Beberapa minggu ini, dalam sebuah akun Twitter yang saya ikuti, @moodvintage dan @historylvrsclub, ada foto-foto bergaya vintage yang menarik perhatian saya. Foto wanita cantik yang terlihat seksi dengan kombinasi pakaian hot yang membuat saya ingin membuat semacam confessions bahwa wanita ini memang layak menjadi bintang bersinar sepanjang masa.
Wah, pantas saja tokoh sebesar John F. Kennedy dan Sukarno pernah dikaitkan dengan wanita blonde itu. Tidak banyak yang saya ketahui tentang perempuan bernama Norma Jeane Monterson atau yang lebih dikenal dengan nama Marilyn Monroe.
Sebenarnya bukan foto Twitter yang membuat saya teringat tentang Marilyn Monroe. Pertama kali saya mengenal wajah iconic-nya yang cantik itu justru sewaktu membaca literatur-literatur tentang Sukarno.
Dari beberapa literatur yang saya baca, Sukarno memang adalah seorang pengagum segala bentuk keindahan, termasuk wanita—dan Marilyn Monroe adalah salah seorang di antara wanita yang dipuja-puji oleh Sukarno karena kecantikannya.
Saya tidak menyangsikan selera bung Karno tentang wanita—dan tiba-tiba saya pun menjadi pengagum keindahan wanita meski bukan seorang womanizer.
Sampai saat ini, saya masih bisa membedakan cinta dan wanita. Bagi saya, cinta itu universal dan wanita adalah apa adanya ia sebagai manusia. Jadi, cinta dan wanita tidak bisa dipertukarkan atau bahkan disamakan.
Itulah sebabnya saya bisa berkata “saya tidak akan jatuh cinta lagi” atau “saya capek dengan lagu cinta”, tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa saya bosan dengan wanita. T-I-D-A-K! Wanita adalah ciptaan Tuhan terindah dan saya sangat membutuhkan wanita.
Saya sangat setuju dengan cara pandang Sukarno tentang wanita. Ia tidak melihat wanita cantik dengan sudut matanya, tapi dengan seluruh bola matanya sebagaimana pengakuannya kepada Cindy Adams penulis autobiografinya.
Saya pikir hanya orang munafik yang akan menolak mengagumi keindahan ciptaan Tuhan!
Memang saya harus mengakui bahwa laki-laki sulit untuk berpikir objektif tentang keindahan tubuh perempuan. Laki-laki seolah-olah telah terkutuk dengan stigma “bandit”, “hidung belang”, “buaya darat”, atau playboy—semuanya menjurus ke perbuatan nista dan tercela.
Sampai saat ini, “kutukan taman Eden” masih belum bisa hilang dari hidup lelaki dan perempuan. Jika saja peristiwa di Eden tidak pernah terjadi, maka seksualitas laki-laki dan perempuan adalah sebuah keindahan; masterpiece Tuhan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pornografi.
Laki-laki dan perempuan yang sadar sejarah kemudian melakukan perlawanan terhadap sistem etiket dan etika dunia tentang hubungan laki-laki, perempuan, dan seks; seperti yang terjadi pada era 1960an yang terkenal dengan istilah flower generation, munculnya kaum Hippies dengan gaya hidup bohemiannya.
Ironisnya, etiket dan etika peradaban manusia telah menjerumuskan manusia dalam sebuah kemunafikan yang menjadi bingkai moral, seperti perceraian, perselingkuhan, pemerkosaan, homoseksualitas, pernikahan di bawah umur, dan poligami—yang selalu dianggap tabu di beberapa kebudayaan namun lumrah di kebudayaan lainnya.
Ah sudahlah! Saya tidak mau berpikir kritis dan terbebani dengan hal yang kontroversial dan memicu perdebatan tidak berujung ini. Saya hanya ingin membuat semacam confession tentang foto-foto Marilyn Monroe yang saya lihat di Twitter.
Sebenarnya ada dua hal menarik yang membuat saya harus menyimpan foto-foto itu dan menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini. Pertama, dalam foto itu, Marilyn Monroe sedang membaca buku.
Wow, saya memang pengagum perempuan yang suka membaca. Bahkan saya sempat membuat cuitan di akun Twitter saya bahwa “cewek yang suka baca buku adalah cewek yang pantas untuk diperjuangkan”. Kenapa? Karena selain bisa diajak diskusi, tentunya saya tidak bisa memungkiri bahwa cewek yang suka buku adalah cewek yang seksi.
Kedua, dalam foto itu, Marilyn Monroe menampilkan citra perempuan dengan tubuh yang indah dengan balutan pakaian yang supersexy, sehingga saya harus mengatakan bahwa Marilyn Monroe begitu menggairahkan karena telah memadukan dua unsur seni yang tidak terbantahkan: buku dan wanita.
Beberapa hari yang lalu, saya mendengarkan sebuah podcast yang kontennya adalah obrolan-obrolan vulgar tentang seks dan seluk-beluknya. Pada episode hari itu, topiknya adalah fetish atau fantasi yang membahas tentang macam-macam rangsangan seksual yang aneh-aneh (awkward) tapi memang benar adanya.
Saya pun berfantasi bahwa mungkin saja foto hot Marilyn Monroe yang sementara membaca buku itu adalah salah satu dari banyak media fetish yang dimiliki oleh para pencinta buku sekaligus womanizer. Ah, pikiran saya mulai ngaco dan ngeres. Tapi itulah confession saya yang apa adanya tentang perempuan.
Ada banyak macam pandangan tentang hal semacam ini, mulai dari konservatif hingga liberal. Namun semuanya tetap tidak bisa menyangsikan bahwa perempuan bukanlah sekadar pelengkap dalam proses penciptaan, tapi ia adalah penolong; rekan sekerja dalam misi memperindah dan menjauhkan bumi dari kehancuran peradaban.
Boleh jadi kehadiran perempuan di bumi sama pentingnya dengan penyelamatan bumi dari pemanasan global.