa yang Anda rasakan berikutnya?”
Kuingat kembali detail kejadiannya. Ya, aku jadi merasa enteng sejak minuman itu berada di tanganku, dan aku menyesapnya sedikit. Cairannya memang berasal langsung dari botol—masa botol itu ... ?
“Tidak!” sanggah pemuda itu lagi. “Minuman itu memang aman. Lagi pula klub ini cukup punya nama untuk tidak melakukan hal-hal di luar batas.”
Astaga! Dia selalu menyela ceritaku.
Baiklah, kuteruskan ceritaku setelah tangannya memberikan kode.
Biasanya setelah sedikit menyesap minuman, aku menuju ke salah satu meja judi. Kali ini, meskipun otakku menyuruh kaki-kakiku ke arah yang sama, tetapi mereka tidak mau menurut. Selain itu, memang aku merasakan berjalan melayang atau berada di atas awan. Ada sesuatu yang aneh terjadi dalam diriku, dan aku tidak bisa melawannya.
Ya, aku ‘terjebak’ di dalam diriku sendiri. Aku yang bukan diriku sendiri melangkah ke arah balkon, lalu mengajak berbincang seorang perempuan yang sama sekali asing bagiku. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulutku tidak berasal dari pikiranku sendiri. Kami berbicara selama sekitar 10 atau 15 menit.
Ada kalimat dari perempuan itu yang masih kuingat. “Kita bunuh saja si berengsek itu malam ini juga. Aku melihatnya bertaruh di salah satu meja judi. Tadi aku sudah memasukkan sesuatu ke dalam minumannya, tinggal kau yang mengeksekusi finalnya.”
Setelah mengucapkan semoga sukses, dia berlalu ke dalam dan tidak terlihat lagi batang hidungnya. Aku menunggu sekian menit sebelum menyusul masuk. Dan terjadilah momen mengerikan itu. Kuhampiri seorang penjudi yang baru saja memenangi poin banyak, dan langsung kucekik lehernya sekuat tenaga.
Tiba-tiba tenagaku menjadi sangat kuat untuk dikalahkan sekitar setengah lusin orang di situ. Mereka semua melihat pembunuhan keji yang akhirnya kulakukan. Lelaki itu putus nyawanya di tanganku sendiri. Aku terkejut setengah mati sebelum sempat pingsan beberapa detik.
Pemuda berambut gelap yang tampak asing itu juga ada di kerumunan orang. Dia diam saja menyaksikan usaha keras belasan orang yang memaksa diriku untuk melepaskan korban. Entah apa yang ada di pikirannya, tetapi pandangan matanya punya kesan tersendiri.
Dia yang membela diriku mati-matian sekalipun hampir 20 orang berada di tempat kejadian, turut menyaksikan caraku melakukan pembunuhan dengan mencekik dan mematahkan leher si korban. “Namaku Chester. Kalian memang menyaksikan Hardinata Klevin membunuh Richard Ascheron, tetapi bukan Hardi-lah pelaku sesungguhnya,” katanya memberikan penjelasan.
Setiap pasang mata di area judi melemparkan pandang ke arah Chester. Mereka menjadi terpana. Mereka pasti sepikiran denganku—bagaimana bisa? Itu sangat tidak mungkin terjadi!
“Apakah ada yang aneh di atas meja tempat Richard bermain? Lihatlah di sana!”
Beberapa orang mengacak-acak semua komponen judi di atas meja itu. Kartu-kartu hingga semua keping poin yang berserakan. Hingga seseorang berseru sambil memperlihatkan temuannya, “Lihat ini!”
Meluncur 5 buah kartu dari sebuah pak. Kartu tanpa angka. Kartu ace, kartu king, kartu queen, kartu jack, dan kartu joker. “Cards in the pack!” seseorang yang lain berseru.
“Tepat sekali!” Chester bersorak memujinya. “Merekalah pelaku semua ini. Mereka berbagi tugas untuk menguasai pikiran Hardi supaya membunuh, untuk menguasai pikiran Richard supaya berjudi, dan untuk menyiapkan petunjuk berupa 5 kartu tanpa angka itu di dalam pak di tengah terjadinya kericuhan. Tunggu, tadi si Queen di sini, dia sempat berbicara dengan Hardi sebelum akhirnya meninggalkan tempat ini.”
Di penghujung kejadian malam ini, Chester menepuk pundakku sambil tersenyum santai, “Tenanglah, Hardi. Sekalipun kau punya banyak saksi yang melawanmu, aku akan memperjuangkan dirimu di pengadilan.”
Ketika aku berjalan melewati dua sosok dalam kegelapan malam itu di tengah perjalanan pulang, tanpa sengaja aku mendengar percakapan mereka.
“Para hacker itu masih terus beraksi. Kita memang butuh si pemuda Chester, bung.”
“Ya, dia memang jenius. Dia berhasil mengarahkan kita pada nama-nama samaran mereka. Kabarnya, dia bersama kembaran perempuannya si Cheryl merupakan anak kandung dari almarhum Brandon Cherlone. Ingat kasus kematian misterius pebisnis kondang itu?”
Mendengar itu, aku jadi bergidik. Kasus kematian Brandon Cherlone yang fenomenal itu terjadi sekian bulan yang lalu. Terdengarlah kalimat terakhir yang membuatku tersadar.
“Mereka sungguh bisa diandalkan. Perpaduan membaca pikiran dengan visualisasi clairvoyance memang menjadi senjata ampuh melawan para pembajak pikiran—The Hackers of Mind.”
***
Catatan:
* Chester Cherlone dan Cheryl Cherlone merupakan tokoh utama DFD (Duo Future Detective) Series. Chester seorang pembaca pikiran dan Cheryl seorang clairvoyance. Kasus pertama mereka adalah kisah Misteri Keluarga Cherlone dalam novel The Cherlones Mysteries, yang menuturkan misteri kematian Brandon Cherlone di latar masa depan seri detektif futuristik ini. Novel pembuka DFD Series inilah karya perdana pribadi penulis di ranah fiksi, dengan nama pena Astardi Sky.
* The Hackers of Mind adalah kelompok antagonis di calon judul-judul terbaru DFD Series.