Jakarta - Tepat hari Minggu 10 Oktober 2021 memperingati hari kesehatan mental sedunia. Setiap bangsa tentu berbeda-beda untuk memperingati hari kesehatan mental sedunia tersebut. Ruang lingkupnya sangat luas, namun saya coba menguraikan dari Kesadaran untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia agar tetap sehat berpikir dan sehat hatinya juga, hal ini bagian kegiatan yang mempunyai kesehatan mental yang positif serta bisa memberikan respon cepat baik itu secara kelompok maupun secara individu. 

Kesehatan mental merupakan bagian jiwa manusia yang harus singkron antara hati dan pikiran. Unsur - unsur lain harus memberikan dorongan untuk melangkah lebih baik dan mengerjakan hal-hal yang positif seperti berani menghadapi masalah, percaya diri dalam mengambil resiko dan cepat bertindak dalam memberikan solusi dari setiap permasalahan yang ada, seperti aktivitas atau berbagai macam kegiatan terutama dalam menjalani kehidupan baik di tempat bekerja, lingkungan keluarga, tetangga maupun terhadap rekan atau sahabat lainnya.

Beberapa yang menjadi objek pusat perhatian terutama di bidang kesehatan, pendidikan, sosial, budaya, hukum, politik, bisnis, olahraga, dan lain sebagainya. Artinya dengan warna-warni bidang pekerjaan tentu beda juga dalam menjalani kehidupan harus menjadi satu dan tetap yakin, apapun yang dilakukan kita itu benar dan tidak merugikan orang lain. Hal ini di sikapi juga bermacam-macam karakter manusia dengan menilai dari kecerdasan emosional seseorang yang berada di lingkungan pekerjaan. 

Nah, sekarang apakah kita sehat secara mental? Belum tau juga bagaimana mengetahuinya bahwa kita sehat mental atau sebaliknya. Lebih sederhananya bagaimana kita menghubungkan dengan keluarga inti yang lebih humanis dan romantis terutama kepada kedua orang tua, istri, suami, anak, paman, bibik, kakak, adik, nenek, kakak dan  hubungan dengan keluarga tambahan seperti menantu, mertua, ipar atau saudara jauh yang masih ada keturunan sedarah.

Yang intinya membangun harapan satu sama lain agar saling menjaga perasaan, saling memberikan pertolongan, menghilangkan rasa egois atau emosi antara sesama keluarga, memahami sifat dan karakter masing-masing saudara dan lain sebagainya. Bayangan saya adalah bila kita bisa mengendalikan hal negatif menjadi positif, tidak dendam terhadap keluarga lainnya, mampu menjadi mediasi bila terjadi pertengkaran sesama keluarga dan mendewasakan diri dalam setiap permasalahan yang ada.

Dalam pandangan "Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959" memberikan batasan mental yang sehat adalah dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya, memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya dan merasa lebih puas memberi dari pada menerima. Sedangkan menurut Pieper dan Uden (2006) kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri, dapat menerima kekurangan atau kelemahan terhadap dirinya sendiri, dan kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya.

Dari penjelasan teori dan pandangan WHO diatas dapat dianalisa dan diterjemahkan dalam lingkungan kehidupan bermasyarakat baik internal dari dalam diri kita sedangkan eksternal dari hubungan dengan situasi di sekeliling kita. Berikut uraian yang bisa membantu dan tentunya lebih mudah mengidentifikasi kesehatan mental terhadap diri kita sendiri :

#1. Menyesuaikan Diri Meskipun Kenyataannya Buruk Bagi Dirinya :

Bisa bertahan dalam kondisi apapun sehingga penampakan atau tampilan identitas diri ditengah orang banyak terlihat biasa saja.Walaupun secara kenyataan merasa kesulitan atau mengalami tekanan baik dalam pertemuan dengan kelompok maupun perorangan. Sehingga orang tersebut mampu juga beradaptasi di lingkungan kehidupan tidak menonjolkan bahwa menghadapi masalah dari seseorang yang dimaksud.Bila sebaliknya pasti ada kelainan baik mental maupun pikiran.

#2. Menikmati Hasil Kepuasan Dari Jerih Payah Sendiri :

Berupaya menghargai profesi atau pekerjaan terutama dari penghasilan baik materi maupun non materi serta mempunyai rasa bangga yang tinggi terhadap pekerjaan yang mereka peroleh.Dalam hal ini ada hubungannya juga dengan rasa syukur dan rasa sabar, tidak ingin memberatkan beban orang lain walaupun sejujurnya memerlukan bantuan atau pertolongan terhadap finansial yang tidak mencukupi. Orang seperti ini tidak mencari kesempatan setelah dibantu orang lain justru menghilangkan nilai-nilai kepercayaan dirinya sendiri.Jika sebaliknya mempunyai tanda-tanda dengan mental tidak sewajarnya.

#3. Merasa Lebih Puas Memberi Dari Pada Menerima :

Memang ada orangnya sih orang-orang seperti ini suka memberi dan sering berbagi walaupun terkadang secara materi tidak mencukupi.Biasanya keikhlasan dan ketulusannya sangat terlihat dan dirasakan oleh orang terdekat karena nilai-nilai kebaikan selalu terpancarkan untuk dinikmati oleh orang lain.Secara sadar memberi atau berbagi itu bagian bersedekah tentu memiliki nilai ibadah untuk tabungan di akhir hayat nanti. Sehingga apabila sebaliknya bisa juga mental orang tersebut tergolong pelit dan hemat dan hanya bisa menikmati pemberian dari orang lain.

#4. Tidak Mengalami Perasaan Bersalah Terhadap Dirinya Sendiri :

Perasaan bersalah lebih kepada menyesal perbuatannya baik yang sudah dilakukan atau yang belum dilakukan tapi berjalan dengan semestinya seperti tidak ingin bergabung dengan teman yang sudah sukses padahalnya sebelumnya sudah ditawarkan untuk bekerja sama baik di dunia pekerjaan, usaha atau bisnis dan lain sebagainya.Kondisi anak rantau sudah lama tidak pulang kampung, namun setelah kedua orang tuanya ada yang meninggal dunia baru merasakannya.Bukan hanya mental yang sedang diuji namun jiwa menjadi panggilan untuk pulang kampung. 

#5. Memiliki Estimasi Yang Relistis Terhadap Dirinya Sendiri :

Prediksi atau perkiraan terhadap apa yang dibutuhkan atau apa yang terjadi kedepannya.Seperti dari situasi lingkungan  financial bulanan dan kegiatan lainnya,bisa mengambil langkah-langkah yang real sesuai dengan kenyataan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.Sehingga bisa mempersiapkan dan menghadapi kondisi yang tidak terduga dihadapinya.Bila sebaliknya tidak mempersiapkan berarti secara mental belum ada kemampuan untuk mengatasinya.

#6. Menerima Kekurangan Atau Kelemahan Terhadap Dirinya Sendiri :

Tidak banyak orang berkata jujur, bahwa dirinya mempunyai kekurangan atau kelemahan dari berbagai bidang. Namun dengan terbuka dan mengaku banyak hal yang tidak ketahuinya dan tidak dipahaminya justru mendapat hal yang positif dalam berbagai kesempatan seperti menanamkan rasa ingin belajar, bertanya kepada orang yang lebih paham atau orang yang lebih ahli dan lain sebagainya. Jika menemukan orang sebaliknya seperti sok tau,sok pintar, pura-pura tau tapi tidak benar berarti ada kendala dengan mental orang tersebut.

#7. Kemampuan Menghadapi Masalah-Masalah Dalam Hidupnya :

Mencari solusi dan jalan keluar dari setiap permasalahan hidup yang dijalaninya. Biasanya orang seperti ini tidak menyalahkan orang lain sebagai penyebab akar pembawa masalah, namun berpikir dalam menyelesaikannya.Sehingga ketenangan dalam berpikir jauh lebih dewasa dan mandiri dalam menghadapi masalah-masalah hidup yang berbeda-beda.Bila sebaliknya menemukan orang yang tidak mampu menyelesaikan masalah hidupnya dan melibatkan orang lain sebagai pembawa masalah, maka ada gangguan mental yang perlu ditangani oleh ahlinya baik dari psikologis maupun team dokter yang berperan langsung.

Dengan demikian bahwa kesehatan mental dapat ditarik kesimpulan agar tidak berlebihan atau tidak merasa kekurangan baik perbuatan, ucapan, perilaku dan tindakan. Seperti kecemasan, ketakutan, trauma dan semua yang berhubungan dengan hati dan pikiran.